Pagi ini kondisi Chicago Lakeshore Hospital dipadati oleh mobil polisi karena kejadian semalam. Lusiana masih tak bisa membuka mulutnya, bibirnya sangat sulit terbuka untuk menceritakan apa yang terjadi semalam. Franco mengantar Lusiana pulang agar ia bisa menenangkan dirinya. Selama di perjalanan, Lusiana tidak mengatakan apapun. Matanya terus menatap ke arah jalan dengan wajah ketakutan. Franco yang merasa khawatir pada Lusiana pun memutuskan untuk berbicara pada Holland mengenai Lusiana yang tidak perlu ikut dalam misi kali ini.
Setiba nya mereka di depan rumah Lusiana, wanita itu menghambur masuk tanpa berkata apapun. Lusiana hanya menganggukan kepalanya entah bermaksud apa. Franco mengemudikan Mercedes-Benz ya menuju Departemen Kepolisian Chicago. Ia sedikit menambah kecepatannya saat waktu hampir menunjukan waktu patroli pertama nya di Chicago.
Tak perlu waktu lama, ia sudah tiba di depan bangunan tersebut. Ia melihat Holland di luar gedung bersama Tim SWAT. Franco pun segera keluar dari mobilnya untuk menghampiri Holland.
"Maaf saya terlambat, pak. Saya ingin memberi sedikit laporan terkait kejadian semalam di Hospital Lakeshore Chicago." Ujar Franco kepada Holland di sertai penghormatan.
Holland mengangguk. "Informasi apa yang kamu dapatkan dari lokasi kejadian?"
Franco memberikan sebuah cokelat kepada Holland. Holland menatap coklat itu penuh tanda tanya. Tatapan bingung itu beralih kepada Franco.
"Itu satu satunya barang bukti yang di tinggalkan korban." Ujar Franco.
Holland tertawa pelan. "Saya mengira, kamu memberi cokelat karena merasa bersalah telah membuat saya menunggu."
Franco ikut tertawa pelan, kemudian ia menghentikan tawa nya. "Sebenarnya, Lusiana satu satunya saksi yang berada di tempat kejadian. Bahkan Lusiana berhadapan langsung dengan pelaku tersebut."
Ekspresi Holland mendadak berubah menjadi tegang. "Apa putri ku baik baik saja?"
Franco mengangguk, hal itu membuat Holland mengelus dada nya.
"Untuk sementara waktu Lusiana tidak bisa ikut dalam misi kita sampai kondisi nya kembali stabil." Ujar Franco.
Holland mengerti, ia juga tidak ingin putri tunggalnya berada dalam bahaya. Kemudian Holland memerintahkah Franco bersama Tim SWAT untuk kembali menyapu daerah sekitar Chicago Lakeshore Hospital untuk mencari barang atau jejak yang ditinggalkan oleh sang pelaku. Setelah selesai memberi komando, Franco dan Tim SWAT pergi meninggalkan Departemen Kepolisian untuk segera menjalankan tugas mereka.
~~~
Jason menggotong tubuh tak bernyawa yang tergeletak di depan rumahnya. Ia tidak mengenali mayat tersebut karena tidak di temukan kartu identitas apapun. Jason mau tak mau membawa mayat tersebut masuk ke dalam rumahnya. Sesampainya di dalam rumah, Jason di sambut ekspresi terkejut dari anak asuh nya.
"Paman, apa kau membunuh orang?" Tanya Han.
Mata nya seperti hendak melompat keluar saat melihat mayat tersebut. Tidak ada jawaban apapun dari Jason. Han pun mengekori Jason yang membawa jasad tersebut menuju ruang bawah tanah. Suasana lorong yang mencekam membuat Han reflek meremas kemeja Jason.
"Hei, laki laki tidak boleh penakut." Ujar Jason sambil menoleh ke arah bocah di belakangnya.
Han menyapukan pandangannya ke setiap sudut lorong. "Aku merasa berada di film horor."
Jason menggelengkan kepalanya. Ia pun melanjutkan langkahnya menuju pintu yang berada di ujung lorong. Pintu itu berwarna merah tua menambah kesan misterius tentang apa yang ada di dalam nya. Jason menurunkan mayat yang ia gotong sedari tadi. Ia menempelkan ibu jarinya pada fingerprint yang ada di pintu tersebut.
"Paman, apa aku boleh ikut masuk?" Tanya Han.
Jason mengangguk. "Silakan, tapi pastikan untuk tidak mengotori ruangan ini."
Han mengangguk, lalu pintu misterius itu pun terbuka. Jason memasuki ruangan tersebut diiringi oleh Han yang menatap horor seisi ruangan tersebut.
Kosong.
Ruangan tersebut tidak berisi apa pun, hanya beberapa bangkai tikus yang sudah membusuk. Han mengira Jason menyembunyikan mayat atau sejenisnya di dalam ruangan tersebut. Mengingat ketatnya keamanan pada ruangan tersebut. Han mengelus dadanya merasa lega karena Jason tidak seperti perkiraannya.
"Kau pasti berpikir bahwa aku menyembunyikan mayat disini?" Tanya Jason.
Han menarik sudut bibirnya. "Maafkan aku paman."
Jason mencebikkan bibirnya. Kemudian ia menggiring Han untuk keluar. Saat Han sudah keluar, ia pun menutup pintu tersebut. Terdengar suara teriakan dari Han yang berada di luar ruangan tersebut, tapi Jason tak menghiraukannya. Jason menekan sebuah tombol yang ada di lantai. Tiba-tiba lantai tersebut terbuka dan menampakan tangga yang menuju ke bawah. Jason melangkahkan kakinya sambil menyeret mayat yang ia temukan di luar rumahnya.
"Pa-paman.." panggil salah satu anak berkostum kupu-kupu.
Jason tersenyum. "Selamat pagi, anak-anak ku."
Anak-anak itu meringkuk ketakutan saat melihat senyum Jason, apalagi dengan tangan yang menyeret mayat. Jason mendekati anak anak tersebut dan mengeluarkan suntikan. Jason memang mempunyai rutinitas untuk menyuntikan vitamin ke tubuh para korbannya. Walaupun anak-anak tersebut hidup dalam kurungan, tapi Jason tidak pernah lalai dalam memberikan makanan, minuman, bahkan vitamin.
Sejak Jason memindahkan mereka ke ruangan tersebut, Jason melepaskan rantai dan melepas jahitan mulut mereka. Tapi yang lebih buruk, mereka di jahit bersama kostum yang mereka gunakan. Awalnya mereka mengalami pendarahan hebat hingga salah satunya tewas. Namun kedua anak tersebut ternyata cukup kuat menahan pendarahan tersebut dan hidup sebagai monster yang terkurung di kostum lucu. Bahkan mereka memakan mayat temannya sendiri sampai hanya menyisakan kepalanya.
"Pa..man.. kakak yang di dalam sana.. berteriak histeris sejak semalam." Ujar salah satu anak berkostum kelinci.
Jason menunjuk sebuah pintu yang di lapisi besi. "Kakak yang di dalam situ?"
Anak tersebut mengangguk. Jason pun melangkah perlahan menuju pintu tersebut. Jason menempelkan ibu jari nya pada fingerprint yang ada di pintu tersebut. Jason memang memasang fingerprint untuk keamanan di ruangan tersebut. Saat pintu terbuka, Jason hanya melihat kegelapan. Lampu yang semula berwarna merah, kini sudah padam. Entah di rusak atau memang rusak.
"Halo." Sapa Jason.
Tak ada jawaban. Jason pun memutuskan untuk menggunakan senter yang ada di ponselnya. Ia dapat melihat sesosok pria berkostum naga tergeletak di lantai. Darah mengalir dari hidung dan telinga nya. Jason segera menghambur ke arah sosok tersebut. Jason memeriksa denyut nadi dan jantung sosok tersebut, denyut nya masih terasa normal.
Jason mengguncang tubuh sosok yang sudah melemah tersebut.
"Ryan? Kau bisa mendengarku?"
~~~
Lusiana terbangun dari tidurnya tepat pukul 12 siang. Ia mengerjapkan mata nya berulang kali, hingga ia tersadar berada di kamarnya.
"Aishh.. Kepala ku.." Gumam Lusiana.
Lusiana bangkit dari kasurnya dan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa sangat lengket. Lusiana tinggal seorang diri di rumah yang cukup luas tersebut. Awalnya ia tinggal bersama ayahnya, namun sang ayah harus menetap di kantor karena kelompok mafia di kota tersebut tengah mengincar nyawa nya. Ayahnya yang terkenal suka ikut campur memang seringkali menempatkan nyawa nya dalam bahaya. Namun ayahnya hanya menanggapi dengan santai.
Pluk.
Lusiana reflek menundukan kepalanya saat terdengar ada sesuatu yang jatuh. Tubuh Lusiana sukses menghantam lantai saat ia menemukan sebuah permen cokelat di hadapannya. Lusiana membuang cokelat tersebut melalui jendela. Kemudian ia bergegas menuju pintu untuk menguncinya. Lusiana menutup semua jalur keluar masuk dirumahnya. Bahkan ia menutup cerobong asapnya dengan kursi.
Lusiana menjatuhkan tubuhnya di sofa. Ia menarik nafas dalam dalam dan menghembuskannya. Jantungnya berdegup tak karuan hingga hampir membuatnya nyaris tak bisa bernafas. Kini ia sudah sedikit bisa bernafas dengan tenang. Ia sudah menutup semua jalur masuk yang ada dirumahnya.
Setelah cukup lama beristirahat di sofa kesayangannya, Lusiana pun kembali masuk ke dalam kamarnya. Hanya di sana lah tempat teramannya saat ini. Lusiana mengunci pintu kamarnya dan menahannya dengan lemari buku. Mungkin terkesan berlebihan, tapi Lusiana memaku jendelanya. Ia juga menutup pagar besi di jendela nya yang setelah lama tidak di pakai.
"I'm going crazy!!" Pekik Lusiana.
Lusiana pun kembali merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk. Matanya dengan mudah terpejam mungkin karena terlalu cemas hingga membuatnya merasa sangat lelah. Namun Lusiana tidak menyadari sesuatu. Terlihat sepasang mata di bawah kasurnya. Sosok tersebut keluar dari persembunyiannya. Sosok tersebut memakai gaun lebar dan rambut panjang yang terurai.
"Terpejamlah selama nya, dokter."
To be continue...Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean
Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it
Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"
Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut."Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 
Sudah lebih dari 5 menit tapi Franco masih terlalu jauh untuk mencapai tangga. Waktu sudah menunjukan pukul 3 p.m. Jason merasakan perutnya terasa sakit. Ia sama sekali belum memakan apapun selama pulang dari rumah sakit. Jason pun berjalan melewati Franco yang masih berusaha melarikan diri dengan cara melata seperti ular. Jason menghembuskan nafasnya pelan saat berada di samping Franco. Kemudian ia segera menaiki anak tangga itu dengan cepat meninggalkan Franco di ruang bawah tanah itu bersama anggota tim alpha yang sudah tewas.Jason keluar dari pintu yang ada di belakang kulkas. Ia segera menghampiri Lusiana yang sedang berdiri memandangi lantai yang bolong. Jason tersenyum manis pada Lusiana, namun Lusiana hanya menatapnya sekilas."Maafkan aku." Ujar Jason.Lusiana mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"Jason menarik sudut bibirnya. "Aku tak menjawab pertanyaan itu. Sekarang
Franco dan tim alpha yang baru masuk ke rumah Holland itu pun terkejut setelah menonton siaran ulang. Mereka yang mengira Walikota berada disini pun akhirnya memilih untuk segera pergi ke rumah Jason. Tujuan utama mereka hanyalah menyelamatkan Walikota. Jean dan Tangan Kanan yang semula panik kini mulai bisa menghembuskan nafasnya dengan lega. Franco dan tim alpha itu sudah pergi dari rumah tersebut. Seandainya tidak ada siaran langsung itu, mungkin Franco dan tim alpha akan memeriksa bangunan tersebut. Lalu mereka akan menemukan ketiga orang yang sudah di bunuh oleh Jason.Diluar gedung, Franco bersama tim alpha itu sedang menyusun strategi. Mereka harus menyelamatkan Walikota dan menangkap Jason. Franco mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari sakunya. Lalu Franco menggambarkan sesuatu."Kita semua ada 8 orang, kita akan bagi menjadi 4 kelompok. Aku akan datang dari arah gerbang depan. Lalu kelompok 2 dan 3 akan masuk lewat