Share

Bab 3

Author: Lusia Sudarti
last update Last Updated: 2024-07-16 12:12:34

3. SEMANGKUK KELAPA PARUT UNTUK LAUK NASI 

Part 3 Dikasih Uang Tante Cantik 

Penulis : Lusia Sudarti 

*** 

Suamiku terdiam, lalu menghela Napas. 

"Ya udah, sabar aja. Papa yakin Allah itu tidak tidur, semoga hari Esok lebih baik dari hari ini," tuturnya. 

"Aamiiin," jawabku. 

Namaku Suci, usia 37 tahun dan suami bernama Imam, usia 41 tahun. Kami dikaruniai 3 orang anak. 1 laki-laki dan 2 perempuan. 

Si sulung bernama Maharani dipanggil Rani, yang ke 2 Mahendra di panggil Indra dan yang bungsu, Nayla Sukma. Kami dari keluarga kurang mampu, meskipun memiliki pekerjaan, tetapi kurang mencukupi. 

Suamiku bekerja sebagai mekanik freelance yang masih belajar. Dan kadang aku yang jadi helpernya karena tak mampu untuk menggaji orang. 

Di sela-sela waktu, aku bekerja sambil mengasuh anak, hingga suatu hari aku memutuskan untuk mencoba belajar menulis novel. Karena masih baru pertama kali terjun ke bidang penulisan masih banyak yang acak-acakan. Sebut saja aku penulis receh. 

Aku juga bukan anak sekolahan.

Aku selalu belajar, dengan membaca novel- novel, aku mempelajari sedikit demi sedikit mencari tema, judul dan merangkai kata demi kata menjadi sebuah kalimat atau pun mencari inspirasi agar sedikit menarik untuk pembaca. 

Bahkan pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh seorang lelaki, aku pun rela melakukannya. 

Terkadang, aku hampir lupa jika aku ini perempuan. Keadaan yang membuatku kuat menghadapi semua ini. 

Pagi ini aku bersiap untuk berangkat bersama suami dan anak yang bungsu. Kami berjalan kaki ke tempat kerja. 

"Ma, adek mau jajan, Ma," rengeknya saat melewati warung. Hatiku sedih sekali mendengarnya. 

"Iya sayang, nanti kalau punya uang ya?" bujukku sembari kupeluk lalu ku gendong. 

Kedua bola matanya berkaca-kaca sembari melihat kearah warung yang menyediakan berbagai makanan dan minuman. 

'Ya Allah, bahkan untuk jajan seribu rupiah pun aku tak punya," rintihku dalam hati. 

"Iya sayang, nanti kita cari uang dulu ya," sambung suamiku. 

Dan dibalas anggukan si bungsu yang malang. 

Kudekap erat dalam gendongan, ku cium pucuk kepalanya. Hatiku menjerit pilu.

Dalam perjalanan pun fikiranku melayang kemana-mana, hatiku gundah, hatiku resah. Wajar saja karena beban hidup yang harus kujalani bersama keluargaku begitu berat, usaha apa pun yang kujalani ini tetap tak mampu membantu mengatasi kesulitan ekonomi dalam keluarga. 

Pernah aku berjualan makanan dengan untung yang hanya cukup untuk satu hari, penghasilan yang kuperoleh berkisar antara enam puluh ribu perhari, dari sisa belanja aku investasikan untuk arisan emas perhari dua puluh lima ribu, ketika waktunya penarikan, ternyata bandarnya berkelit, emas 10 gram tak dibayar, uang sebesar satu juta tujuh ratus pun raib.

Saat itu aku mendatanginya untuk meminta hakku, ia malah marah-marah dan memperkarakan aku, tetapi aku tak takut, aku mendatangi ketua dusun setempat. 

Tetapi si pelaku memang seorang yang pengecut, ia tak berani datang memenuhi panggilan 

Aku berubah haluan dengan berjualan online, alhamdulillah penjualanku laris manis.

Tetapi itu pun tak berlangsung lama, karena suatu hal, ponselku yang menjadi benda penghasil uang harus rusak. Alhasil aku berhenti berjualan online, dan pelangganku banyak yang tak mau bayar, mereka ada yang kabur, ada yang janji karet. 

Huffftt! 

Aku melamun disepanjang jalan, dan menghempaskan nafasku, aku tak menyadari kehadiran seseorang yang kini telah berdiri dihadapan kami. 

"Mau kemana, adek?" sapa tetangga. 

"Mau ikut kelja, Tante," jawabnya dengan senyum. 

"Oh iya, adek mau ikut kerja ya, ya udah jangan nakal ya," Katanya lagi. 

"Iya, Tante makasih ya, Tante mau ke pasar ya?" tanyaku. 

"Iya Mbak, nih buat adek jajan," sahutnya seraya menyodorkan uang pecahan 20.000. 

"Udah, Te, gak usah repot-repot, adek udah makan kok," tolakku tak enak hati. 

"Sudah, nggak apa-apa, Mbak," potongnya. 

Lalu si bungsu menerima pemberian Tante Mirna. 

"Makasih Tante cantik, semoga Tante banyak lejeki, amiin. Makasih Ya Allah," ucap si bungsu dan di amini Mirna. 

"Amiiin, makasih, adek cantik," balasnya sambil diusap pipinya yang bikin gemes. 

Aku dan suami pun tersenyum. Ada kebanggaan dalam hatiku.

Selalu ada rizqi untuk anakku, raut wajah Nayla terlihat begitu ceria. Tak dapat kupungkiri, hatiku pun begitu bahagia melihatnya yang tersenyum bahagia. 

Lalu Mirna pamit melanjutkan perjalanannya yang tertunda. 

Dengan langkah tegap dan pasti kami melangkahkan kaki melanjutkan perjalanan.

"Alhamdulillah Ya Allah, ternyata Engkau maha besar," syukurku lagi. 

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

"Ma, nasi tinggal sedikit. Tapi Rani sama Indra sudah makan," ujar Rani disaat kami baru pulang. 

"Mbak, Mas, adek punya jajan nih. Ini untuk Mbak dan ini untuk Mas," kata Nayla sambil memberikan jajan buat kakak-kakaknya. 

"Makasih ya, Dek," jawab mereka. 

"Mama mandi dulu ya, Pap," pamitku sambil menggendong Nayla untuk mandi. 

"Iya ma," sahutnya.

*** 

"Pap, gimana ya, besok beras tinggal 3 kaleng, susu juga habis, kita nggak punya apa-apa untuk sayur," keluhku. 

"Coba Mam, wa ke warung dulu. Siapa tau boleh ngutang," saran Suami. 

Aku mengangguk dan mengambil ponselku dalam tas. 

[Buk, maaf saya mau bon dulu beras 2 kg, gula, kopi, sabun sama mie instant.] Aku mengirimkan wa lalu terkirim dan centang biru. 

Ting! 

Notifikasi wa masuk. [Iya Te, datang aja ke warung bawa catatan.] balas nya. 

[Iya Bu, makasih banyak ya Bu.] balasku. 

Si Ibu warung membalas emoticon jempol. 

"Alhamdulillah," ucapku, bersyukur. 

Aku pun segera mengambil secarik kertas dan pulpen untuk mencatat daftar belanja. 

"Gimana Mam, bisa ngutang dulu?" tanya Suami. 

"Iya Pap, boleh." 

"Alhamdulillah," sahutnya. 

"Rani sama Indra ke warung dulu. Ini catatannya," titahku. 

"Mana duitnya, Ma?" tanya Rani. 

"Ngutang dulu Nak, mama udah wa tadi," jawabku. Lalu mereka berangkat. 

"Adek ikut ya Ma," rengek Nayla. 

"Nggak usah sayang, jauh ntar capek," cegahku. 

"Tapi beli pelmen ya Ma." 

"Iya nanti beli permen." 

"Hoolleee!" teriaknya girang. 

Aku pun tersenyum melihat tingkahnya yang menggemaskan. 

"Eh itu si Rani mau kemana Mbak? Pasti mau cari utangan ke warung kan?" tanya Dewi, janda tetangga ujung yang julid seraya memandang sinis ke arah Rani yang berjalan menjauh. 

"Emang kenapa Mbak, kalo aku ngutang? Toh aku nggak kan minta bayarin situ," jawabku ketus. 

"Emang sih nggak minta bayarin aku. Tapi Aku tuh kasihan sama Suaminya Mbak," sahutnya sambil melirik genit kepada suamiku. 

"Ciihh! kenapa juga pake kasihan sama Suamiku, hah!" bentakku, ia seolah menunjukkan simpatinya untuk suamiku dan seolah sengaja membuatku cemburu. 

Suamiku pun begitu terkejut mendengar ucapan Dewi. Lalu dengan wajah tak peduli, ia masuk mengambil wudhu untuk melakukan sholat ashar. 

"Sudah pulang sana. Enggak usah cari-cari perhatian suamiku segala. Urus aja urusanmu sendiri," usirku kepada Dewi, ia membalas tatapanku dengan tajam dan sinis kepadaku, kemudian melangkah menjauh dariku. 

"Awas saja kamu Suci!" ancamnya, ia melangkah semakin jauh, tetapi aku masih jelas mendengar ancamannya. 

"Heii, aku tak takut akan ancaman kamu, sampai dimanapun akan kulayani kamu, sampai aku mati, aku tak akan mundur selangkah pun! Mengerti kamu!" hardikku seraya berdiri hendak mengejarnya, tetapi ia keburu lari mendengar teriakanku dan akan mengejarnya. 

Gelap sekali penglihatanku dalam menahan semua amarahku. 

Aku pun kesal sekali sama kelakuannya. Ku hirup nafas dalam-dalam untuk menghalau emosi. 

Nafasku tersengal, aku duduk untuk menetralkan nafas dan emosiku. 

'Astagfirrullohal 'adzim ada-ada aja," lirihku dalam hati. 

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 60

    60. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Tahun Penuh Kebahagiaan Penulis: Lusia Sudarti Part 60 (part terakhir) "Terima kasih untuk cintamu, untuk Papa Sayang!" Suamiku mengecup pucuk kepalaku, nampak sekali Suamiku begitu bahagia dari caranya menatapku ..."Terimakasih juga atas cinta yang Papa berikan buat Mama Pa! Mama begitu bahagia bisa menjadi bagian dari hidup Papa." "Tetaplah disamping Papa Ma ..." "Sudah larut, tidurlah Pa, sini Mama usap kepala Papa," aku menepuk kedua pahaku, memintanya untuk merebahkan kepalanya di pangkuanku. 'Malam belum terlalu larut saat aku bermimpi, hingga Suamiku membangunkan aku, kini ia terlelap begitu damai dalam pangkuanku! Tuhan ... aku bersyukur atas jodoh yang Engkau tetapkan untukku, yang menemani hidupku di dunia ini, amiinn ..." 🌺🌺🌺🌺🌺🌺Aku memang tidak cantik, tetapi tidak pula jelek, wajahku manis semanis madu. Wkwkwk. Tahun ini adalah tahun penuh kebahagiaan buat keluarga kami.Selama memasuki bulan diawal tahun ini, hid

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 59

    59. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Bermimpi Penulis : Lusia Sudarti Part 59Tak berapa lama, dari jauh terlihat sorot lampu yang menyinari area lokasi dan menerangi mobil dimana aku seorang diri di dalamnya. Sebetulnya di belakang mobil, masih banyak mobil yang antri seperti kami."Ma ..." Tok! Tok! Tok! Aku segera membuka pintu mobil, Suamiku tersenyum manis kepadaku yang duduk dijok stir. "Enggak ada apa-apa kan Ma ...?" tanya-nya sembari naik kedalam mobil. "Iya Pa, tapi tetap aja takut hehehe!" aku terkekeh sembari beralih tempat duduk. "Enggak akan ada yang menggigit, paling juga ada yang mau menculik!" Seloroh Suamiku sambil membuka plastik dan mengeluarkan dua bungkus nasi. "Ini Ma nasinya!" ia menyerahkan satu bungkus nasi dan aku meraihnya.Aku rasanya tak sabar untuk menyantap nasi yang aromanya begitu menggoda indera penciuman. Setelah mencuci tangan dan membaca doa makan, aku dan Suamiku segera menyantap makanan kami dengan lahap. "Alhamdulilah Ya Alla

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 58

    58. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Berangkat Kerja Penulis : Lusia Sudarti Part 58"Terus gimana dengan sekolah Ma?" tanya Rani memecah keheningan "Untuk sementara Mama mau cari tukang ojeg," ucapku kemudian. Mereka semua terdiam mendengar ucapanku.Aku merenungi kehidupanku sekarang! Entahlah semoga ini awal yang baik untuk kami. Doa dan harapan yang tak pernah bosan dan putus kupanjatkan. "Ma, sudah sampai nih!" ujar Suamiku sambil menyentuh punggung tanganku. Aku tergagap karena terkejut, ternyata aku melamun, ia tersenyum melihatku yang terlonjak."Makanya gak usah melamun Ma!" canda Rani, ia bersiap turun dari mobil dan menurunkan semua alat-alat perlengkapan yang kami bawa. "Ayo turun Adek ...!" aku segera menuruni tangga mobil dan meraih Nayla untuk kugendong. Kami disambut hangat oleh keluargaku. Tarmi dan Anaknya, Tarmi seorang janda, Suaminya meninggal dunia tiga tahun lalu, karena menderita stroke.Mereka membantu membawa barang-barang yang kami bawa. "Dek

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 57

    57. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Penulis : Lusia Sudarti Part 57Aduh Mbak, kami belum punya, tetapi jika mau lima ratus dahulu ada nih," ia merogoh uang di saku celananya.Kemudian diberikannya kepadaku. Aku menerima uang dari tangan Bosku itu tanpa semangat! Tetapi aku masih menunjukkan sikap menghargai kepada mereka. Malam ini terasa begitu dingin, kebetulan aku lupa memakai switer, jadi angin malam seolah menusuk kulit hingga tembus tulang sum-sum. "Ayo pulangn Pa." Aku dan Suamiku lemas seketika! Kami sedikit kecewa, bukan sedikit sih ... janji mereka mau melunasi hari ini. Tapi sayangnya mereka masih mengingkarinya. Sedangkan aku dan Suamiku mempunyai janji untuk membayar dulu bunga pinjaman pan4s!Tapi apa boleh buat, yang ada dulu dibayarin, sisanya nanti kalo udah dapat lagi. "Gimana ini Pa, masa iya cuma segini! Kan bingung mau kasih taunya gimana! Sedangkan semua telah menjadi dua juta!" ucapku sedikit kecewa. "Mau gimana lagi Ma, kirim dulu yang ada!" ja

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 56

    56. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Pergantian Tahun Penulis : Lusia Sudarti Part 56"Heii, Mama gak apa-apa kok, udah jangan menangis, kita berdoa aja semoga kita dapat rizqi untuk membayar semuanya," aku memeluk mereka semua.Tak kupungkiri hatikupun sakit tiada terkira.Tetapi aku harus tegar demi mereka. "Mbak mau ngaji gak?" tanyaku seraya melerai pelukan. "Iya Ma ngaji," jawabnya. "Ya udah makan dulu lalu bersiap-siaplah," titahku kepada mereka berdua.Mereka pun mengangguk dan beranjak masuk. Aku menarik nafas dengan berat dan kuhempaskan perlahan.Aku membuka ponselku kembali dan menonton youtube bersama Nayla.Melihat tingkah lucu si kucing dalam video.Nayla tertawa terbahak-bahak hingga mengundang rasa penasaran kedua Kakaknya yang sedang beres-beres sebelum berangkat ngaji. "Hahaha, lihat Ma lucu sekali kucingnya, bisa beldili juga ngomong," teriak Nayla kembali, akupun tertawa melihatnya. "Mana Dek ...!" ujar Rani juga Indra berlari menuju kearahku dan Nay

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 55

    55. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nas Selalu Sakit Hati Penulis : Lusia Sudarti Part 55 Tring! Aku terkejut mendengar suara nyaring dari ponselku. "Tolong antarkan sekarang ..." Aku hanya mengusap dada membaca pesan whatsapp dari Mbak Neni. "Mbak, saya belum gajihan, ada uang baru dapat sisa bayaran dari Kak Andi, tetapi gak cukup untuk bayar bunganya, di rumah saya beras pun gak ada, jadi untuk beli beras dan bahan-bahan masak yang lain karena sudah habis semua," segera aku mengirimkan balasan. Pesan balasanku pun telah dibaca dan dilayar ia sedang mengetik.Tring!"Tapi ini sudah berjalan tiga minggu, jadi gimana? Sedang perjanjian kemarin dua minggu bunganya lima ratus ribu jika meminjam satu juta ..." Aku membaca pesan itu dengan hati gundah gulana, bingung, sedih sekali pastinya.'Entah kenapa tak ada sedikitpun iba pada kami yang sedang betul-betul kesusahan.Untuk makan pun sulit," gumamku dalam hati. Sementara itu dalam kegelisahan aku melangkah masuk kedalam ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status