Home / Thriller / Shadow / 07. Musuh dalam selimut

Share

07. Musuh dalam selimut

Author: Fit
last update Last Updated: 2021-02-25 19:20:38

Lusiana membuka mata nya, namun ia hanya mendapati kegelapan. Ia juga kesulitan bernafas karena oksigen yang terbatas. Ia menyadari bahwa tubuhnya terikat dalam posisi duduk dan kepalanya berada di dalam plastik berwarna hitam. Ia dapat mencium bau cokelat dari plastik tersebut. Lusiana mencoba untuk membuka ikatan di tangannya. Namun ia mendengar suara langkah yang makin mendekat.

"Sudah ku bilang, anak itu bodoh."

Lusiana dapat mendengar suara wanita yang terdengar sedang menelepon seseorang karena tak terdengar suara siapapun selain dirinya.

"Tidak, ayah pasti akan membunuhku jika ia tau aku menculik seorang dokter."

Wanita tersebut tertawa, entah menertawakan apa bersama orang di seberang sana.

"Aku menculik dokter Lusiana. Wajahnya sangat manis, apakah darahnya juga manis seperti cokelat?"

Lusiana menelan saliva nya dengan susah payah. Keringat dingin mulai mengalir dari dahi nya. Lusiana merasakan sosok itu mulai mendekati nya. Ia pun memejamkan matanya berpura pura masih belum dasar. Tak lama kemudian, plastik yang membungkus kepala Lusiana terbuka. Ia dapat merasakannya saat pandangan yang semula gelap mulai sedikit warna karena terpapar sinar dari lampu disekitarnya.

"Hei dokter, bangunlah!" Seru sosok tersebut.

Lusiana masih terus memejamkan matanya. Sosok itu pun menarik salah satu kursi dan duduk tepat di hadapan Lusiana.

"Buka matamu. Aku tahu kau sudah sadar." Ujar sosok tersebut.

Lusiana pun perlahan membuka matanya. Pandangannya buram karena terlalu lama menutup matanya. Lusiana mengerjap hingga pandangannya menjadi jernih. Ia dapat melihat sosok wanita yang cantik. Sangat cantik hingga ia tidak menyangka bahwa wanita tersebut adalah sosok yang ia temui di rumah sakit saat kejadian pada malam itu.

Wanita itu tersenyum lebar. "Apa kabar, dokter Lusiana? Kau tidak sadarkan diri selama tiga jam."

Lusiana masih terus merapatkan mulutnya tanpa berniat menjawab.

"Aku Xenovia Cornels. Sosok yang kau cari selama ini. Maafkan aku karena telah menyusahkanmu. Aku akan menyerahkan diriku karena aksi ku sudah terlihat oleh mu." Lanjut Xenovia.

Xenovia meraih ponsel dari sakunya dan menunjukan sebuah foto. "Aku tidak suka aksi ku terlihat orang lain."

Lusiana melihat sosok yang ia kenal di dalam foto tersebut. Ia adalah sosok penjaga ruang jenazah yang di bawa oleh wanita misterius.

Lusiana menatap Xenovia dengan wajah marah. "Kau.. kau.. membunuhnya?"

Xenovia menggeleng. "Mmm.. No. Aku tidak membunuh laki laki tua yang sudah tidak berdaya seperti itu."

Kemudian Xenovia menggeser layar ponselnya. Menampakan sosok wanita mengenakan Cartwheel Hat yang tengah membedah perut pria penjaga ruang jenazah. Kemudian Xenovia menggesernya lagi, wanita di foto nampak tengah memasukan coklat yang telah di lelehkan ke dalam perut pria tersebut. Xenovia lagi lagi menggeser layarnya. Namun foto kali ini mampu membuat Lusiana memuntahkan isi perutnya. Di dalam foto tersebut terlihat wanita itu tengah memakan coklat yang berada di dalam perut pria tersebut. Coklat bercampur darah? Umm.. pasti terasa sangat nikmat.

"Kejam!" Pekik Lusiana.

Xenovia mengangguk setuju. "Yap. Sekarang wanita di dalam foto itu menginginkan dirimu. Apa yang harus aku lakukan?"

Lusiana merasakan tubuhnya melemas. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Xenovia berjalan ke belakang Lusiana. Kemudian wanita itu berbisik.

"Mati di tanganku lebih menyenangkan dari pada mati di tangannya, dokter."

~~~

Tepat pukul 8 malam di San Fransisco, suasana sedang memanas. Sudah lebih dari delapan orang lansia di sekitar Howard Street tewas dengan mengenaskan. Lion selaku kepala kepolisian merasa tidak tenang, ditambah warga sudah mulai mendesaknya dengan beberapa laporan yang sangat serius. Bahkan beberapa dari mereka melaporkan bahwa pembunuh tersebut kini mulai bergerak ke arah jalan Castro Street. Lion pun mau tak mau memaksa tim investigasi untuk menyisir kawasan Castro Street di pimpin oleh Maxim Leargo yang baru saja kembali dari tugasnya di kota Washington Dc.

"Selamat malam, Sir." Ujar Max sambil membuka pintu.

Lion mengangguk. "Ya, silakan masuk."

Max duduk di kursi yang telah di sediakan. Wajah Lion nampak sangat kacau saat ini. Bawah matanya sudah menghitam, bibir yang pucat dan rambut yang acak acakan.

"Apa tidak ada waktu untuk merapihkan diri?" Tanya Max.

Lion hanya menggeleng. "Sulit. Banyak sekali laporan yang datang dari warga sekitar."

Max mengangguk. "Bagaimana kinerja Jean selama di Howard Street?"

Lion menghela nafasnya. Ia tak bisa mengatakan apapun karena nyatanya memang masih belum ada kinerja yang terlihat. Selama mereka berpatroli di Howard Street, pembunuhan tetap saja terjadi. Bahkan salah satu anggota kepolisian ikut tewas dengan mengenaskan.

"Bukankah kita harus melibatkan Tim SWAT untuk kasus kali ini?" Tanya Max

"Tim SWAT saat ini tengah di tugaskan di kota Chicago." Jawab Lion.

Max mengernyitkan dahinya. Mengapa tim SWAT di kirim ke kota Chicago jika pembunuhnya berada di San Fransisco. Sepertinya ada kesalahan dalam pemberian tugas tersebut.

"Bagaimana jika aku memerintahkan tim SWAT untuk kembali, lalu aku akan bertukar ke kota Chicago?" Ujar Max.

Lion meng-iyakan saran dari Max. Namun baru saja Max ingin menghubungi Franco, mereka melihat sesuatu di saluran berita. Terjadi penyusupan di Chicago Lakeshore Hospital pada kemarin malam. Lion menyadari bahwa rumah sakit tersebut adalah tempat dimana dokter Lusiana berada. Franco dan Tim SWAT terlihat di layar televisi. Mereka nampak tengah melakukan investigasi di kawasan tersebut. Hal itu tentu saja tidak memungkinkan untuk memanggil mereka kembali ke San Fransisco.

Akhirnya Max pun menerima tugas untuk menyisir kawasan Castro Street. Max meninggalkan ruangan tersebut saat Lion sudah menjelaskan tugasnya.

~~~

"To..long.." ujar seorang pria di tengah kegelapan kota San Fransisco.

Pria itu merangkak di sebuah jalan sempit. Ia tidak bisa menggunakan kaki nya untuk berdiri. Darah mengalir dari kadua kakinya yang ternyata sudah terpotong. Dengan sisa tenaga yang ada ia terus melolong meminta pertolongan. Namun suara sirine polisi meredam suaranya hingga tak seorang pun datang menolong.

"Perlahan.. rasakan.."

Pria itu semakin panik saat mendengar suara yang begitu familiar di telinganya.

"Tidak!!" Pekik pria tersebut.

Namun sedetik kemudian, sosok yang ia takuti sudah berada tepat di hadapannya. Sosok itu ternyata adalah serigala berbulu domba. Tanpa berlama-lama, sosok itu menyeret kedua tangannya menuju sebuah jalan buntu. Pria tersebut tidak bisa berbuat apa apa selain berteriak walau ia tau takkan ada yang bisa mendengarnya saat ini.

"Suatu saat nanti kau pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal!" Ujar pria tersebut saat sosok di hadapannya mulai mengacungkan pisau tepat di lehernya.

"Menangislah.. aku akan melepaskanmu." Ujar sosok tersebut sambil berjongkok di hadapan korbannya.

Pria itu mendecih dan meludahi wajah sosok menakutkan di hadapannya. Sosok tersebut mengusap wajahnya dengan kasar kemudian menusuk sebelah mata pria tersebut dengan pisau di tangannya. Pria tersebut berteriak histeris.

"ARRRGHH!! BRENGSEK KAU JEAN!!"

Sedangkan sosok di hadapannya hanya menatap sendu korbannya yang sudah berlumuran darah. Sosok itu mencabut pisau tersebut dan kembali menusukan benda tajam tersebut di sebelah mata korbannya. Kini kedua mata korbannya sudah hancur. Sosok itu berdiri dan membiarkan pisau menancap di sebelah mata korbannya. Sosok itu memejamkan mata dan mendoakan korbannya.

"Semoga tuhan menempatkanmu di neraka terdalam."

To be continue...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Shadow   86. Sampai jumpa (END)

    Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean

  • Shadow   85. Tangisan perpisahan

    Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it

  • Shadow   84. Gelisah

    Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"

  • Shadow   83. Game over sesungguhnya

    Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut."Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 

  • Shadow   82. Satu pikiran

    Sudah lebih dari 5 menit tapi Franco masih terlalu jauh untuk mencapai tangga. Waktu sudah menunjukan pukul 3 p.m. Jason merasakan perutnya terasa sakit. Ia sama sekali belum memakan apapun selama pulang dari rumah sakit. Jason pun berjalan melewati Franco yang masih berusaha melarikan diri dengan cara melata seperti ular. Jason menghembuskan nafasnya pelan saat berada di samping Franco. Kemudian ia segera menaiki anak tangga itu dengan cepat meninggalkan Franco di ruang bawah tanah itu bersama anggota tim alpha yang sudah tewas.Jason keluar dari pintu yang ada di belakang kulkas. Ia segera menghampiri Lusiana yang sedang berdiri memandangi lantai yang bolong. Jason tersenyum manis pada Lusiana, namun Lusiana hanya menatapnya sekilas."Maafkan aku." Ujar Jason.Lusiana mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"Jason menarik sudut bibirnya. "Aku tak menjawab pertanyaan itu. Sekarang

  • Shadow   81. Hadiah untuk tamu

    Franco dan tim alpha yang baru masuk ke rumah Holland itu pun terkejut setelah menonton siaran ulang. Mereka yang mengira Walikota berada disini pun akhirnya memilih untuk segera pergi ke rumah Jason. Tujuan utama mereka hanyalah menyelamatkan Walikota. Jean dan Tangan Kanan yang semula panik kini mulai bisa menghembuskan nafasnya dengan lega. Franco dan tim alpha itu sudah pergi dari rumah tersebut. Seandainya tidak ada siaran langsung itu, mungkin Franco dan tim alpha akan memeriksa bangunan tersebut. Lalu mereka akan menemukan ketiga orang yang sudah di bunuh oleh Jason.Diluar gedung, Franco bersama tim alpha itu sedang menyusun strategi. Mereka harus menyelamatkan Walikota dan menangkap Jason. Franco mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari sakunya. Lalu Franco menggambarkan sesuatu."Kita semua ada 8 orang, kita akan bagi menjadi 4 kelompok. Aku akan datang dari arah gerbang depan. Lalu kelompok 2 dan 3 akan masuk lewat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status