Share

Bab 2

Author: Lusia Sudarti
last update Last Updated: 2024-07-16 12:11:51

2. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi

Adek pengen pelmen 

Part 2 

Penulis : Lusia Sudarti 

*** 

"Ma, adek lapar sudah belum masaknya?" tanya anakku yang seketika langsung membuyarkan lamunan ini. 

"Iya, sayang, sebentar lagi ya," bujukku sambil kuusap pucuk kepalanya. Kulihat wajahnya sedikit pucat, mungkin terlalu lapar. 

"Kasihan sekali kamu, nak," sekuat tenaga kutahan air mata yang hampir lolos. 

"Adek duduk disini ya," pintaku kepadanya, aku melangkah menuju kesamping bermaksud untuk mengambil kelapa. 

"Iya, Ma," jawabnya, lalu duduk dikursi teras samping. 

"Mama mau kemana?" tanyanya saat melihat aku bangkit. 

"Enggak kemana-mana sayang, Mama mau ngupas kelapa," jawabku sambil mengambil sebuah kelapa yang berada dibawah pohonnya yang terletak disamping rumah. 

"Adek mau airnya Ma, boleh?" tanyanya seraya tersenyum cerah. 

'Ahh sayang, senyummu itu semangat buat Mama," aku membatin. 

"Iya, sayang tapi apa masih manis, kan kelapanya hampir tua," jelasku. 

"Enggak apa-apa, Ma, adek suka, kalo ada kentosnya(isi dalam kelapa jika telah tumbuh) juga ya Ma?" katanya manja, dengan kedua bola mata berbinar. 

"Ya sudah, Mama buka dulu ya, adek jangan deket-deket nanti kena," ujarku kepada Nayla, kemudian ia beranjak dan duduk dikursi. 

Aku tersenyum menatapnya yang dengan sabar menantiku mengupas kelapa.

Tak lama kemudian aku selesai mengupas kulit luarnya dan kulit dalam.

Lalu setelah selesai semua aku pun memarutnya. 

"Ehh mau bikin apa nih, kayaknya sibuk banget?" aku menoleh ke sumber suara, aku kaget melihat Dewi yang telah berdiri didepan rumahku, entah mau kemana dia, atau hanya sekedar kepo mencampuri urusanku. 

"Bikin apa aja, yang penting bisa dimakan?" jawabku sekenanya, lalu fokus kembali mengupas kelapa, aku tak mau meladeninya, dari pada aku sakit hati. 

"Kasiannya, kerja terus tetapi makan aja masih kesusahan," ia berdiri dengan angkuh dan tersenyum sinis kepadaku. 

Aku berhenti mengupas kelapa dan menatapnya dengan hati geram. 

"Apa mau kamu sebenarnya, dan apa pedulimu tentang kehidupan keluargaku? Bisa gak kamu berhenti ikut campur urusan keluargaku, urus aja keluargamu sendiri!" aku berdiri dan menatapnya, hatiku bergejolak dadaku bergemuruh. 

"Santai, gak usah nyolot," sambungnya, dengan kedua tangan terlipat didada. 

"Pergi kamu dari rumahku, gak usah kau pancing emosiku Wi," usirku. 

"Tanpa kamu usir, aku pun akan pulang, takut ketularan miskin kayak kamu," dengan sikap congkaknya ia berlalu dari depan rumahku, berjalan dengan gemulai seolah mencari perhatian. 

Hatiku benar-benar sakit mendengar hinaannya, dongkol, kecewa dan entahlah, tak dapat kulukiskan dengan kata-kata. 

Sejenak aku hanya mampu mengusap dada. 

'Astahfirrullahal azdim," lirihku dalam hati sembari menatap kepergiannya, tak terasa bulir bening menetes dari kelopak mataku.

Kuhapus jejak yang mengalir, agar Nayla tak mengetahuinya. 

Kembali aku meneruskan mengupas kelapa yang kutaruh dibawah.

Dewi telah mengacaukan suasana hatiku. 

Nayla memperhatikanku yang kembali mengupas kelapa. 

"Mama mau bikin bubul ya." 

"Enggak sayang." 

Kelapa parut kuberi sedikit garam dan kuberi sedikit gula yang tersisa.

Kemudian kuaduk bersama nasi yang kebetulan masih hangat.

Kutaruh diatas meja makan. 

Nayla yang sedari tadi menunggu kelihatan tak sabar untuk memakannya. 

"Hooleee! Adek boleh nyicip Ma?" ia tampak girang. 

Aku mengangguk dan tersenyum melihatnya begitu ceria. 

"Ini buat adek," ucapku sambil memberikan sepiring kecil nasi kelapa. 

"Adek cuci tangan dulu, Ma!" katanya sambil berlari untuk mencuci tangan.

Aku begitu bangga, usianya 4 tahun tapi ia begitu cerdas dan paling menonjol diantara teman-teman sebayanya. 

"Eemm, enak sekali ya, Ma," ucapnya sambil mengunyah nasi kelapa dan ada yang loncat keluar dari mulutnya yang penuh. 

Mendengar celotehnya aku tersenyum, tapi batinku menangis. 

Begitu juga kedua anakku yang lain, setelah pulang sekolah mereka langsung menyantap nasi kelapa tadi. 

"Ma, kita makan nasi yang dicampur kelapa ya?" Rani membawa piring yang telah ia isi dengan nasi kelapa, begitu pula dengan Indra. 

"Iya, hanya itulah yang kita punya," ujarku kepada mereka. 

"Iya Ma." 

Tanpa bertanya lebih detail lagi atau pun protes. Mereka menghabiskan nasi kelapa parut dipiring masing-masing. 

Di dalam kesedihanku, aku bersyukur karena Allah memberikan anak-anak yang baik. 

"Ma, nanti kita makan bareng lagi ya," kata si sulung. 

Aku tersentak mendengar ucapan Rani.. 

"Iya, Ma, kan selu," sambung Nayla si bungsu. 

"Tunggu Papa pulang ya, Ma," katanya lagi. 

"Iya, sayang, nanti kita makan bareng lagi," jawabku. 

"Holee! Kita tunggu Papa pulang, telus makan baleng," celotehnya riang.

Aku hanya tersenyum mendengarnya. 

"Nanti kalo dapat duit beli nasi Padang ya, Ma," rengek Rani si sulung. 

"Indra juga mau, Ma," sambung anakku yang kedua. 

"Adek mau beli telpon-telponan lagi ya Ma, kalo dapat duit." 

"Iya, sayang. Kita berdoa ya, semoga kita dapat rejeki dari pekerjaan Papa," jawabku lembut sambil mengusap pucuk rambutnya. 

"Aamiin,"  jawab mereka kompak. 

Tok! 

Tok! 

Tok! 

"Assalamu'alaikum!" 

Terdengar pintu samping diketuk dari luar. 

"Waalaikumsalam, itu Papa pulang!" seruku. 

Dan semua langsung heboh. 

"Papa pulaang!" seru mereka lalu berhambur ke arah dapur membuka pintu. 

"Papa dapat duit?" tanya Nayla. 

"Belum sayang, Papa belum dapat uang," jawab Suamiku. 

"Yaa ... kilain Papa dapat duit, adek mau beli pelmen bola mata," jawabnya lesu. 

"Sabar ya, sayang, besok papa cari lagi," hiburnya, lalu digendongnya si bungsu. 

"Tapi nanti beli pelmen bola mata kalo dapat duit pokoknya," sungutnya sambil cemberut. 

"Iya, sayang, Papa janji. Sekarang adek turun dulu ya, Papa mau mandi." 

"Iya, Pa," jawabnya sambil turun dari gendongan. 

Aku hanya terdiam mendengar mereka ngobrol, sambil menyiapkan air hangat untuk mandi. 

"Mam, makan pake apa anak-anak?" tanyanya sambil duduk istirahat menunggu air hangat. 

"Tadi Mama parutin kelapa Pap, Mama kasih garam dan ada sisa gula sedikit," jawabku pilu. 

"Sabar ya Mam, maafin Papa. Tadi Papa kasbon juga belum dapat." 

Aku hanya mengangguk lemah, sedih sekali rasanya mendengar ucapan dari Suamiku, hatiku betul-betul merasa iba melihatnya.

Jika di amati, ia terlihat begitu kurus. 

'Sabar, sabar, mungkin ini jalan menuju Roma, istilah pepatah," gumamku. 

Sesaat suasana menjadi hening, perasaan berkecamuk. 

Entahlah... 

Harus bagaimana lagi?

Pasrah saja dengan kehidupan ini!

Yang penting sudah berusaha, hasilnya itu rizqi dari Yang Maha Kuasa, entah besar atau pun kecil, kita harus pandai bersyukur. 

"Tadi juga coba cari pinjaman tapi belum ada. Mama juga coba tanya sisa kerjaan kita ke Mbak Siska.

Eeh malah marah-marah, ya sudah berarti belum rizqi kita Pa." 

"Semua habis jadi Mama bikin nasi kelapa. Alhamdulillah mereka makan dengan lahap," lanjutku. 

Suamiku terdiam, lalu menghela napas. 

"Ya udah sabar aja. Papa yakin Allah itu tidak tidur, semoga hari esok lebih baik dari hari ini," tuturnya. 

"Aamiiin," jawabku.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 60

    60. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Tahun Penuh Kebahagiaan Penulis: Lusia Sudarti Part 60 (part terakhir) "Terima kasih untuk cintamu, untuk Papa Sayang!" Suamiku mengecup pucuk kepalaku, nampak sekali Suamiku begitu bahagia dari caranya menatapku ..."Terimakasih juga atas cinta yang Papa berikan buat Mama Pa! Mama begitu bahagia bisa menjadi bagian dari hidup Papa." "Tetaplah disamping Papa Ma ..." "Sudah larut, tidurlah Pa, sini Mama usap kepala Papa," aku menepuk kedua pahaku, memintanya untuk merebahkan kepalanya di pangkuanku. 'Malam belum terlalu larut saat aku bermimpi, hingga Suamiku membangunkan aku, kini ia terlelap begitu damai dalam pangkuanku! Tuhan ... aku bersyukur atas jodoh yang Engkau tetapkan untukku, yang menemani hidupku di dunia ini, amiinn ..." 🌺🌺🌺🌺🌺🌺Aku memang tidak cantik, tetapi tidak pula jelek, wajahku manis semanis madu. Wkwkwk. Tahun ini adalah tahun penuh kebahagiaan buat keluarga kami.Selama memasuki bulan diawal tahun ini, hid

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 59

    59. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Bermimpi Penulis : Lusia Sudarti Part 59Tak berapa lama, dari jauh terlihat sorot lampu yang menyinari area lokasi dan menerangi mobil dimana aku seorang diri di dalamnya. Sebetulnya di belakang mobil, masih banyak mobil yang antri seperti kami."Ma ..." Tok! Tok! Tok! Aku segera membuka pintu mobil, Suamiku tersenyum manis kepadaku yang duduk dijok stir. "Enggak ada apa-apa kan Ma ...?" tanya-nya sembari naik kedalam mobil. "Iya Pa, tapi tetap aja takut hehehe!" aku terkekeh sembari beralih tempat duduk. "Enggak akan ada yang menggigit, paling juga ada yang mau menculik!" Seloroh Suamiku sambil membuka plastik dan mengeluarkan dua bungkus nasi. "Ini Ma nasinya!" ia menyerahkan satu bungkus nasi dan aku meraihnya.Aku rasanya tak sabar untuk menyantap nasi yang aromanya begitu menggoda indera penciuman. Setelah mencuci tangan dan membaca doa makan, aku dan Suamiku segera menyantap makanan kami dengan lahap. "Alhamdulilah Ya Alla

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 58

    58. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Berangkat Kerja Penulis : Lusia Sudarti Part 58"Terus gimana dengan sekolah Ma?" tanya Rani memecah keheningan "Untuk sementara Mama mau cari tukang ojeg," ucapku kemudian. Mereka semua terdiam mendengar ucapanku.Aku merenungi kehidupanku sekarang! Entahlah semoga ini awal yang baik untuk kami. Doa dan harapan yang tak pernah bosan dan putus kupanjatkan. "Ma, sudah sampai nih!" ujar Suamiku sambil menyentuh punggung tanganku. Aku tergagap karena terkejut, ternyata aku melamun, ia tersenyum melihatku yang terlonjak."Makanya gak usah melamun Ma!" canda Rani, ia bersiap turun dari mobil dan menurunkan semua alat-alat perlengkapan yang kami bawa. "Ayo turun Adek ...!" aku segera menuruni tangga mobil dan meraih Nayla untuk kugendong. Kami disambut hangat oleh keluargaku. Tarmi dan Anaknya, Tarmi seorang janda, Suaminya meninggal dunia tiga tahun lalu, karena menderita stroke.Mereka membantu membawa barang-barang yang kami bawa. "Dek

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 57

    57. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Penulis : Lusia Sudarti Part 57Aduh Mbak, kami belum punya, tetapi jika mau lima ratus dahulu ada nih," ia merogoh uang di saku celananya.Kemudian diberikannya kepadaku. Aku menerima uang dari tangan Bosku itu tanpa semangat! Tetapi aku masih menunjukkan sikap menghargai kepada mereka. Malam ini terasa begitu dingin, kebetulan aku lupa memakai switer, jadi angin malam seolah menusuk kulit hingga tembus tulang sum-sum. "Ayo pulangn Pa." Aku dan Suamiku lemas seketika! Kami sedikit kecewa, bukan sedikit sih ... janji mereka mau melunasi hari ini. Tapi sayangnya mereka masih mengingkarinya. Sedangkan aku dan Suamiku mempunyai janji untuk membayar dulu bunga pinjaman pan4s!Tapi apa boleh buat, yang ada dulu dibayarin, sisanya nanti kalo udah dapat lagi. "Gimana ini Pa, masa iya cuma segini! Kan bingung mau kasih taunya gimana! Sedangkan semua telah menjadi dua juta!" ucapku sedikit kecewa. "Mau gimana lagi Ma, kirim dulu yang ada!" ja

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 56

    56. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Pergantian Tahun Penulis : Lusia Sudarti Part 56"Heii, Mama gak apa-apa kok, udah jangan menangis, kita berdoa aja semoga kita dapat rizqi untuk membayar semuanya," aku memeluk mereka semua.Tak kupungkiri hatikupun sakit tiada terkira.Tetapi aku harus tegar demi mereka. "Mbak mau ngaji gak?" tanyaku seraya melerai pelukan. "Iya Ma ngaji," jawabnya. "Ya udah makan dulu lalu bersiap-siaplah," titahku kepada mereka berdua.Mereka pun mengangguk dan beranjak masuk. Aku menarik nafas dengan berat dan kuhempaskan perlahan.Aku membuka ponselku kembali dan menonton youtube bersama Nayla.Melihat tingkah lucu si kucing dalam video.Nayla tertawa terbahak-bahak hingga mengundang rasa penasaran kedua Kakaknya yang sedang beres-beres sebelum berangkat ngaji. "Hahaha, lihat Ma lucu sekali kucingnya, bisa beldili juga ngomong," teriak Nayla kembali, akupun tertawa melihatnya. "Mana Dek ...!" ujar Rani juga Indra berlari menuju kearahku dan Nay

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 55

    55. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nas Selalu Sakit Hati Penulis : Lusia Sudarti Part 55 Tring! Aku terkejut mendengar suara nyaring dari ponselku. "Tolong antarkan sekarang ..." Aku hanya mengusap dada membaca pesan whatsapp dari Mbak Neni. "Mbak, saya belum gajihan, ada uang baru dapat sisa bayaran dari Kak Andi, tetapi gak cukup untuk bayar bunganya, di rumah saya beras pun gak ada, jadi untuk beli beras dan bahan-bahan masak yang lain karena sudah habis semua," segera aku mengirimkan balasan. Pesan balasanku pun telah dibaca dan dilayar ia sedang mengetik.Tring!"Tapi ini sudah berjalan tiga minggu, jadi gimana? Sedang perjanjian kemarin dua minggu bunganya lima ratus ribu jika meminjam satu juta ..." Aku membaca pesan itu dengan hati gundah gulana, bingung, sedih sekali pastinya.'Entah kenapa tak ada sedikitpun iba pada kami yang sedang betul-betul kesusahan.Untuk makan pun sulit," gumamku dalam hati. Sementara itu dalam kegelisahan aku melangkah masuk kedalam ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status