“Aku tau kamu punya uang, Dania. Dua juta bukanlah nominal yang banyak buat kamu. Kenapa kamu sulit sekali untuk memberikan kepada suamimu sendiri?” Hadi terdengar ngotot dan memaksa.
“Tapi buat apa dulu, Mas?” Dania masih ingin mengetahui alasan suaminya meminta uang sebanyak itu. “Aku mau renovasi toko. Kamu jangan banyak tanya lagi, kirim uangnya sekarang, karena aku mau beli alat-alat untuk renovasi,” jelas Hadi yang membuat Dania terdiam sejenak. “Beneran, Mas buat renovasi toko?” Dania menatap serius ke arah suaminya. “Sejak kapan aku bohong sama kamu dan sejak kapan kamu tidak percaya sama aku? Dania, bukankah dari sejak pertama kali menikah, kita sudah komitmen untuk saling percaya? Apa kamu lupa itu?” tutur Hadi lagi panjang lebar yang membuat Dania seolah tak dapat lagi membantah. “Iya, Mas.” Akhirnya wanita itu menunduk patuh. “Ya sudah, sekarang kamu kirim uang dua juta ke rekening aku. Kamu tenang saja, semua yang aku lakukan juga untuk keluarga kita dan semua yang kamu keluarkan akan kembali padamu lagi. Karena aku hanya menafkahi kamu.” Hadi memegang bahu Dania, pria itu mengusap pelan bahu sang istri yang lagi-lagi membuat Dania mengangguk. “Aku tunggu transferannya ya, Sayang.” Hadi mengusap pipi Dania sambil mengulas senyum pada wajah tampannya. “Iya, Mas. Aku transfer sekarang.” Dania mengambil ponselnya, wanita itu segera melakukan transaksi melalui m-banking. “Sudah, Mas. Aku kirim sesuai yang kamu minta.” Dania menunjukkan bukti transaksi pada ponselnya. “Oke, terima kasih, Sayang.” Hadi ikut membuka ponselnya. Pria itu bermain ponsel sebentar, setelah itu ia memasukkan kembali benda canggih tersebut ke dalam tasnya. “Aku mandi dulu!” Hadi menggantungkan tas kerjanya, setelah itu ia masuk ke dalam kamar mandi. Dania merasa heran, kenapa Hadi menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas? Padahal biasanya pria itu menyimpan benda canggih tersenyum di atas laci. Hadi masuk ke dalam kamar mandi dan tak lama kemudian terdengar percikan air yang menandakan sedang ada kegiatan mandi di dalam sana. Dania melangkah dengan perlahan, wanita itu membuka tas kerja Hadi. Entah kenapa, semakin hari kecurigaan terhadap suaminya semakin kuat. Dania menggeledah tas berwarna hitam itu, namun tidak ada hal mencurigakan apapun dari dalam sana. Ia melihat ke arah kamar mandi, takut jika tiba-tiba Hadi keluar dari dalam sana. Dania mengambil ponsel milik suaminya. Di sana ada dua ponsel, yang satu ponsel lama dan yang satu lagi ponsel baru. Dania membuka ponsel lama milik Hadi, ia tahu PIN dari ponsel tersebut. Dania membukanya dan menggeledah isi dari benda canggih tersebut. Masih belum ada hal mencurigakan apapun. Dania kembali memasukkan hp tersebut ke dalam tas, lalu ia mengambil satu hp lagi milik Hadi. Namun, ketika ia akan membukanya, ponsel itu dikunci oleh PIN dan sidik jari. Terdengar suara pintu kamar mandi dibuka yang membuat jantung Dania terasa seperti akan lepas dari tempatnya. Wanita itu kembali memasukkan ponsel tersebut dan melangkah dengan cepat, menjauh dari tas itu. “Kamu kenapa?” tanya Hadi yang baru keluar dari kamar mandi. Pria itu masih mengenakan sehelai handuk yang hanya menutupi sebagian tubuhnya. Hadi menatap intens ke arah Dania yang berdiri dengan wajah tegang. “Aku gak papa, Mas. Aku ambilkan baju buat kamu.” Dania buru-buru berjalan ke arah lemari pakaian untuk mengambilkan baju suaminya. Hadi memperhatikan setiap gerak-gerik Dania, pria itu seolah sedang mencurigai istrinya. Namun, Dania berusaha untuk tetap terlihat biasa saja walaupun ia sempat merasa gugup karena takut ketahuan membuka ponsel suaminya. Setelah selesai berpakaian, Hadi menolak untuk makan malam, pria itu bilang kalau dirinya sudah makan di toko bersama para karyawan. Sehingga malam ini, Dania hanya makan bersama mbok Darmi. Meskipun asisten rumah tangganya itu sudah makan, namun Dania tetap memaksanya untuk makan lagi. Dania masuk ke dalam kamar setelah selesai makan, ia langsung melihat ke arah Hadi yang sudah terlelap. Tumben sekali pria itu tidur cepat. Dania mendekat ke arah ranjang, ia memperhatikan sekitar untuk mencari sesuatu. Dania mencari ponsel Hadi, namun di atas nakas hanya ada satu ponsel saja. Wanita itu kembali berjalan ke arah tas kerja Hadi yang menggantung. Ia segera mengambil ponsel Hadi yang satu lagi. Dania mendekat dengan perlahan ke arah ranjang. Bahkan wanita itu berjalan sambil mengendap-endap. Dania memperhatikan wajah suaminya untuk meyakinkan kalau Hadi sudah benar-benar tidur. Setelah itu, ia memegang jari jempol kanan milik suaminya dan menempelkan pada ponsel Hadi untuk membuka kunci layar. “Alhamdulillah kebuka,” gumamnya pelan, Dania sudah tak sabar ingin segera melihat isi dari ponsel tersebut. Meskipun jantungnya berdebar karena takut menemukan sesuatu yang membuatnya sakit. Yang pertama kali akan dibukanya, ialah sebuah aplikasi hijau yang menjadi tempat untuk bertukar pesan. Dania membuka aplikasi tersebut dengan jantung yang berdebar kencang dan perasa semakin tak karuan.Dania ingin memberikan banyak pertanyaan untuk Disa, namun sepertinya anak itu terlihat ngantuk karena telah minum obat juga. Dania tak ingin mengganggu pasiennya dengan pertanyaan yang mungkin tidak penting. Akhirnya, Dania membiarkan Disa beristirahat karena ia juga harus memeriksa pasien yang lain. Anehnya, dari kemarin Dania tidak bertemu dengan orang tua Disa. Entah mungkin karena kedua orang tua anak itu sedang sibuk atau bagaimana. “Disa istirahat saja ya,” ucap Dania sebelum keluar dari ruangan itu. “Dokter cantik mau kemana?” tanya Disa yang masih menatap ke arah Dania. “Dokter mau memeriksa pasien yang lain,” jawab Dania yang diiringi dengan senyum manis. “Pasien dokter banyak ya?” tanya anak itu yang terdengar lebih ceria. “Iya, pasien dokter kebanyakan anak-anak seperti Disa.” Lagi-lagi Dania menjawab diiringi dengan senyuman. “Wah, asik dong aku kalau keluar pasti banyak teman. Aku bosen disini terus, Dok. Aku mau keluar,” ucap anak itu dengan wajah yang berubah
Tangan Dania bergetar hebat, bahkan ponsel Hadi yang berada di dalam genggamannya hampir terjatuh. Dadanya terasa sesak, ia takut ada kenyataan besar yang menghantamnya setelah ini. Dania takut ada sesuatu diantara Hadi dan juga Lila. Dania akan sangat hancur jika Hadi berani menduakan Dania dengan sepupunya sendiri. Seorang sepupu perempuan yang dulu pernah ia berikan tumpangan hidup di rumahnya itu. Ya, Lila adalah sepupu perempuan Dania, wanita itu juga pernah tinggal di rumahnya beberapa bulan ketika Lila baru lulus sekolah dan bekerja menjadi seorang SPG di daerah Surabaya. Dania meremas ponsel yang digenggamnya. Tak lama kemudian terdengar suara gumaman dari arah ranjang yang membuatnya langsung menoleh. Hadi menggeliat dan berganti posisi. Dania mengambil ponselnya, dengan cepat ia memfoto layar ponsel Hadi yang masih menampilkan bukti transfer ke ATM atas nama Lila. Setelah itu, ia segera mengembalikan ponsel Hadi ke dalam tas, karena takut pemiliknya bangun.
Dania memutuskan untuk pulang ke rumah, karena ia juga merasa lelah setelah seharian bekerja di rumah sakit. Terlebih lagi, hari ini ada beberapa pasien kritis yang ditanganinya. Termasuk anak yang bernama Disa. Sepertinya anak itu akan menginap beberapa hari di rumah sakit, karena kondisinya yang memungkinkan harus tetap rawat inap. Dania tiba di rumah sebelum adzan maghrib berkumandang. Wanita itu segera membersihkan diri dan mengambil wudhu. Ia menunaikan sholat Maghrib seorang diri. Karena sekalipun Hadi ada di sana, pria itu tidak pernah mau diajak sholat berjamaah oleh Dania. Ia juga tidak terlalu mempermasalahkan itu, Dania tak ingin terlalu mengatur suaminya, karena Hadi juga bukan anak kecil. Pria itu sudah bisa berpikir sendiri. Hanya saja, mungkin Hadi belum mendapat hidayah sehingga pria itu jarang mendekatkan diri kepada sang kuasa. Sekitar pukul delapan malam, Hadi baru tiba di rumah. Dania segera menyambut kedatangan suaminya seperti biasa. Ia juga menawari Ha
Dania menjalankan mobilnya dengan cepat, ia ingin mengetahui keberadaan Hadi. Kemana perginya Hadi dari semalam? Tidak mungkin pria itu pergi tanpa tujuan. Jika tujuannya baik, kenapa juga Hadi sampai tidak izin padanya. Saat ini, Dania tak tahu dimana keberadaan suaminya. Karena Hadi juga tak dapat ia hubungi. Wanita itu sengaja berangkat lebih pagi, karena ia akan datang ke sebuah tempat sebelum ia ke rumah sakit. Dania datang ke toko terlebih dahulu. Meskipun jaraknya cukup jauh, tapi ia tetap pergi ke tempat itu untuk mencari keberadaan Hadi. Setelah tiba di toko, Dania segera turun dari mobil dan berjalan dengan cepat. Toko oleh-oleh khas Surabaya miliknya itu baru buka sebagian. Dania yakin yang berada di sana baru sebagian karyawan saja. “Selamat pagi, Bu!” sapa seorang karyawan wanita yang menyambut kedatangannya di depan pintu. Mereka tahu itu adalah pemilik toko tersebut. Oleh karenanya mereka memberikan sambutan hangat. “Pagi, apa Bapak ada di sini?” tanya Dan
Dania membuka WhatsApp di hp Hadi, fokusnya langsung kepada pesan teratas dari kontak yang bernama Imron. “Imron siapa ya?” gumam Dania dengan wajah bingung. Namun, jari jempolnya segera mengklik pesan dari kontak tersebut. (Makasih ya, Mas transferannya)Dania mengerutkan kening, ia tidak bisa membaca pesan teratas karena telah dihapus. Ia juga mengecek foto profil kontak tersebut. Itu hanya foto pemandangan saja, tidak ada gambar orang atau apapun. Dania berusaha menebak, ia rasa tidak ada teman Hadi yang bernama Imron. Terus kenapa orang itu bilang terima kasih atas transferan. Berarti Hadi telah melakukan transaksi untuk orang tersebut. Dania kembali dipukul banyak pertanyaan, transaksi untuk apa dan nominalnya berapa? Padahal, tadi sore pria itu meminta uang dua juta untuk renovasi toko, lalu uang apa yang Hadi kirim untuk orang bernama Imron itu? Dania terdiam cukup lama, sampai ia teringat sesuatu. Di hp itu juga ada m-banking, Dania berniat untuk mengeceknya. Ia
“Aku tau kamu punya uang, Dania. Dua juta bukanlah nominal yang banyak buat kamu. Kenapa kamu sulit sekali untuk memberikan kepada suamimu sendiri?” Hadi terdengar ngotot dan memaksa. “Tapi buat apa dulu, Mas?” Dania masih ingin mengetahui alasan suaminya meminta uang sebanyak itu. “Aku mau renovasi toko. Kamu jangan banyak tanya lagi, kirim uangnya sekarang, karena aku mau beli alat-alat untuk renovasi,” jelas Hadi yang membuat Dania terdiam sejenak. “Beneran, Mas buat renovasi toko?” Dania menatap serius ke arah suaminya. “Sejak kapan aku bohong sama kamu dan sejak kapan kamu tidak percaya sama aku? Dania, bukankah dari sejak pertama kali menikah, kita sudah komitmen untuk saling percaya? Apa kamu lupa itu?” tutur Hadi lagi panjang lebar yang membuat Dania seolah tak dapat lagi membantah. “Iya, Mas.” Akhirnya wanita itu menunduk patuh. “Ya sudah, sekarang kamu kirim uang dua juta ke rekening aku. Kamu tenang saja, semua yang aku lakukan juga untuk keluarga kita dan semua yang