David yang baru pulang begitu terkejut melihat putranya datang. Tidak biasanya Peter datang berkunjung kalau memang tidak ada kepentingan yang mendesak. Putra kedua dari pasangan David dan Jane itu memang sudah terbiasa hidup sendiri sejak terjun ke dunia bisnis."Tumben?" tanya David singkat.Peter yang sebenarnya baru sampai dan belum sempat mengobrol dengan ibu, segera menoleh ke arah ayah. "Ibu membuatku khawatir."David mengerutkan dahi lalu meletakkan tas kerjanya di atas meja dan kemudian duduk di samping sang istri yang tersenyum tipis."Apa yang terjadi?" tanya David."Tadi dompetku hilang saat belanja di mall," ujar Jane masih memasang wajah panik meskipun dompetnya sudah kembali."Kok bisa?" sahut David. "Lalu sekarang bagaimana?"Jane kembali tersenyum dan menatap dua orang kesayangannya itu bergantian. Mereka pasti juga ikut panik."Tenang saja, dompetnya sudah ketemu," kata Jane. "Kekasihmu yang menemukannya.""Kekasihku?" Peter mengerutkan dahi dan sejenak nampak berpik
Saat sudah benar-benar sendirian di dalam kamar, Stela segera memakai kembali bajunya. Seringaian puas yang tadi terpancar saat di hadapan Emma, kini sudah lenyap tak bersisa. Kini yang terlihat wajah murung dan nanar pada kedua bola matanya yang cantik. Stela memeluk tubuhnya sendiri dan tak berasa, air mata mulai turun membasahi pipi."Aku istrinya, tapi kenapa harus sampai begini?" sesal Stela. "Bersentuhan dengan sang suami saja begitu susah, dan aku harus merias diriku dulu. Begitu jelekkah aku sekarang."Ruang senyap yang dingin karena pendingin ruangan, membuat raga ini terasa semakin rapuh. Tulang-belulang seolah retak dan patah seperti hatinya saat iniStela kini menarik napas dalam-dalam dan mendongak menatap langit-langit. "Aku harus bangkit. Aku kuat dan bisa!" Setidaknya menyemangati diri sedikit ada gunanya.Malam semakin larut, Stela pun mulai memejamkan mata dan tertidur tanpa sebuah mimpi.Pagi hari menjelang, sinar matahari mulai menembus tirai hingga menyorot wajah
"Ibu, ada apa? Kenapa melongo begitu? Di mana Stela?" Alex celingukan dan terheran-heran melihat ibunya yang melamun."Istrimu sungguh kurang ajar!" maki May saat sudah duduk. "Dia berani melawan ibu."Alex ikut duduk dan meletakkan tas kerjanya di kursi kosong di sampingnya. "Apa yang terjadi?"May berdecak dan memutar badan menghadap ke arah Alex. "Dia sudah membantah ibu. Di sangat tidak sopan sekarang."Alex menghela napas. "Bagaimana Stela tidak melawan ibu, kalau setiap hari ibu judes padanya. Coba ibu lembut lagi seperti dulu."May mendecih lalu memutar badan lagi. Kali ini menghadap meja dengan kedua tangan terlipat di atasnya. "Seperti kau sendiri tidak keras padanya. Kau juga begitu, tahu."Alex tidak mengelak sama sekali apa yang dikatakan ibunya. Alex mengakui kalau akhir-akhir ini sikap dirinya memang buruk terhadap Stela. Semua itu mungkin karena Alex sudah membuat Stela kecewa. Namun, melihat perubahan Stela saat ini, Alex malah merasa yakin kalau Stela tidak mau
Setelah mengantar Stela pulang, Chloe langsung menuju rumah Peter. Ada banyak pertanyaan yang harus ia lontarkan pada adik laki-lakinya itu. Baru saja turun dari mobil, Chloe melihat Peter keluar dari dalam rumah mengenakan hodie tebal dengan tudung menutup kepala."Kau mau kemana?" Chloe beranjak menghampiri Peter."Lho, kau di sini?" pekik Peter.Chloe mengangguk. "Aku tanya, kau mau ke mana?""Ada urusan. Kalau kau tidur di sini, masuk saja sana!" kata Peter saat sudah membuka pintu mobil.Grep! Chloe mendorong pintu mobil hingga tertutup kembali. "Kita harus bicara."Peter berdecak dan mengusap wajah. "Ada apa lagi sih!""Masuk saya dulu, ayo!" Chloe memaksa Peter supaya masuk ke dalam rumah lagi. Mendorong tubuh Peter dengan kuat dan akhirnya sampai di ruang tamu.Peter pasrah dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Kakinya menyilang dan satu tangannya menyiku pada sandaran sofa untuk menyangga kepala, di sampingnya, Chloe juga sudah duduk."Ada apa?" ketus Peter.Chlo
Stela dan kakeknya berpindah ngobrol di taman belakang usai makan malam. Memakai mantel tebal, keduanya duduk pada kursi besi dengan satu meja di antara mereka. Dua cangkir teh hangat sudah di atas meja, ditambah sepiring biskuit. Suasana malam pun terasa sejuk, tapi juga hangat meski hawa dingin sesekali meniup mereka."Jadi, ucapan kakek dulu benar 'kan?" Bill bertanya usai menelan biskuit yang sudah dikunyahnya beberapa saat.Stela yang tengah memandangi lampu taman di bawah pohon cemara, mengangguk mengiyakan."Dia selingkuh, Kek. Dia tega menduakan aku." Stela kini menatap sendu ke arah sang kakek, mengadu bahwa hatinya sedang hancur."Kakek sudah tahu.""Sungguh?" Stela membelalak. "Dari mana kakek tahu?"Bill tersenyum bukan tanda senang melihat Stela sedih, melainkan menunjukkan kalau dirinya masih peduli."Kau pikir kakek tidak memantaumu? Dari ujung sana, kakek selalu memperhatikanmu. Bagaimana kesedihan dan masalahmu, semua kakek tahu."Stela merengut dan menggembun
"Itu mobil Peter," kata Stela begitu mendapati sebuah mobil yang berada di tempat parkir bagian paling depan.Stela melajukan motornya dan berhenti tepat di samping mobil Peter. Setelah itu Stela turun dari motornya dan melepas helm. Toleh kanan kiri, Stela lebih dulu menyapu pandangan ke sekitar. Suasananya begitu sunyi dan sepi. Namun, beberapa mobil dan motor masih terparkir rapi berjejeran. Mungkin semua pemiliknya masih berada di dalam."Di mana Peter?" Stela celingukan. Ingin coba menelpon, ternyata ponsel Stela lupa terbawa saat dirinya sedang mengambil kunci motor yang ada di gantungan. Ponsel itu tergeletak di atas meja di dekat lemari besar."Sial! Aku melupakan ponselku!" umpat Stela sambil berdecak.Sekali lagi melihat ke sekeliling, Stela berjalan menghampiri mobil Peter. Stela mencondongkan badan, lalu menempelkan kedua tangan dengan wajah tengahnya lalu mengintip suasana di dalam mobil.Melihat jok depan tidak ada siapa pun, tapi terlihat kunci mobil menancap pada
Hampir satu jam Stela akhirnya sampai di rumah. Karena tidak ingin keluarganya tahu kalau dirinya keluar rumah, Stela meminta Glen menurunkannya di jalanan kompleks saja. Soal motor, tak lama kemudian Tomy muncul karena memang mengikuti di belakang.Meski jarak cukup jauh, Stela terpaksa mendorong motornya hingga sampai di halaman rumah.Stela memarkirkan motor ayahnya di garasi lalu merogoh kunci pintu dan bergegas masuk ke dalam rumah."Tidak ada yang tahu aku pergi," gumam Stela.Dalam suasana remang-remang di dalam rumah, Stela melangkah mengendap-endap supaya langkah kakinya tidak terdengar. Rasa kantuk yang ia tahan dan tidurnya yang tertunda, kini sudah bisa terempaskan di atas kasur. Saking ngantuknya, Stela sampai lupa melepas alas kaki karena langsung ambruk begitu saja di atas ranjang.Keesokan paginya, Peter sudah bangun dengan keadaan normal. Kepalanya sudah tidak pening lagi. Hanya tinggal badannya yang mendadak terasa pegal-pegal. Masih duduk bersandar di atas ranj
Ketika Alex dan Emma sudah berangkat, Stela yang masih menikmati sisa roti bakarnya tengah dipandang tajam oleh dua orang yang tengah duduk berdampingan dengan kursi terpisah. Mereka berdua menatap sengit, tapi juga ada rasa penasaran"Hei, Stela!" panggil Angela sambil mengacungkan pisau yang ia gunakan untuk mengiris roti.Stela mendongak dan hanya menaikkan satu alisnya."Ada apa denganmu?""Iya, ada apa denganmu?" sambung May. "Apa kau kerasukan makhluk halus?"Stela mengerutkan dahi tidak paham. "Apa maksud kalian?"Angela berdecak sembari meletakkan pisau di atas piring, lantas ia memiringkan kepala menatap Stela. "Aku tahu kau tidak suka dengan hubungan Alex dan Emma, aku juga tahu kau marah. Aku hanya heran kau jadi bersikap biasa."Stela mengatupkan bibir membentuk garis lurus. Ia sedang menahan tawa ketika melihat raut aneh pada wajah dua wanita di hadapannya itu. Masih ditatap oleh mereka, Stela terdengar berdehem sambil mendaratkan kedua tangan terlipat di atas meja