Si Miskin Menjadi Raja Kekayaan

Malam itu, udara di kota terasa lebih berat dari biasanya. Di luar, hujan rintik-rintik menambah kesunyian yang menghantui kamar kecil yang hanya cukup untuk menampung satu orang. Suara detakan jam dinding mengisi kekosongan, menambah kesan sepi yang menyelubungi setiap sudut ruangan. Pria muda itu Rafael duduk di pinggir tempat tidurnya, kedua tangan menggenggam erat ujung baju yang telah kumal dan pudar warnanya. Matanya kosong, menatap kosong ke arah dinding.

Di luar sana, kehidupan terus berputar. Orang-orang yang memiliki segalanya berjalan dengan langkah ringan, sementara dirinya terjebak dalam kenyataan pahit yang tak pernah bisa ia hindari. Dulu, ada harapan. Ada cinta. Tapi kini, semua itu hanya menyisakan luka. Kekasih yang pernah berjanji akan selalu ada di sampingnya, kini telah pergi begitu saja, memilih pria lain yang lebih kaya dan lebih mampu. Semua yang dimilikinya terasa tak berarti lagi.

Pikiran tentang masa depan yang gelap menggelayuti benaknya. Ia pernah bermimpi, bermimpi untuk keluar dari cengkraman kemiskinan ini, untuk bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan orang yang ia cintai. Tapi kini, ia merasa seperti sebuah kegagalan yang tak akan pernah bisa bangkit. Rasa sakit itu semakin dalam saat ia teringat kata-kata kekasihnya.

"Maaf, aku... aku tak bisa terus bersama seseorang yang seperti kamu. Aku butuh pria yang bisa memberiku masa depan."

Begitu mudah kata-kata itu terlontar dari bibir kekasihnya. Begitu ringan, seolah hubungan mereka tak pernah berarti. Hati pria muda itu hancur. Tapi meskipun begitu, ia tahu satu hal—hidup harus terus berjalan. Ia tak bisa larut dalam kesedihan selamanya.

Dengan pelan, ia bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju meja kecil di sudut ruangan. Tangan kirinya meraih sebuah foto yang terjatuh di atas meja, foto dirinya dan kekasihnya beberapa bulan lalu. Senyum bahagia yang terekam dalam gambar itu kini terasa jauh, seperti kenangan yang perlahan menghilang.

Saat ia duduk kembali, merenung, sebuah suara yang nyaris tak terdengar mulai terdengar di telinganya. Suara lembut, penuh misteri, yang memanggilnya untuk membuka mata. Layar proyeksi muncul di depan wajahnya, begitu tiba-tiba seolah berasal dari dunia yang berbeda.

"Sistem Kekayaan telah aktif."

Pria muda itu tertegun. Semua yang ia rasakan, semua yang ada di pikirannya, seakan-akan berhenti sejenak. Dalam keterkejutan, ia tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Hanya satu hal yang bisa ia rasakan saat itu: sebuah harapan yang tiba-tiba tumbuh kembali dalam dirinya, harapan yang berbeda dari sebelumnya.

Akankah sistem ini memberinya kesempatan untuk merubah nasib? Ataukah ini hanya sebuah ilusi yang akan semakin membuatnya terperosok lebih dalam? Namun, satu hal yang pasti—dengan kesempatan ini, ia tidak akan lagi menyerah begitu saja.

Rafael duduk kembali di meja kecilnya, menatap layar proyeksi yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Keterkejutan masih membekas di wajahnya, namun kini rasa penasaran mulai mengusik. Seolah ada sesuatu yang lebih besar, lebih misterius dari sekadar pesan yang tampaknya datang dari dunia lain.

"Sistem Kekayaan telah aktif," suara itu terdengar lagi, seakan-akan berbicara langsung ke dalam pikirannya. "Apakah Anda siap untuk mengambil langkah pertama menuju perubahan?"

Ia terdiam sejenak, menatap layar itu dengan mata terbelalak. “Apa maksudnya? Apa yang harus aku lakukan?” gumamnya, masih ragu.