"Huh! Ilmu setan mana yang dipakainya?" dengus Patih Giling Wesi.
Patih Giling Wesi makin kewalahan. Di samping harus menghadapi jurus aneh itu, dia juga harus berperang dengan batinnya sendiri. Daya pikat yang dipancarkan Sakawuni begitu kuat Gerakan-gerakan patih itu jadi tidak teratur karena terpecah konsentrasinya. Sekuat daya Patih Giling Wesi menekan nafsu birahinya yang semakin berkobar-kobar.
"hey! Uts!"
Tiba-tiba Patih Giling Wesi tersentak. Tangan halus gemulai itu mendadak hampir menepuk pundaknya. Untung saja patih itu masih memiliki sedikit kewaspadaan sehingga tepukan tangan Sakawuni berhasil dihindari. Tetapi tak urung, tepukan lembut itu menyerempet bahunya. Patih Giling Wesi merasakan suatu hawa panas menyebar. Seketika dia tersentak kaget.
"Racun...!" desisnya. Segera Patih Giling Wesi mengerahkan hawa murni ke seluruh tubuhnya. Belum dapat dipastikan racun itu berbahaya atau tidak. Namun dari anginnya sudah dapat dirasa. Mendadak kepala
SEORANG pemuda berpakaian kulit ular berjalan menelusuri kaki bukit Guntur sambil bersiul-siul. Dari tongkat yang ada ditangannya dapat diketahui kalau pemuda itu adalah Manggala, Si Buta dari Sungai Ular. Sambil bersiul-siul dengan irama yang tak jelas, Manggala terus melenggang. Kepalanya tergeleng-geleng begitu mendengar suara berkeresek. Suara siulannya berhenti. Bibirnya menyungging senyum."1... 2... 3... Ah, hanya 15," gumam Manggala menghitung. Manggala masih melenggang tenang. Dia tahu kalau dirinya telah memasuki daerah markas Kembang Lembah Hantu. Telinganya yang tajam menangkap suara gerak langkah kaki tersembunyi. Dan kini telah mengepung dirinya."Hm..., mungkin rumah itu sarangnya," kembali Manggala bergumam ketika melihat sebuah rumah kayu di depannya. Rumah beratap rumbia itu bertengger di kaki lereng yang cukup terjal. Tidak terlalu sulit untuk mencapai sana. Dan, mendadak dari rimbunan semak-semak bermunculan orang-orang berpakaian serba biru dengan
Rara Kemuning yang masih berdiri di depan pintu rumah kayu, terkejut. Wajahnya tampak berubah merah. Dia tidak kenal dengan pemuda itu. Mendengar namanya saja, baru kali ini. Tapi diam-diam Rara Kemuning tertarik juga. Lebih-lebih setelah menyaksikan sepak terjangnya yang dengan mudah merobohkan sepuluh orang dalam satu jurus yang diulang-ulang terus.Bukan hanya Rara Kemuning yang terkejut Ternyata Bayangan Hitam pun kaget setengah mati. Tak disangka-sangka dia bertemu dengan pembunuh kakak-kakak laki-lakinya. Apalagi si pembunuh itu masih muda dan tampan. Kalau anak muda ini dapat membunuh Bajing Ireng dan Siluman Lembah Hantu, pasti tingkat kepandaiannya tinggi sekali."Kebetulan kau muncul, bocah setan! Kau berhutang nyawa padaku!" ujar Bayangan Hitam."Bertemu saja baru kali ini, bagaimana mungkin aku berhutang nyawa padamu?""Kau membunuh kedua saudara laki-lakiku! Kau harus bayar dengan nyawamu!""Siapa saudaramu?""Bajing Ireng dan G
Sakawuni segera melompat keluar dari pertarungan ketika ada kesempatan. Dengan cepat dia berlari menggunakan ilmu peringan tubuh.Pengemis Sakti Tongkat Merah yang sejak tadi mendengar, lalu berteriak nyaring. Tubuhnya mencelat tinggi di udara dan jatuh tepat di samping Patih Giling Wesi."Cepat Selamatkan putrimu!" perintah Kakek Pengemis itu. "Biar orang-orang ini aku yang hadapi!"Patih Giling Wesi segera melompat tinggi dan bersalto di udara. Begitu kakinya menginjak tanah, langsung dikeluarkannya ilmu lari cepat. Bagaikan kilat tubuh patih itu dan kini sudah jauh meninggalkan pertempuran.Pengemis Sakti Tongkat Merah mengamuk memutar-mutar tongkat saktinya. Satu persatu orang-orang berpakaian serba hitam tersungkur berlumuran darah disertai jerit kesakitan. Mereka bukanlah lawan Pengemis Sakti Tongkat Merah. Tongkatnya seperti hidup menyambar-nyambar mencari mangsa."Cepat susul Gustimu!" teriak Aki Lungkur kepada para prajurit."Tapi,
Dari telapak tangan Manggala, meluncur sinar kuning keemasan bergulung-gulung. Inilah ajian dahsyat yang didapatnya dari Raja Siluman Ular Putih, ajian 'Batara Shiwa'Blar...!Pohon besar itu hancur berkeping-keping tersambar sinar kuning keemasan. Tepat saat kakinya menginjak tanah, muncul seorang kakek tua berjubah merah. Kakek itu mencelat bersamaan dengan hancurnya pohon itu."Paman Nambi...!" seru Sakawuni.Seorang tokoh tua sakti bernama Nambi muncul di tengah-tengah arena pertarungan. Dia dikenal dalam rimba persilatan dengan nama Setan Jubah Merah. Tokoh ini beraliran hitam dan dulunya merupakan suami Bayangan Hitam. Sampai sekarang pun mereka masih suami istri. Hanya kemunculan mereka saja yang tidak selalu bersamaan. Banyak tokoh menduga kalau mereka tengah bentrok. Hanya saja watak mereka yang terbiasa malang melintang di rimba persilatan, sehingga mereka tidak hiraukan status suami istri. Mereka sibuk mendirikan partai sendiri-sendiri.
RARA KEMUNING makin kaget ketika orang itu telah menubruk dan memeluknya. Dia meronta-ronta mencoba melepaskan diri. Tanpa menghiraukan jeritan, laki-laki itu menyeretnya masuk ke pondok. Rupanya perbuatan salah seorang anggota Bayangan Hitam menarik perhatian empat orang lainnya. Mereka kini tidak peduli dengan mayat gurunya. Segera mereka berlarian ke pondok.Di dalam pondok, Rara Kemuning terus meronta-ronta sambil menjerit-jerit. Tangannya memukuli tubuh lelaki kasar yang telah menindihnya. Rara Kemuning jadi lupa kalau dia telah belajar dasar-dasar ilmu olah kanuragan. Rasa panik dan ketakutan yang amat sangat membuat dia lupa segalanya."Auh! Lepaskan...!" jerit Rara Kemuning.Laki-laki itu makin liar merejam tubuh Rara Kemuning. Bahkan empat laki-laki anggota Bayangan Hitam lainnya telah mengelilingi serta menatap wajah dan tubuh yang indah itu.Bret!"Auuuh...!" Rara Kemuning memekik ketika tangan laki-laki yang menindihnya, merobek bajunya
"Kasihan, kalian hanya membuang nyawa sia-sia," gumam Aki Lungkur atau Pengemis Sakti Tongkat Merah. Pelan-pelan kakinya meninggalkan tempat pembantaian itu. Ironis sekali.Tempat yang indah dan menyejukkan itu, kini jadi mengerikan. Bau anyir darah telah mengundang anjing-anjing hutan untuk menyantap mayat-mayat yang bergelimpangan. Tak luput, burung bangkai pun telah berkeliling di angkasa minta bagian. Aki Lungkur mengayunkan langkah menuju bukit Guntur. Langkah yang kelihatan pelan, tapi kenyataannya, sebentar saja kakek tua itu telah jauh melangkah. Kakinya seperti tidak menapak tanah.Itulah ilmu Sayiti Angin yang dikeluarkannya. Orang yang menguasai ilmu ini dapat meminjam hembusan angin untuk mendorong tubuhnya. Layaknya kapas yang dihembus angin."Mudah-mudahan Si Buta dari Sungai Ular bisa mengatasi keadaan," gumam Aki Lungkur pelan."He he he...!"Tiba-tiba terdengar suara terkekeh. Aki Lungkur menghentikan langkahnya. Suara itu jelas me
Sedikit demi sedikit Pradya Dagma mulai kewalahan dan terdesak. Beberapa kali ujung tongkat itu hampir menyentuh tubuh Pradya Dagma, Aki Lungkur selalu membelokkannya. Hatinya tetap tidak mengijinkan untuk melukai saudara seperguruannya ini. Tapi Pradya Dagma sudah tidak peduli. Dia malah mempergunakan kesempatan itu untuk mendesak. Timbul sifat mengalah dalam hati Aki Lungkur. Dibiarkan dirinya terdesak. Bahkan dia kelihatan tidak ada semangat lagi untuk melanjutkan pertarungan. Hingga pada suatu saat..."Akhl" Aki Lungkur memekik tertahan. Kaki Pradya Dagma berhasil menghantam dadanya. Tubuh pengemis tua itu terdorong dua tombak. Matanya berkunang-kunang. Dadanya terasa sesak. Tendangan Pradya Dagma telak, disertai tenaga dalam yang hebat Kalau bukan Aki Lungkur, mungkin dada itu telah jebol."Kau menghinaku, Lungkur! Kau sengaja mengalah!" desis Pradya Dagma."Aku mengaku kalah," kata Aki Lungkur tersendat."Sudah aku katakan, aku tidak peduli dengan s
PERTARUNGAN antara Manggala melawan Sakawuni dan Setan Jubah Merah kian berlangsung sengit di bukit Guntur. Manggala masih tetap menggunakan jurus-jurus warisan Raja Siluman Ular Putih yang dahsyat dan aneh. Dengan demikian lawannya benar-benar kerepotan. Mereka bingung menghadapi gerakan-gerakan yang sulit diduga arah dan tujuannya."Yeaaah...!"Tiba-tiba Manggala berteriak nyaring. Seketika itu pula, tangannya mengembang dengan cepat Tubuhnya kini melayang. Kedua tangannya bergerak-gerak cepat mengibas mencari sasaran."Awas, Wuni!" teriak Setan Jubah Merah tiba-tiba."Hait!" Sakawuni melentingkan tubuhnya ke belakang sejauh dua tombak. Kibasan Manggala berhasil dielakkan, namun bajunya harus direlakan terjambret."Kurang ajar" geram Sakawuni. Mukanya merah menahan malu.Baju di bagian dada yang memang sudah sobek, kian lebar saja terbuka. Bagian dada yang membukit terbungkus kulit putih mulus itu tidak lepas dari tatapan mata Patih Giling