Dengan sedikit ketegangan, ia memutuskan untuk mengikuti suara itu. Toh, apa lagi yang bisa ia harapkan? Tak ada yang lebih buruk dari kenyataan yang sedang ia jalani sekarang.
"Sistem Kekayaan telah mengenali keinginan Anda," suara itu melanjutkan, “Berikut adalah pilihan misi pertama Anda." Tiba-tiba, layar itu berubah, menampilkan tiga misi yang sangat tidak terduga. Misi 1: "Gila Sekali" Tugas: Berbicara dengan lima orang asing di jalan dan beri mereka motivasi hidup. Tapi, semua orang harus Anda yakinkan dengan cara yang paling dramatis dan berlebihan. Jadilah seperti seorang motivator yang berlebihan—bicaralah dengan tangan di udara, ekspresi wajah penuh semangat, dan mungkin sedikit air mata. (Durasi: 1 Jam) Hadiah: 10 juta rupiah dan sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Misi 2: "Pesta Gila" Tugas: Pergi ke kafe terdekat dan minta maaf dengan tulus kepada tiga orang yang tampaknya memiliki kehidupan lebih baik darimu. Katakan bahwa kamu menyesal karena selalu merasa iri pada mereka. Buat mereka merasa sangat canggung, namun berikan kesan seolah kamu benar-benar menyesal. Bonus jika mereka merasa tidak nyaman. (Durasi: 2 Jam) Hadiah: 50 juta rupiah dan akses ke kursus pribadi dengan seorang pengusaha sukses. Misi 3: "Pahlawan Jalanan" Tugas: Berikan bantuan kepada seorang tunawisma, tetapi dengan cara yang sangat dramatis. Dekati mereka dengan berpura-pura menjadi pahlawan yang datang untuk menyelamatkan dunia. Buatlah mereka merasa bahwa dunia akan lebih baik berkat kehadiranmu. (Durasi: 30 Menit) Hadiah: 100 juta rupiah dan mobil mewah. Rafael menatap misi-misi tersebut, mulutnya ternganga. Ini semua terdengar seperti lelucon. Bahkan tak jarang dia membayangkan dirinya sedang melakukan hal-hal aneh di depan umum. Tetapi, hadiahnya... hadiahnya tampaknya sangat menggiurkan. 10 juta rupiah? 50 juta? Dan bahkan mobil mewah? Ia menghela napas dalam-dalam. "Apa yang harus aku lakukan? Ini gila," pikirnya, mencoba mencerna setiap kata dari misi tersebut. Namun, saat ia mempertimbangkan semua itu, ada sesuatu yang menenangkan dirinya—sesuatu yang mengatakan bahwa mungkin inilah kesempatan yang ia tunggu-tunggu. Tidak ada yang perlu dia takutkan jika ia melakukan hal-hal konyol itu. Lagipula, hidupnya sudah cukup buruk, kan? Ia memutuskan untuk memilih misi pertama, "Gila Sekali." "Baiklah, Sistem," katanya dengan suara tegas, meskipun hatinya masih sedikit ragu. "Aku akan mencoba misi pertama. Kalau aku harus berbicara dengan orang asing dan memberi mereka motivasi, aku akan melakukannya." "Sangat baik," jawab suara sistem dengan nada yang hampir terdengar senang. "Misi pertama dimulai sekarang. Silakan pergi ke jalan utama dan mulailah berbicara dengan orang-orang. Waktu berjalan, jadi segera mulailah." Tanpa banyak berpikir, Rafael berdiri dari kursinya dan keluar dari kamarnya, mengumpulkan keberanian untuk melangkah keluar. Di luar, dunia tampak sama seperti biasanya—penuh dengan orang-orang yang sibuk dengan urusan mereka. Namun, dia merasa seperti sedang memasuki sebuah arena yang penuh dengan tantangan aneh. Setelah beberapa menit berjalan, ia sampai di jalan utama dan melihat beberapa orang sedang berjalan santai. Dia menarik napas dalam-dalam, menatap orang-orang itu dengan tekad. “Ini gila, tapi aku harus mulai dari sini," gumamnya. Dia mendekati seorang wanita yang sedang berjalan dengan wajah cemberut, menatapnya dengan mata yang sedikit lebih besar dari biasanya. "Maaf, Ibu! Apakah Anda tahu, Anda luar biasa?" serunya dengan penuh semangat, tangan terangkat tinggi. Wanita itu menoleh dengan bingung, dan Rafael melanjutkan dengan lebih antusias, "Hidup Anda luar biasa, dan Anda layak mendapatkan yang terbaik! Jangan biarkan dunia menghalangi impian Anda! Anda bisa mengubah dunia hanya dengan satu langkah besar! Penuh semangat, penuh cinta!" Wanita itu masih bingung, tetapi tampaknya merasa canggung mendengar kata-kata yang keluar dari mulut pria muda itu. Sambil berjalan cepat, ia menjauh tanpa berkata apa-apa. Setelah wanita yang pertama pergi begitu saja dengan tatapan bingung, Rafael merasa sedikit canggung. Ia menepuk-nepuk dadanya, berusaha menenangkan diri. “Oke, ini cuma misi pertama,” bisiknya pada dirinya sendiri. "Tidak ada yang terlalu buruk tentang ini." Ia melangkah ke arah pria paruh baya yang sedang duduk di bangku taman, tampaknya sedang membaca surat kabar. Dengan napas dalam-dalam, Rafael melangkah lebih dekat, siap untuk melanjutkan peranannya sebagai motivator gila. "Pak, Anda tahu, hidup itu penuh dengan tantangan! Tapi jangan biarkan apapun menghalangi Anda! Lihatlah dunia ini dengan mata yang lebih cerah, karena Anda memiliki kekuatan untuk mengubah segalanya!" Rafael berbicara dengan penuh semangat, mengangkat tangannya tinggi seolah-olah baru saja memenangkan sebuah pertandingan besar. Pria paruh baya itu menatap Rafael dengan tatapan kosong, seakan-akan bertanya pada dirinya sendiri apakah Rafael sedang bercanda atau memang benar-benar serius. Setelah beberapa detik kebingungan, pria itu akhirnya mengangkat bahu dan kembali fokus pada surat kabarnya, seolah-olah Rafael tidak pernah ada. Rafael merasa agak kehilangan arah, tapi tak membiarkan kegagalan kecil itu menghentikannya. "Oke, satu lagi," ujarnya sambil mengatur napas. Dia melangkah menuju sekelompok remaja yang sedang duduk di trotoar, tertawa dan bermain ponsel. Tanpa ragu, Rafael melompat ke depan mereka dengan ekspresi dramatis. "Teman-teman, kalian semua adalah generasi yang luar biasa! Dunia menunggu perubahan dari kalian! Jangan biarkan apapun menahan kalian! Setiap detik sangat berarti! Hidupkan semangat kalian!" Rafael berteriak, mengayunkan tangannya dengan penuh energi. Remaja-remaja itu hanya saling memandang, bingung dengan apa yang baru saja mereka dengar. Salah satu dari mereka tertawa pelan, dan yang lainnya tampak hanya mengangkat bahu dan kembali fokus pada layar ponselnya. Rafael merasakan darahnya mendidih, tetapi ia tetap tersenyum lebar. "Aku tidak bisa menyerah sekarang," bisiknya, meskipun hati kecilnya mulai meragukan keefektifan cara ini. Ketika ia berpaling dan berjalan kembali ke arah rumahnya, sebuah suara muncul di telinganya, seakan-akan berbicara langsung ke dalam pikirannya. "Selamat, Rafael. Misi pertama selesai. Hadiah telah diberikan." Tiba-tiba, sebuah notifikasi muncul di layar proyeksi: 10 juta rupiah telah ditransfer ke rekening Anda. Anda juga telah memperoleh sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Rafael berhenti sejenak, terkejut. "Apa? Benarkah?" Ia memeriksa dompetnya dan mendapati uang yang cukup banyak telah ditransfer ke rekeningnya. Ketika ia membuka pesan lebih lanjut, ia juga menemukan informasi mengenai rumah barunya. Meskipun perasaan canggung masih menghinggapi dirinya, Rafael tak bisa menahan senyum yang lebar. Ini nyata. Ini benar-benar terjadi. Hadiah itu datang begitu cepat, dan sekarang, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasakan sebuah kemenangan, meski terasa sedikit konyol. "Jika ini semua nyata, maka aku akan terus mengikuti sistem ini," pikirnya, penuh tekad. Namun, saat ia melangkah pulang dengan langkah lebih ringan, layar proyeksi kembali muncul di hadapannya, kali ini dengan misi baru yang menunggu. “Misi kedua telah dibuka. Apakah Anda siap untuk melanjutkan?” Dengan perasaan campur aduk, Rafael menatap layar itu sejenak, lalu mengangguk. "Oke, sistem. Ayo, beri aku tantangan berikutnya!"Udara malam menyelinap masuk melalui jendela apartemen Clara yang setengah terbuka. Di sisi ruangan, Rafael duduk bersandar di sofa, matanya terpaku pada layar ponsel yang menampilkan peta pengawasan baru dari sistem. Titik-titik merah yang melingkari nama Clara dan Ronald bergerak perlahan, seolah menjadi pengingat bahwa setiap langkah mereka kini diawasi, bukan hanya oleh Rafael, tapi oleh kekuatan yang belum terlihat wujudnya.Clara duduk tak jauh darinya, kedua tangannya memeluk bantal kecil di pangkuan, pandangannya kosong. Sejak pengakuan malam itu, atmosfir di antara mereka berubah. Tak ada lagi sekat formal atasan dan bawahan, yang tersisa hanya dua manusia yang sama-sama terjebak di dalam permainan yang tak mereka pahami sepenuhnya.“Pak Rafael…” suara Clara lirih memecah kesunyian.Rafael menoleh, sorot matanya tak sekeras biasanya. “Panggil nama gue aja kalau gak ada orang lain, Clara.”Clara terdiam sejenak, lalu mencoba, “Rafael…”“Ya?”“Kenapa… mereka targetin saya? Saya
Rafael duduk sendirian di ruang tamu penthouse-nya. Lampu temaram menyelimuti ruangan, hanya ditemani bayangan dirinya sendiri di jendela besar yang menghadap gemerlap kota. Di tangannya, segelas whisky yang bahkan belum disentuh. Pikirannya melayang ke percakapan dengan Leonhart beberapa jam lalu.Leonhart.Nama yang sebelumnya asing, tapi entah kenapa terasa seperti bom waktu yang baru saja aktif di bawah kakinya. Ia tahu, menolak pria itu bukan akhir dari segalanya. Justru itu awal dari sesuatu yang lebih berbahaya.Sistem tiba-tiba berbunyi lagi.> Ding! Misi Khusus Terbuka: "Menyusun Bayangan Sendiri"Deskripsi: Ketika kau menolak ajakan penguasa lama, kau harus menciptakan kekuatanmu sendiri agar tak dihancurkan.Tujuan: Bangun jaringan rahasia di balik bisnis-bisnismu. Rekrut orang-orang yang bisa dipercaya, tanpa mereka menyadari tujuan utamamu.Hadiah: Blueprint Proyek Rahasia 'Fortress' + 1 Kunci Informasi Tentang Leonhart.Mata Rafael menyipit.Jaringan rahasia? Dia bukan k
Rafael menatap kartu hitam di tangannya dengan ekspresi datar, tetapi pikirannya penuh dengan analisis. Kata-kata Adrian tadi masih bergema di telinganya:"Dunia di mana uang bukan lagi batasan."Sistem dalam benaknya tetap diam setelah peringatan sebelumnya. Itu saja sudah cukup memberi tahu Rafael bahwa ada sesuatu yang tidak biasa tentang kartu ini.“Jadi, Rafael,” suara Adrian terdengar lagi. “Apa yang akan kau pilih? Kesempatan untuk menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar… atau jalan yang sulit sendirian?”Rafael menempatkan kartu itu kembali ke meja dan tersenyum tipis. “Kau terlalu percaya diri, Adrian.”Adrian mengangkat alis. “Maksudmu?”“Aku tidak pernah sendirian,” jawab Rafael, bersandar di kursinya. “Kau berpikir bahwa aku sampai di titik ini karena ‘bantuan’ dari sesuatu? Itu lucu.”Adrian menatapnya dalam-dalam, mencoba mencari celah dalam ekspresi Rafael. Tapi Rafael tidak memberi sedikit pun petunjuk.Lalu, Adrian tertawa kecil. “Ternyata kau belum berubah. Masi
Malam itu, Rafael duduk di balkon apartemennya, menyesap anggur sambil menatap kelap-kelip kota. Udara dingin berhembus, membawa ketenangan sejenak setelah semua kekacauan yang terjadi. Vincent Caldwell telah ditangkap, dan Noah Sinclair menghilang tanpa jejak setelah jebakan itu.Serena berdiri di belakangnya, menyilangkan tangan dengan ekspresi penuh pertimbangan.“Ini terlalu mudah,” ujarnya pelan.Rafael meletakkan gelasnya dan tersenyum kecil. “Kau juga merasa begitu?”Serena mengangguk. “Vincent memang sudah tumbang, tapi Noah… dia bukan orang yang akan menerima kekalahan begitu saja.”Dimas, yang baru datang membawa dokumen, menimpali, “Dan Leonard? Kita membiarkannya pergi begitu saja?”Rafael tertawa pelan. “Dia bukan ancaman. Hanya seorang pengecut yang mencoba bertahan hidup.”Serena masih terlihat tidak tenang. “Tapi pengecut juga bisa menjadi duri dalam daging.”Rafael menatap ke kejauhan, matanya memancarkan kilau tajam. “Itulah kenapa kita harus mulai bergerak lebih cep
Di sebuah apartemen mewah, Rafael duduk di depan meja kerja dengan laptop terbuka. Cahaya dari layar menyorot wajahnya yang serius. Flash drive yang diberikan Leonard sudah terhubung, dan mata Rafael menyapu berbagai dokumen yang tersimpan di dalamnya.Beberapa file berisi laporan keuangan yang dimanipulasi, transaksi mencurigakan, hingga rekaman percakapan antara Vincent dan seseorang yang disamarkan suaranya.“Ada yang aneh…” gumam Rafael.Ia mengaktifkan perangkat dekripsi yang ada di sistemnya untuk mengembalikan suara asli dari rekaman itu. Tidak butuh waktu lama sebelum suara yang familiar terdengar."Vincent, aku sudah memberikan semua informasi yang kau butuhkan. Jangan buat kesalahan kali ini."Dahi Rafael mengernyit.Suaranya tidak asing—terdengar seperti seseorang dari keluarga Sinclair.“Sistem, bisa identifikasi siapa orang ini?”> Sistem:“Menganalisis suara…98% kecocokan dengan Noah Sinclair.”Tatapan Rafael langsung berubah tajam.Noah Sinclair.Sepupunya.Pria itu di
Rafael duduk di ruangannya, menatap layar yang dipenuhi data tentang Vincent Caldwell dan jaringan investasinya. Black Fox telah bekerja tanpa henti, menyelidiki setiap celah yang bisa mereka manfaatkan. Namun, semakin dalam mereka menggali, semakin banyak anomali yang muncul.“Rafael, ada sesuatu yang tidak beres,” kata Black Fox, matanya terpaku pada layar.“Apa itu?”“Ada transaksi mencurigakan yang dibuat atas namamu.”Rafael menajamkan pandangan. “Transaksi apa?”“Sejumlah besar dana ditransfer ke rekening offshore. Dan yang lebih buruk, ada bukti yang menunjukkan bahwa itu berkaitan dengan pencucian uang.”Dimas mengumpat. “Sial, mereka benar-benar ingin menjatuhkanmu.”Serena menatap Rafael dengan waspada. “Apa kita bisa menghapus bukti itu?”Black Fox menggeleng. “Terlalu berisiko. Jika kita menghapusnya begitu saja, itu malah akan terlihat lebih mencurigakan.”Sistem berbunyi.> Sistem:"Kau sedang dijebak dalam permainan cermin. Mereka membuat skenario seolah-olah kau yang b