Share

Bab 5 Mantan Pacar

Tak banyak yang tahu kalau Ayla sekolah di SMA Negeri B Tebet karena andil kedua orangtuanya. Sebenarnya nilai ujian Ayla tak mencukupi untuk masuk ke sekolah tersebut. Namun, karena Ayla bersikeras untuk sekolah di sana, mau tak mau, Mama Papanya membantunya untuk masuk lewat “jalur khusus” yaitu jalur perkumpulan orangtua dengan sumbangan pembangunan di luar nominal yang disepakati oleh Dinas Pendidikan.

Tak perlu status kaya atau miskin, yang penting bisa menyediakan sejumlah uang sebagai jaminan sumbangan pembangunan. Nominalnya bervariasi, mulai dari 20 hingga ratusan juta, pihak sekolah bisa menerimanya. Dan siswa yang melewati jalur tersebut akan auto lolos, tanpa melihat nilainya yang mungkin jauh dari sistem perangkingan SMA yang masuk lewat jalur umum.

Selain semua hal itu, ada rahasia lain kenapa Ayla bersikeras masuk ke sekolah ini. Beberapa orang bisa menebaknya dengan benar. Semuanya karena Anton. Anton adalah mantan pacarnya saat SMP, dengan nilainya yang cukup tipis berhasil masuk dan bersekolah di sini.

Anton sendiri, setelah putus dengan Ayla, sebenarnya selalu gagal saat berniat mendekati cewek lain. Selalu saja Ayla menghalangi langkahnya. Entah dia menyebarkan rumor atau dia yang turun langsung menghadapi gebetannya, mempengaruhi mereka agar tidak menghiraukan Anton. Sehingga, Anton bertekad, dia akan mendekati cewek lain yang tidak dikenal Ayla saat nanti SMA. Apalagi SMA ini penuh dengan senioritas, yang pastinya akan membuat Ayla tidak bertingkah seenaknya.

Setidaknya, itulah yang membuat keduanya masih belum move on satu sama lain.

*************************************************************************

Dalam waktu singkat, pengurus kelas 1-3 terbentuk dengan cepat. Gara-gara Praja, Matari didapuk menjadi sekretaris. Praja sendiri, terpilih menjadi wakil ketua kelas, karena kalah dari Dinda, yang sekarang menjadi ketua kelasnya. Namun, karena Praja merasa terpaksa sejak awal, dia terkadang menyuruh Beno atau Hafis untuk menggantikan posisinya. Dinda yang cuma bisa pasrah, akhirnya menurut saja, yang penting tugas mereka beres.

“Eh, istirahat temenin gue dong,” kata Praja ke Matari.

“Ke mana?” tanya Matari.

“Ngumpulin berkas-berkas ekskul. Sama itungin nih, udah semua kumpul belum?”

Matari mendengus.

“Tolong-nya mana?”

“Tolong, Matari yang baik hati….”

Matari menghitung semua lembaran ekskul milik teman-teman sekelasnya. Sudah sesuai jumlah kelas mereka, 40 siswa.

“Sudah lengkap, Bos!”

“Bagus, anak buah. Yuk kita ke ruang guru. Guru mapel Matematika belom dateng kan?”

“Belum sih kayanya. Ya udah ayok!”

Setelah izin ke Dinda, Praja dan Matari berjalan beriringan ke ruang guru. Hampir tiga perempat lembar kertas dibawa seluruhnya oleh Matari. Praja hanya jalan santai disebelahnya membawa beberapa lembar saja.

Malas berdebat, Matari bersenandung menuju ke ruang guru.

“Lagunya Simple Plan ya?” tanya Praja.

Matari hanya mengangguk sambil tetap bersenandung.

“Suka juga lo?”

“Lumayan, dikenalin sama sepupu gue.”

“Eh iya, gue denger sepupu lo sekolah sini juga? Yang mane sih?”

“Sandra namanya, nanti gue tunjukin kalau ketemu.”

“Kelas 1 apa?”

“1-9.”

“Beneran? Cocok kalo gitu!”

“Hah, apaan sih?”

“Nanti lo pura-pura pinjem apa gitu sama sepupu lo ya?”

“Pinjem apaan?”

“Penggaris kek, jangka kek, apalah terserah lo!”

“Emang kenapa?”

“Nanti gue ceritain kenapa.”

Setelah mereka mengumpulkan dokumen ekskul pilihan siswa ke ruang guru, Praja memaksa Matari untuk terus mengikutinya menuju kelas 1-9.

Praja mendorong Matari untuk memanggil Sandra keluar. Kelas 1-9 masih belum ada guru yang datang. Makanya, Matari bisa masuk seenaknya.

“Kenapa lo?” tanya Sandra saat melihat Matari datang bersama seorang cowok bertopi baseball.

Sandra bisa menebak, itu adalah Praja, teman sebelah Matari yang sering diceritakannya di rumah. Meskipun berjerawat, Praja adalah sosok cowok yang good looking. Nggak ganteng sih, tapi style-nya oke juga.

“Eh Pipit duduk di sebelah mana?” tanya Praja sok kenal pada Sandra.

“Pipit?” sahut Sandra.

“Iya, Pipit, yang rambutnya potongan cowok,” jawab Praja.

“Pitaloka maksud lo?” tanya Sandra.

“Iya, Pipit kan panggilannya?” seru Praja lagi.

“Tuh dia, baru kelar dari toilet kayanya,” jawab Sandra sambil menunjuk pintu masuk kelas mereka.

Matari memperhatikan cewek yang ditunjuk Sandra. Pipit atau Pitaloka ini adalah cewek kurus bertubuh setinggi dirinya dan berambut cepak ala-ala pixie models. Wajahnya yang mungil dan manis tampak sempurna dengan giginya yang bertaring lebih panjang dibanding orang lain pada umumnya.

“PRAJAAAA! NGAPAIN LO?” seru Pipit heboh.

“Nih mau pinjem jangka, ya kan, Ri, San?” sahut Praja tergagap.

Matari dan Sandra cuma bengong. Tapi Praja buru-buru mengambil jangka milik Sandra yang ada di atas mejanya untuk menyempurnakan alibinya.

“Oh, gitu, eh guru kita udah deket, buruan balik!” kata Pipit.

Praja dan Matari tak sempat menyudahi percakapan mereka dengan Sandra maupun Pipit dan akhirnya bergegas keluar. Karena terburu-buru, Matari tak sengaja menyenggol bahu seorang cowok berkulit pucat yang terburu-buru masuk ke dalam kelas 1-9.

“Sorry, sorry!” kata Matari dan cowok itu hampir bersamaan.

Namun mereka tak memperpanjang lagi, karena guru kelas 1-9 berikutnya sudah berdiri di depan pintu.

“Eh lo tahu nggak, cowok yang lo tabrak tadi, itu mantannya si Ayla,” kata Praja.

“Oh ya?” tanya Matari kaget.

Kaget karena dua hal. Soal Anton itu sendiri dan satunya lagi, dia tak menyangka Praja banyak tahu soal kehidupan Ayla.

“Namanya Anton. Dulu mereka 1 SMP,” sahut Praja sambil berjalan cepat melewati kelas demi kelas menuju ke kelas 1-3.

Matari menarik napas. Tampaknya yang harus satu sekolah dengan mantan pacar bukan hanya dirinya saja. Ada sedikit rasa simpati yang tumbuh pada Ayla karena mereka senasib.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status