Pada saat terjadinya bentrokan, tubuh Hantu Tangan Api dan Si Buta dari Sungai Ular pun sama-sama terpental ke belakang dengan paras pias. Namun, Ki Banaspati segera dapat mengatasi keseimbangan tubuhnya walaupun dengan wajah kaget.
"Setan alas! Rupanya kau masih terhitung murid tua bangka, si Malaikat Gledek itu, Bocah!" dengus Hantu Tangan Api.
"Harap jangan membawa-bawa nama guruku, Kakek Merah! Kau tak pantas menyebutnya!" ejek Si Buta dari Sungai Ular seraya membesut darah yang membasahi bibir dengan punggung tangan. Setelah melirik sebentar punggung tangannya yang bernoda darah, Si Buta dari Sungai Ular segera melompat bangun. Sayang, tubuh pemuda dari sungai ular itu agak limbung akibat bentrokan tadi. Namun, pemuda ini berusaha tegar. Malah kini bersiap-siap menggabungkan kembali kedua pukulan andalan gurunya itu.
Setelah membuat gerakan, tangan kanan Si Buta dari Sungai Ular jadi mengeluarkan kilatan lidah petir berwarna perak kebiru-biruan dan merah ke
Raksasa itu tampak demikian marah begitu melihat kedua telapak tangan Hantu Tangan Api telah berubah jadi merah menyala hingga ke pangkal. Hal ini saja sudah membuktikan kalau tokoh sesat dari Bukit Pedang ini benar-benar telah mengerahkan kekuatan tenaga dalam secara penuh."Gggrrr...!"Tiba-tiba raksasa itu kembali menerjang hebat. Hantu Tangan Api. Namun tokoh sesat dari Bukit Pedang ini tak gentar sedikit pun. Dengan menjengekkan hidungnya, tiba-tiba telapak tangannya kembali dihantamkan ke depan.Werrr! Werrr!Seketika dua gulungan bola api dari kedua telapak tangan Hantu Tangan Api melesat cepat ke depan, memapak tubuh raksasa yang masih melayang di udara."Gggrrr! Gggrrr!"Raksasa itu menggeram hebat. Tubuhnya yang besar jatuh ke tanah, langsung oleng ke sana kemari. Sedang dua gulungan bola api dari kedua telapak tangan Hantu Tangan Api tak henti-hentinya menyerang raksasa itu."Mampuslah kau!"Raksasa itu terus menggel
"Hm...! Kukira tak ada orang yang sedang mengawasiku. Juga, tua bangka itu. Sebaiknya aku cepat masuk," gumam sosok bayangan itu dalam hati.Dengan langkah hati-hati, sosok bayangan itu menyibak semak belukar yang ternyata di baliknya terdapat sebuah mulut goa. Tanpa ragu-ragu sosok bayangan itu segera membawa Si Buta dari Sungai Ular dan Ratu Adil masuk ke dalam goa."Siapa! Apakah kau yang datang, Paman?"Tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan. Sosok bayangan hitam itu tidak menyahut, kecuali hanya batuk-batuk kecil. Kakinya terus melangkah lebar memasuki goa. Dalam goa itu memang tidak begitu lebar. Luasnya kira-kira empat kali lima tombak. Namun di dalamnya terdapat dua lorong kecil yang memisahkan ruang-ruang di sebelahnya."Siapa yang kau bawa itu Paman?" tanya suara halus dengan kepala menyembul dari balik lorong goa. Ternyata suara itu datang dari mulut seorang gadis cantik yang mengenakan pakaian serba hijau dengan rambut digelung ke atas. H
"Ah...! Ternyata kau yang telah menyelamatkan nyawaku, Pendidik Ulung. Aku tak tahu, bagaimana harus membalas budimu...," ujar Si Buta dari Sungai Ular, buru-buru menelangkupkan kedua telapak tangan ke depan hidung penuh hormat."Budimu sungguh besar, Orang Tua. Tak mungkin aku mampu membalas budimu yang besar ini," kata Ratu Adil. Dengan penuh hormat gadis ini pun segera menelangkupkan kedua telapak tangan di depan hidung."Sudahlah! Kita adalah orang-orang satu golongan, kenapa kalian banyak peradatan?" tegur Pendidik Ulung. "Sekarang, baiknya coba bersemadi biar luka dalam kalian cepat sembuh!""Baik, Orang Tua," sahut Ratu Adil penuh hormat. Namun manakala melihat Arum Sari tampak diam membisu di tempatnya, gadis itu jadi merasa tak enak bila tidak menegurnya."Nona pun tentunya telah menanam budi padaku. Terima kasih, Nona. Kalau boleh tahu, siapakah nama Nona? Aku, Yustika yang rendah ini mohon berkenalan. Barangkali, lain waktu aku dapat membalas b
SEORANG PEMUDA gagah berpakaian dari kulit ular tengah terlelap di celah-celah dahan batang pohon. Tubuhnya yang kekar dengan otot-otot lengannya yang bertonjolan dibaringkan begitu saja. Kedua telapak tangannya disedekapkan di depan dada. Nyaman sekali agaknya pemuda itu menikmati mimpinya. Padahal matahari saat itu mulai membubung tinggi. Untungnya, pohon itu cukup rindang sehingga membuatnya merasa terayomi dari sengatan matahari.Sementara angin yang bertiup semilir, makin membuat pemuda berambut gondrong sebahu itu makin terlena. Dalam mimpinya seolah ada seorang gadis yang hendak mencium bibirnya. Sehingga bibir si pemuda tampak monyong-monyong...."Keakk! Keakkkk!"Di atas sana, seekor burung gagak hitam hinggap di ranting pohon itu, tepat di atas wajah si pemuda. Entah mungkin perut si burung sedang mules, sehingga dengan seenaknya membuang hajat yang tak mampu ditahan.Crott! Pluk!Tepat sekali kotoran burung itu mendarat di bibir monyong
"Aku sudah mencobanya, Eyang. Tapi, tak berhasil.""Aku mengerti. Tapi bukan berarti kau tak mampu mengalahkannya, Cucuku," tandas Eyang Bromo."Maksud, Eyang...?" Si Buta dari Sungai Ular membelalakkan matanya lebar. Tak mengerti maksud ucapan Eyang Bromo. "Apakah Eyang ingin memberi petunjuk barang satu dua jurus padaku.""Sebenarnya dengan apa yang kau miliki saat ini, kau sudah bisa mengalahkannya Cucuku, kau sudah memiliki ilmu dahsyat ‘Inti Roh Dewa Petir’ pemberian Malaikat Gledek, juga ilmu maha dahsyat, Ilmu Sakti Mata Malaikat, warisan dari Malaikat Agung. Dengan kedua ilmu itu, kau bisa mengalahkan siapa saja di tanah Jawa ini..” ucap Eyang Bromo berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Tapi kukira memang tidak ada salahnya kalau aku menurunkan satu-dua ilmu kepadamu, Cucuku," sahut Eyang Bromo lagi, membuat mata Si Buta dari Sungai Ular membeliak lebar saking gembiranya."Terima kasih, Eyang," ucap Si Buta dari Sungai Ular
Si Buta dari Sungai Ular tertegun, seolah tak percaya dengan apa yang dilihat."Edan! Tak kusangka pukulan 'Lidah Bianglala' demikian hebat." gumam Si Buta dari Sungai Ular."Bagus! Untuk tahap pertama, kau sudah cukup bagus, Cucuku. Nanti kalau dua larik sinar putih dari kedua telapak tanganmu sudah dapat kau ubah menjadi dua gulungan asap, baru kau dapat menguasai pukulan 'Lidah Bianglala' seperti aku menguasai pukulan itu," jelas Eyang Bromo dengan wajah berseri.Meski wajah kakek renta itu tampak masih pias, namun tetap saja tak mampu menyembunyikan rasa kagumnya."Terima kasih, Eyang. Tapi, apakah aku dapat mencapai tingkat yang Eyang maksudkan dalam waktu singkat?" tanya Si Buta dari Sungai Ular penasaran."Tentu. Asal kau giat berlatih. Untuk itu, kau harus terus berlatih agar ilmu yang kuturunkan ini benar-benar dapat digunakan untuk menegakkan kebenaran di muka bumi ini.""Aku akan terus mencobanya sampai dapat, Eyang. Sesulit apa p
Dari balik semak belukar, Pendidik Ulung dan Arum Sari melihat seorang lelaki bertubuh tinggi besar dengan pakaian serba hijau tengah memandang berkeliling tak jauh dari gua. Usia lelaki berparas bengis itu kirakira empat puluh tahun. Rambutnya panjang sebahu dengan ikat kepala dari kain berwarna hijau pula. Sedang sepasang matanya yang merah menyala terus menyapu sekitarnya. Tak jauh dari lelaki berperangai kasar itu, tampak pula puluhan lelaki kasar yang juga berpakaian serba hijau yang berdiri di samping kuda masing-masing."Setan Haus Darah...!" desis Arum Sari."Sssstt...!"Buru-buru Pendidik Ulung mengisyaratkan Arum Sari untuk diam dengan menempelkan telunjuk di bibirnya. Tanpa banyak membantah, si gadis menuruti perintah."Surono! Di mana Arum Sari yang pernah kau lihat itu, he!" bentak Setan Haus Darah, garang. Seorang lelaki kasar yang juga berpakaian serba hijau segera maju menghampiri lelaki bertubuh tinggi besar yang tak lain Setan Haus Darah
"Mundur! Biar aku yang menghadapi mereka!" geram Hantu Tangan Api, beringas.Setan Haus Darah dan anak buahnya segera melangkah mundur. Dari kejauhan mereka terus menyaksikan apa yang akan dilakukan Ki Banaspati alias Hantu Tangan Api""Lagakmu pongah sekali, Hantu Tangan Api! Sayang sekali, kau dilahirkan hanya untuk menjadi biang malapetaka dunia persilatan!" desis Pendidik Ulung."Bajingan! Bacotmu kian memerahkan telingaku, Pendidik Ulung! Kali ini aku benar-benar menginginkan nyawa busukmu, Tua Bangka Keparat!" geram Hantu Tangan Api tak main-main."Kakek jahat! Kau pikir kami takut dengan ancamanmu? Kalau kau ingin membunuh kami, lakukanlah! Jangan hanya mengancam saja," ejek Arum Sari merasa panas."Gadis bengal! Aku memang akan menghabisi kalian semua. Dan, kaulah orang pertama yang akan menjadi korbanku!" hardik Hantu Tangan Api.Maka tanpa banyak cakap lagi, tokoh sesat dari Bukit Pedang ini segera menghantamkan kedua telapak tanga