“Yang benar saja, Nda, masa aku harus nikah sama cleaning service?" Rain tidak habis pikir, bunda menjodohkannya dengan seorang perempuan yang ia pikir adalah pembantu baru di rumah. Rain—seorang pembalap mobil profesional meninggalkan sirkuit Silverstone dan kembali ke tanah air atas permintaan bundanya. Bagi Rain yang sejak dalam kandungan sudah ditinggalkan ayahnya, bunda adalah segalanya. Ia akan melakukan apa pun demi kebahagiaan sang bunda. Lady Queenara, wanita pekerja keras nan sederhana, melakukan semua pekerjaan untuk menyambung hidup. Di matanya, Rain, pria yang dijodohkan dengannya, hanyalah cowok arogan yang suka main wanita. "Gue nggak akan membiarkan perjodohan absurd ini terjadi. Lo bukan tipe gue!" “Kalau pun harus menikah, aku lebih memilih menikah dengan buaya daripada laki-laki buaya seperti kamu." Ketika bunda meminta menikahi perempuan pilihannya, akankah Rain rela meninggalkan wanita yang setiap malam menghangatkan ranjangnya? IG Author: zizarageoveldy
Lihat lebih banyak“Move faster, Bae ..."
Desahan seduktif Sydney yang berada di bawahnya berhasil menerbitkan senyum tipis di bibir Rain. ”Boleh, Han, tapi teriaknya jangan kenceng-kenceng.” Rain mengecup bibir Sydney, sementara pinggulnya terus bergerak di atas perempuan itu. Sydney membalas dengan kerjapan mata. Bibirnya menerbitkan senyum malu. Setiap kali menemui pelepasan ia tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak. Baru akan meningkatkan ritme gerakan, fokus perhatian Rain langsung teralihkan oleh nada dering vintage yang bersumber dari ponselnya. Kring… kring… kring… Tanpa perlu melihat ke layar gawai Rain sudah tahu siapa yang menelepon. Rain memang sengaja memberi nada dering khusus untuk perempuan istimewa dalam hidupnya. Cepat, Rain mengangkat tubuh dari atas Sydney. Tidak peduli perempuan itu memandangnya penuh protes. Melangkah ke arah meja yang terletak di sudut kamar, Rain mengambil ponsel, tidak membiarkan sang penelepon menunggu lama. “Halo, Nda.” Rain menyapa dengan sopan. ”Rain, kamu lagi di mana?” Terdengar suara halus seorang perempuan di seberang sana. “Di apartemen, ada apa, Nda?” “Kamu bisa ke sini sekarang? Ada hal penting yang ingin Bunda bicarakan.” Rain tidak seketika memberi jawaban. Mata teduhnya berlari menemukan jam dinding. Tepat di saat itu ia mendapati waktu saat ini masih pukul tujuh malam. “Bisa aja sih, tapi hal penting tentang apa, Nda?” “Pokoknya kamu ke sini aja dulu, Bunda punya kejutan buat kamu. Bunda tunggu ya!” “Baik, Nda, aku akan ke sana sekarang.” Rain memerhatikan layar gawai hingga menggelap sendiri sembari berpikir di dalam hati kejutan apa yang dimaksud bundanya. Setelahnya, Rain bergegas berpakaian. ”Mau ke mana, Rain?” tanya Sydney kala Rain melepaskan pengaman pria dewasa dari organ bawah tubuhnya. ”Ke rumah Bunda, katanya ada yang penting mau dibicarakan.” “Tapi kita kan belum selesai, nggak bisa besok aja perginya?” protes Sydney keberatan. Bibir sensualnya mengerucut kesal. Rain menggelengkan kepala. “Sorry, Han, nggak bisa.” Usai berkata begitu Rain menyambar kunci mobil dan menarik langkah panjang meninggalkan Sydney yang kerap ia panggil dengan sebutan Hany a.k.a honey. ”Rain, tunggu dulu! Kamu nggak bisa pergi gitu aja, ini kan lagi nanggung!” Rain tidak peduli dan terus pergi. *** Rain berhenti sesaat ketika lampu merah lalu lintas menyala. Matanya kemudian bertemu dengan billboard besar di tempat itu. Rain melihat dirinya sendiri di dalam billboard. Di sana ia sedang menjadi model sebuah sepeda motor sport asal Italia, Ducati. Selain menjadi pembalap profesional, Rain memang membintangi beberapa iklan. Rain belum genap setahun di Indonesia. Selama ini ia bermukim di Silverstone, Inggris. Lama tinggal di luar negeri membuat Rain menganut gaya hidup bebas. Free sex adalah hal yang biasa baginya. “Datang juga kamu, Rain,” sapa Alana—tantenya, saat Rain tiba di rumah. Rumah besar itu tidak hanya dihuni oleh bundanya, tapi juga oleh tante, keponakan serta kakek dan neneknya. “Bunda mana, Tan?” “Tuh kan panggil tante lagi.” Alana memutar mata. Ia kurang suka dipanggil dengan sebutan tersebut karena usia mereka tidak terpaut jauh. “Hehe… iya deh. Bunda mana, Na?” “Ada tuh di ruang makan.” Rain segera berlalu ke ruang makan setelah menepuk pelan pundak Alana. Di ruang tersebut, Rain menemukan Kanayya—sang bunda, dan juga seorang perempuan muda yang Rain kira adalah asisten rumah tangga yang baru. Kanayya tersenyum lembut saat melihat kedatangan Rain. “Kamu belum makan malam kan? Kita makan sama-sama ya.” Rain menganggukkan kepala sembari menarik kursi dan duduk di sana. “Ada pembantu baru, Nda?” ”Sssstt… jangan sembarangan. Itu namanya Lady.” Lady? Rain terheran-heran sendiri. Matanya memindai sosok perempuan itu dari puncak kepala hingga ujung kaki. Perempuan itu sangat sederhana. Dia mengenakan kulot lebar berwarna hitam dan kemeja polkadot yang longgarnya nyaingin si kulot, udah gitu lusuh banget. Sedangkan rambutnya yang panjang dikuncir ekor kuda. Untung saja dia nggak pakai kawat gigi dan kacamata. ’Lady apaan? Potongan cupu kayak babu gitu dibilang Lady. Nggak malu apa sama nama?’ Rain mengejek dan mencibir perempuan itu di dalam hati. Ia tidak dapat menahan tawanya yang kemudian pecah. “Kenapa ketawa? Ada yang lucu?” tanya Kanayya heran. Masih sambil tertawa, Rain menunjuk dengan dagunya pada Lady yang kini sedang menyiapkan makanan, agak jauh dari mereka. “Maksud Bunda, dia namanya Lady?” ”Iya, ada yang salah?” ”Hahaha… kalau yang kayak gitu Bunda bilang lady, jadi queen yang gimana?” Kanayya menggeleng-gelengkan kepala. Anak tunggalnya ini memang arogan. “Jangan begitu, Rain, nggak baik. Ingat nggak waktu tadi Bunda minta kamu ke sini karena ada yang penting?” “Yang pentingnya apa, Nda?” “Karena Bunda mau mengenalkan kamu sama Lady. Bunda juga mau menjodohkan kamu sama dia.” “Apa?” ”Nggak usah kaget, Rain, kamu nggak salah dengar.” “Emang dia siapa sih, Nda? Bisa-bisanya Bunda mau menjodohkan aku sama dia?” Sesaat Kanayya menghela napas sebelum menjelaskan pada Rain.“Lady itu cleaning service di rumah sakit. Bunda sudah lama kenal sama dia. Dia anaknya baik banget.” “Apa?” Kedua bola mata Rain membulat sempurna mendengarnya. Tidak habis pikir oleh maksud perkataan sang ibu. “Yang benar saja, Nda, masa aku harus nikah sama cleaning service? Apa aku harus mengingatkan Bunda lagi? Namaku Rain. Pembalap profesional pentolan Silverstone, brand ambassador berbagai produk ternama.” Kanayya menyimpul senyum. “Iya, Bunda tahu itu, dan Bunda sangat bangga atas prestasi kamu. Tapi nggak salah kan kalau Bunda ingin mencarikan yang terbaik buat kamu?” ”Nggak salah, tapi bukan dengan perempuan itu!” tegas suara Rain, terang-terangan menolak perjodohan absurd tersebut. Kanayya kembali menghela napas panjang dan dengan sabar menjelaskan. “Rain, Bunda berani menjodohkan kamu dengan Lady karena Bunda sudah mengenal dia dengan baik. Bunda nggak akan ambil resiko menjodohkan kamu dengan perempuan sembarangan. Apalagi untuk pasangan seumur hidup.” ”Tapi dengan cleaning service itu? Mau ditaruh di mana mukaku? Lagian aku sudah punya pacar, aku sudah punya Sydney!” “Jangan menilai seseorang dari penampilan luarnya saja, Rain. Percaya sama Bunda, Bunda nggak akan salah pilih. Lady ini orangnya baik dan tulus, berbeda dengan para perempuan di sekitar kamu. Mereka hanya dekat dengan kamu karena tahu siapa kamu. Kamu populer, pembalap sukses, idola banyak perempuan. Bunda mau kamu hidup bahagia dengan orang yang benar-benar tulus mencintai kamu. Bunda nggak setuju kamu sama Sydney. Hidup Bunda nggak akan tenang kalau kamu masih sama dia. Bahkan, sampai Bunda mati pun arwah Bunda nggak akan tenang di alam sana.” ”Apa sih, Nda?” Rain mulai kesal karena Kanayya membahas soal kematian. “Makanya, Rain, jangan membantah kalau kamu ingin Bunda bahagia.” Rain kehilangan kata-kata. Tidak sanggup lagi untuk bicara. Kanayya adalah orang tua satu-satunya karena sang ayah sudah meninggal sejak ia masih berada dalam kandungan. Bahkan, ayahnya juga tidak tahu bahwa bundanya sedang mengandung Rain saat itu. Sejak ayahnya meninggal, bundanya tidak pernah mencari pengganti. Itulah sebabnya Rain sangat menyayangi Kanayya dan tidak sanggup menolak apapun yang diinginkannya. Dan mungkin… perjodohan ini juga. “Ya sudahlah, mau gimana lagi,” ucap Rain pasrah, semata-mata hanya ingin agar Kanayya bahagia. Kanayya tersenyum mendengar jawaban Rain dan memanggil Lady agar mendekat. “Ayo, Rain, kenalan dulu sama Lady.” Lady mengulurkan tangan sambil tersenyum yang disambut Rain dengan enggan. Bahkan, hanya ujung jarinya yang menempel di telapak tangan Lady. Muka masam laki-laki itu membuat Lady jadi tahu bahwa Rain tidak menyukainya. “Bunda ke toilet sebentar ya, kalian ngobrol-ngobrol aja dulu.” Kanayya lalu pergi meninggalkan keduanya. Melirik sekilas punggung bundanya yang menjauh, Rain kemudian bicara pada Lady dengan suara separuh berbisik. “Lo jangan seneng dulu. Gue nggak akan membiarkan perjodohan nggak masuk akal ini terjadi. Lo bukan tipe gue. Bahkan gue nggak pernah bermimpi menikah dengan cewek cupu kayak lo.” Lady tersenyum kecut dan sama sekali tidak terpancing meski Rain mencoba menyulut emosinya. Dengan tenang ia menjawab, “Baik, saya akan selalu mengingat hal itu.” Rain menyimpan suara ketika Kanayya kembali muncul ke tengah-tengah mereka. Lady hanya bisa bersabar atas sikap yang ditunjukkan Rain. Sejak awal ia sudah tahu bahwa Rain tidak akan menerima perjodohan ini. Lady menyetujuinya hanya untuk menghargai permintaan Kanayya. Perempuan itu sudah terlalu banyak membantu. Kebaikannya tak terhitung lagi. Lady jadi tidak punya alasan untuk menolak saat Kanayya ingin menjodohkannya dengan Rain. Lady hanyalah seorang perempuan biasa yang hidup sebatang kara setelah kedua orang tuanya meninggal dunia akibat kecelakaan. Mereka tidak mewariskan apa-apa selain utang di mana-mana. Dikejar debt collector bukanlah hal luar biasa dalam hidup Lady. Saat ini ia menghidupi dirinya dengan kerja banting tulang. Lady akan melakukan apa saja, yang penting bisa menghasilkan uang. Mulai dari terima orderan kue hingga jualan pulsa. Siang ia bekerja di rumah sakit sebagai cleaning service. Malamnya ia kuliah. Sisanya ia menghabiskan waktu di kelab malam sebagai pelayan. Lady memasrahkan hidup ke mana pun takdir akan membawanya. Termasuk dengan memenuhi permintaan Kanayya. Kalau pun Rain menolak perjodohan ini, tidak masalah baginya. Pria muda itu tidak tahu bahwa sesungguhnya Lady sangat membenci tipe lelaki kaya dan arogan sepertinya. Dan satu hal lagi, Rain juga bukan tipenya. ***(S2) Niat Baik Qey Dan Rencana Mencari Sydney Part 2Rain dan Lady tidak langsung menjawab. Keduanya saling pandang meningkahi keinginan anak mereka.“Ma, Pa, aku bersedia. Kalau sumsum tulangku cocok dan sesuai dengan Kak Brie pake punyaku aja.” Qey menyatakan kesungguhan tekadnya pada kedua orang tuanya. Qey tidak main-main dengan niatnya.Rain dan Lady saling diam, tidak langsung memberi keputusan. Banyak hal yang mereka pikirkan saat ini.“Ayolah, Ma, Pa, katanya waktu Kak Brie udah nggak lama lagi. Katanya Kak Brie hanya bisa selamat dengan transplantasi itu. Jadi apa lagi yang ditunggu?” Qey mendesak menyadarkan Rain dan Lady yang termangu.“Qey, kamu yakin dengan apa yang akan kamu lakukan?” tanya Rain mengonfirmasi sebelum melakukan tindakan tersebut.”Yakin, Pa, yang penting Kak Brie bisa selamat,” jawab Qey tanpa ragu. Segala rasa sedih dan merasa tersisihkan akibat perhatian orang-orang di sekitarnya yang berlebihan pada Brienna perlahan memudar saat Qey menyaksikan sendiri
“Eh, Qey, tumben ke sini?” Alana terkejut ketika pagi itu Qeyzia datang ke rumahnya. Saat itu Alana baru saja akan berangkat kerja dan langsung turun dari mobil ketika melihat Qeyzia datang.Qey tersenyum tipis. “Aku mau ketemu Gian. Gian-nya ada, Tante?”“Ada tuh di kamarnya masih belum bangun. Bangunin gih. Sekalian kalau mau sarapan langsung sarapan aja ya.”“Iya, Tante.”“Tante tinggal dulu nggak apa-apa kan? Mau ke kantor.”“Nggak apa-apa, Tante.”Qey menunggu sejenak, melepas Alana pergi. Begitu mobil bergerak dan Ale membunyikan klakson sambil meninggalkan halaman barulah Qey masuk ke dalam rumah.Qey langsung gerak cepat menuju kamar Giandra. Iseng memutar gagang pintu yang ternyata tidak dikunci. Dengan langkah perlahan Qey masuk ke dalam.Giandra tampak berbaring di atas tempat tidur sambil memeluk guling. Tampak nyenyak dan tidak terusik oleh apa pun.Qey lalu duduk di tepi ranjang. Ia termangu sesaat sambil memindai wajah Giandra inci demi inci. Wajah itu tetap terlihat g
Giandra memandangi Celine yang sedang tidur di pelukannya. Celine terlihat sangat pulas dalam lelap. Akan tetapi tidak sepicing pun Giandra bisa memejamkan mata. Berbagai pikiran kini memberati kepalanya.Sudah sejak kemarin mereka berada di sini dan yang keduanya lakukan hanyalah tidur-tiduran, jalan-jalan menikmati pemandangan lalu kembali lagi ke hotel.Dan… sejak berada di sini juga Giandra tidak pernah menyentuh Celine dalam hal yang lebih intim. Giandra khawatir jika apa yang akan dilakukannya nanti bisa memengaruhi kehamilan Celine.Giandra hanya berani menyentuh Celine sebatas memeluk dan menciumnya. Tidak lebih.Baru saja Giandra mencoba memejamkan mata, suara notifikasi terdengar berdenting dari ponselnya. Masih dengan posisi berbaring, Giandra menjangkau ponsel dengan sebelah tangan. Ada pesan dari Haris.Mas Haris: Lo lagi di mana, Gi?Giandra mengembuskan napas lelah. Ternyata ia lupa mematikan ponselnya.Giandra: Di luar kota, Mas.Mas Haris: Ngapain?Giandra: Lagi nuli
“Papa dulu sama Mama nikah umur berapa?” Pertanyaan itu meluncur dari bibir Giandra yang membuat Ale menoleh padanya. Saat iitu mereka baru saja selesai duet membawakan lagu lawas It Must Have Been Love. Ale yang memetik gitar dan Giandra yang bersenandung.”Kira-kira pertengahan dua puluh empat masuk dua puluh lima. Kenapa, Gi, kok nanya gitu sama Papa, udah mau nikah kamu?”Giandra nyengir kuda. “Ya mana bisa, Pa, kan aku masih ada kontrak.””Terus tadi tiba-tiba nanya gitu ke Papa kenapa?””Iseng aja sih. Tapi untuk ukuran laki-laki umur segitu kan lumayan cepat. Gimana sih, Pa, rasanya nikah muda?”Ale menyandarkan punggung ke dinding bersama dengan menarik mundur pikirannya ke masa lalu. Terlalu banyak hal menyakitkan yang terjadi kala itu. Sebenarnya Ale belum pernah menceritakan tentang sisi gelap hidupnya pada Giandra serta anak-anak yang lain. Ale bahkan tidak ingin lagi mengingatnya. Semuanya cukup menjadi rahasia kelamnya dengan Alana.“Rasanya bahagia karena ada yang mend
Hanya sesaat. Celine segera memalingkan muka dari Giandra dan lebih memilih melihat ke arah lain, lebih tepatnya menundukkan kepala dalam-dalam. Sedangkan Tanya masih memeluk Giandra.“Tanya, aku ikut berduka, sorry, aku nggak tahu kalau abang yang kamu maksud ternyata David.” Giandra berbisik di telinga Tanya.“Nggak apa-apa, Gi, makasih ya udah datang.” Suara Tanya terdengar serak akibat kebanyakan menangis.Giandra mengurai pelukan. Lalu matanya berlarian mencari-cari sosok personil Let It Be serta manajer mereka.“Mas Haris sama yang lain tadi udah ke sini, tapi mereka baru aja pulang sekitar sepuluh menit yang lalu,” beritahu Tanya seakan bisa membaca apa yang ada di pikiran Giandra.Lalu Giandra dan Tanya berjalan bersisian menuju pusara David.“Ma, Pa, ini Giandra, temen satu band aku, dia gitarisnya.” Tanya mengenalkan Giandra pada kedua orang tuanya.Giandra menjabat tangan keduanya bergantian. “Saya ikut berduka, Om, Tante.” Giandra menyampaikan rasa belasungkawa.“Terima ka
Satu per satu pelayat di pemakaman David mulai meninggalkan tempat itu setelah menyampaikan ucapan belasungkawa pada keluarga yang sedang berduka. Kini yang tersisa hanyalah para sahabat dan kerabat dekat."Tante pulang dulu nggak apa-apa, Lin?" tanya Alana. Setelah mengurai pelukan tadi mereka sama-sama diam dan disibukkan oleh pikiran masing-masing. Alana tidak berani mengusik Celine yang sedang bersedih terlalu dalam. Tapi Alana sangat paham apa yang Celine rasakan saat ini. Tentunya tidak mudah untuk menjalaninya. Ditinggal meninggal oleh calon suami justru di saat mereka akan menikah. Sudah begitu harus mengandung janin yang entah bagaimana nasibnya."Nggak apa-apa, Tante," lirih Celine meskipun ia masih ingin lebih lama Alana bersamanya. Dengan memeluk Alana tadi Celine merasa sesuatu yang berbeda. Ia bisa menyampaikan kesedihannya meskipun hanya terucap di dalam hati.Alana memeluk Celine sekali lagi dan memintanya untuk tetap bersabar. "Kapan-kapan kalau kamu mau cerita tel
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen