(AREA DEWASA 21+) Niat hati ingin menikahi perempuan yang dicintainya, Leo justru mendapat syarat yang berat, yang mana dia diminta oleh calon ibu mertuanya agar membagi malam untuknya juga karena seorang janda kesepian. Bagaimana Leo menghadapi permintaan itu? Baca selengkapnya disini !
View MorePagi itu, suasana di rumah Dinda terasa tenang. Burung-burung berkicau riang di halaman, dan matahari mengintip malu-malu dari balik awan tipis. Leo berdiri di depan pintu rumah calon istrinya, merasa sedikit gugup. Hari itu adalah kesempatan terakhirnya untuk bertemu dengan keluarga Dinda sebelum pernikahan mereka yang tinggal menghitung hari.
Setelah beberapa saat, pintu terbuka, dan Bu Mela menyambutnya dengan senyuman hangat. "Oh, Leo. Silakan masuk. Dinda masih di kamar mandi, tapi sebentar lagi selesai," ujar Bu Mela sambil mempersilakan Leo duduk di ruang tamu. Leo merasa sedikit canggung, tapi dia berusaha menjaga sikapnya. Setelah beberapa menit, mereka mulai berbicara ringan, membahas persiapan pernikahan yang semakin dekat. Leo merasa lega karena semuanya tampak berjalan lancar. Namun, suasana berubah saat Bu Mela tiba-tiba berhenti berbicara dan menatap Leo dengan sorot mata yang tajam. "Leo," ucap bu Mela dengan suara yang lebih serius. "Ada satu hal yang ingin Ibu bicarakan denganmu sebelum kalian menikah," tambahnya. Leo merasa ada sesuatu yang ganjil, tapi dia mengangguk, menunggu Bu Mela melanjutkan. "Sebenarnya, Ibu ingin meminta sesuatu darimu," ujar Bu Mela, suaranya sedikit bergetar, namun tetap tegas. "Ibu tahu ini mungkin akan mengejutkanmu, tapi Ibu butuh kasih sayang, Leo. Ibu ini kan seorang janda, dan setelah ibu bercerai, Ibu merasa sangat kesepian," imbuhnya, sorot matanya penuh harap. Leo menelan ludah, tidak yakin dengan arah pembicaraan ini. Bu Mela melanjutkan,"Ibu ingin kamu berbagi jatah malam nanti setelah pernikahan kalian. Ibu butuh kepuasan yang hanya bisa diberikan oleh seorang lelaki. Kalau kamu menolak, Ibu tidak akan merestui pernikahanmu dengan Dinda sampai kapanpun!" Kalimat itu menghantam Leo seperti petir di siang bolong. Dia terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Jantungnya berdegup kencang, dan pikirannya berputar-putar mencari cara untuk mengatasi situasi ini. Bagaimana mungkin Bu Mela, ibu dari calon istrinya, bisa meminta hal seperti itu? Leo memandang Bu Mela, mencoba membaca ekspresi wajahnya. Tapi yang dia lihat hanyalah keseriusan yang tidak bisa dia abaikan. Dia tahu bahwa menolak berarti membahayakan pernikahannya dengan Dinda, tetapi menyetujui permintaan itu terasa seperti sebuah pengkhianatan besar. Setelah beberapa saat, Leo akhirnya mengangguk perlahan, meskipun hatinya dipenuhi keraguan. "Tapi, Bu. Bagaimana mungkin aku harus melakukan itu?" Leo menatap dengan raut wajah kebingungan. "Iya itu syarat jika kamu benar-benar ingin menikah dengan Dinda. Jika tidak, maka jangan harap kamu bisa menikahinya!" Bu Mela sedikit tegas. Leo terdiam sejenak memikirkan. "Baik lah, Bu," ucap Leo pelan dengan suara yang bergetar. "Aku akan menyetujui itu," imbuhnya, meski hatinya berkata lain. Bu Mela tersenyum, tampak puas dengan jawaban Leo. "Bagus, Leo. Ibu tahu ini tidak mudah, tapi Ibu percaya kamu adalah lelaki yang bertanggung jawab," ujar Bu Mela, sorot matanya berbinar-binar. Leo hanya bisa tersenyum kaku, hatinya berteriak menentang keputusannya sendiri. Tapi dia tahu, demi Dinda, dia harus menjalani apa yang telah dia setujui, meskipun dengan hati yang penuh kebingungan dan ketidakpastian. Leo duduk dengan perasaan campur aduk setelah percakapan yang baru saja terjadi. Dia merasa berat dengan apa yang baru saja disepakatinya, namun di sisi lain, bayangan tentang Bu Mela, yang meski usianya sudah mencapai 40 tahunan, masih terlihat cantik dan memiliki tubuh yang montok, terus menghantui pikirannya. Bu Mela memang merawat dirinya dengan baik, dan Leo tidak bisa menyangkal bahwa ada daya tarik fisik yang kuat pada wanita itu. Namun, meskipun begitu, gagasan untuk melakukan hal seperti itu dengan ibu dari calon istrinya terasa sangat salah. Pikirannya terus berkecamuk, mencoba mencari cara untuk keluar dari situasi ini tanpa merusak rencana pernikahannya dengan Dinda. Namun, sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, langkah kaki terdengar dari arah tangga. Dinda turun dengan senyum manis di wajahnya, mengenakan pakaian sederhana yang membuatnya tampak semakin cantik di mata Leo. "Dinda, sayang, kamu sudah selesai?" Bu Mela menyapa putrinya dengan senyuman yang tampak sama sekali tidak mencerminkan percakapan mereka sebelumnya. "Iya, Mah" jawab Dinda sambil melirik Leo. "Sayang, sudah lama nunggu, ya?" Dinda kemudian berjalan mendekat dan duduk di samping Leo. Leo segera menanggapi dengan senyum yang dipaksakan agar tampak senatural mungkin. "Nggak, kok. Baru aja kok, sayang," jawab Leo dengan nada ceria yang berusaha menutupi kegelisahannya. Dia mencoba menghindari tatapan Bu Mela yang seakan-akan masih bisa merasuki pikirannya. Leo tahu dia harus segera keluar dari situasi ini sebelum pikirannya terjerat lebih jauh dalam kekacauan yang baru saja terjadi. "Sayang, gimana kalau kita jalan-jalan sekarang? Ada tempat yang pengen aku tunjukin ke kamu," ucap Leo berharap bisa mengalihkan perhatian Dinda dari rumah dan dari ibunya. Dinda terlihat sedikit terkejut tapi senang,"Boleh. Kemana kita?" "Aku akan bawa kamu ke tempat yang spesial, tapi biar jadi kejutan aja ya," jawab Leo sambil bangkit berdiri, menggandeng tangan Dinda dengan lembut. "Kami keluar dulu yah, Bu," pamit Leo dengan senyum penuh arti yang dia tujukan pada Bu Mela, berharap ini akan cukup untuk menenangkan pikiran Bu Mela, setidaknya untuk sementara. "Selamat jalan-jalan, kalian berdua," balas Bu Mela dengan senyum yang terlihat ramah, tetapi tatapan matanya membuat Leo merasa semakin tertekan. Dia tahu bahwa ini baru awal dari masalah yang harus dihadapinya. Mereka berdua keluar dari rumah, dan Leo mencoba menghirup udara segar untuk menenangkan hatinya. Di sampingnya, Dinda berjalan dengan gembira, tidak menyadari pergolakan batin yang sedang dialami oleh calon suaminya. Leo menggenggam tangan Dinda lebih erat, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini adalah jalan yang harus dia lalui, demi cinta mereka. Di dalam hati, Leo tahu dia harus menemukan cara untuk keluar dari situasi ini tanpa merusak hubungan dengan Dinda, tetapi untuk saat ini, dia hanya bisa fokus pada momen bersama Dinda, berusaha untuk melupakan sejenak bayangan mengerikan tentang apa yang harus dia lakukan setelah mereka menikah. Di dalam mobil yang melaju pelan melewati jalanan yang rindang, Leo dan Dinda menikmati waktu bersama. Udara pagi yang sejuk dan sinar matahari yang hangat menambah suasana romantis di antara mereka. Leo mencoba fokus pada saat ini, berusaha melupakan percakapan yang mengganggunya sebelumnya. "Sayang, nanti setelah kita menikah, kamu pengen tinggal di mana?" Dinda membuka pembicaraan, memecah keheningan yang nyaman di antara mereka. Leo melirik Dinda dengan senyum,"Aku pikir kita bisa tinggal di rumah yang sudah kita rencanakan, yang di dekat taman itu. Aku suka tempatnya, dekat dengan pusat kota tapi tetap tenang" Dinda mengangguk setuju. "Iya, aku juga suka. Tempatnya nyaman dan nggak terlalu jauh dari tempat kerja kita. Dan kalau nanti kita punya anak-anak, mereka bisa main di taman itu," balas Dinda dengan mata berbinar-binar. Leo tertawa kecil mendengar perkataan Dinda. "Kamu ngomongnya kayak kita bakal punya banyak anak aja, Sayang," ledek Leo sambil menggelengkan kepala, meski dalam hati dia merasa hangat membayangkan masa depan yang Dinda sebutkan. "Memang, aku pengen punya banyak anak!" ucap Dinda dengan nada serius yang bercampur canda. "Mungkin lima atau enam? Aku suka anak-anak, apalagi kalau mereka kayak kamu, Sayang," imbuhnya diakhiri senyuman genit. Leo tertawa lebih keras kali ini, senyumnya lebar, tetapi ada sedikit rasa takut yang menyelinap di hatinya. "Lima atau enam? Wah, kita bakal sibuk terus tuh." Leo meledek kembali sambil mencubit pelan pipi Dinda. "Tapi iya sih, aku juga pengen punya anak banyak. Aku pengen rumah kita rame sama tawa dan canda anak-anak kita," imbuhnya. Dinda tersenyum mendengar jawaban Leo. "Aku seneng denger itu, Mas. Berarti kita satu visi. Nanti kamu harus bantu aku ya, jagain anak-anak kita kalau aku lagi sibuk. Jangan cuma kerja aja," ujar Dinda sambil menyandarkan kepalanya di bahu Leo. "Tentu, sayang," jawab Leo sambil menggenggam tangan Dinda yang terletak di pangkuannya. "Aku bakal jadi suami yang baik dan ayah yang bertanggung jawab. Aku janji." Leo menambahkan. Mereka terdiam sejenak, menikmati momen kebersamaan itu. Leo merasa ada perasaan damai yang melingkupi hatinya saat bersama Dinda. Semua ketakutan dan kegelisahan yang dia rasakan tadi pagi perlahan memudar ketika dia memikirkan masa depan yang akan dia bangun bersama wanita yang dia cintai ini. Leo mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia akan menemukan jalan keluar dari situasi rumit yang melibatkan Bu Mela. Untuk saat ini, dia ingin fokus pada kebahagiaan mereka berdua dan rencana indah yang telah mereka buat. Dia tahu bahwa jika mereka kuat dan saling mendukung, tidak ada rintangan yang terlalu besar untuk dihadapi bersama. "Sayang," panggil Leo dengan suara lembut. "Aku seneng banget bisa jalani ini semua sama kamu. Kamu adalah alasan kenapa aku selalu bersemangat setiap hari," imbuhnya tersenyum. Dinda menatap Leo dengan tatapan penuh cinta,"Aku juga, Mas. Aku bersyukur punya kamu dalam hidupku. Aku nggak sabar buat menjalani semua ini bersamamu" Leo menatap Dinda dengan penuh kasih, lalu tanpa ragu dia mengecup kening Dinda dengan lembut,"Aku sangat mencintaimu, Sayangku" Dinda tersenyum, merasa begitu dicintai,"Aku juga begitu, Mas" Leo tersenyum bahagia, meski dalam hatinya masih teringat dengan kesepakatannya bersama Bu Mela yang meminta jatah kenikmatan. "Kamu kenapa, Mas?" tanya Dinda mengernyitkan keningnya melihat ekspresi Leo yang kebingungan. Seketika Leo kaget. *****Bu Mela meracau lebih keras, dia sepertinya sangat-sangat menikmati rudal milik Leo yang terasa mentok di dalam perutnya. "Ugh.. ughh... Hmmm jangan kenceng-kenceng, Sayang. Ahhh " Bu Mela terus meracau, selain dia merasakan kenikmatan, tapi juga ada rasa sakit karena saat itu Leo nampak begitu brutal menggenjotnya tanpa ampun. "Arggh... Nikmati saja, Bu. Aku akan buat ibu terpuaskan," ujar Leo, suaranya bergetar. Dia terus menggerakkan pinggulnya naik-turun menggenjot goa basah mertuanya dengan gerakan yang begitu cepat.Bunyi daging bertabrakan terdengar cukup keras.Nafas mereka berdua memburu bercampur suara desahan Bu Mela yang tidak henti-hentinya terdengar seakan memenuhi ruangan itu. Leo seolah lupa dengan istrinya, dia begitu nafsu menggenjot mertuanya tanpa ampun. "Aah.. ahhh... Aku mau keluar, Leo," ucap Bu Mela yang merasakan aliran darahnya memuncak. Mendengar itu Leo tersenyum penuh nafsu, dia mempercepat gerakannya agar mertuanya mencapai klimaks. "Cepat, Bu. Kelua
Semakin lama Bu Mela semakin kerepotan, mulutnya terasa begitu penuh sesak, dan dia juga merasakan jika rudal milik Leo mentok sampai ke tenggorokannya. Meski sudah memberikan kode menepuk-nepuk paha menantunya agar Leo menghentikannya, namun Leo seperti tidak mau untuk mencabut rudalnya itu. "Arggh... Tahan saja, Bu... Tahan...." Leo terus menggerakkan kepala Bu Mela.Hal itu membuat Bu Mela merasa sangat mual, tapi tidak lama kemudian, Leo akhirnya menyudahi permainan itu karena melihat mertuanya begitu kerepotan mengimbangi permainannya yang agresif. "Uwekkk.. Uwekkk, haduh... ahhh." Bu Mela nampak mual-mual ketika rudal menantunya dicabut dari dalam mulutnya.Melihat itu, Leo hanya tersenyum senang, dia merasakan nafsu birahinya semakin bangkit. Leo seakan tidak perduli lagi jika yang sedang bersamanya saat itu merupakan ibu mertuanya, karena biar bagaimanapun Bu Mela sendiri lah yang meminta Leo untuk memuaskannya, sehingga Leo berfikiran situasi saat itu adalah situasi yang pa
Leo seketika nampak gugup. Di dalam ruangan yang sepi, hanya terdengar suara detak jam dinding dan napas berat Leo yang semakin tegang. Bu Mela berdiri begitu dekat, auranya menguasai ruang kecil itu. Dia tersenyum, senyum penuh keyakinan dan rayuan. Dia tahu bahwa Leo terjebak di antara janji yang pernah dibuat dan kesetiaannya pada Dinda. "Leo, tidak ada yang perlu kamu takutkan," ujar Bu Mela dengan lembut, suaranya hampir seperti bisikan. "Dinda tidak akan mungkin tahu. Apa yang kita bicarakan dan lakukan di sini akan tetap menjadi rahasia. Kamu hanya perlu menepati janjimu, dan semuanya akan baik-baik saja."Leo menelan ludah, berusaha mengumpulkan pikirannya. Dia tidak pernah membayangkan situasi seperti ini saat pertama kali menerima tawaran mertuanya untuk mengelola perusahaan keluarga. Awalnya, tawaran itu sebagai kesempatan besar, tetapi kini dia sadar ada harga yang harus dibayar, dan itu lebih dari sekadar tanggung jawab pekerjaan.Di situ Bu Mela lebih mendekat, jarak
Dinda dan Leo terus melakukan hubungan badan dengan penuh cinta. Setelah sekian lama mereka saling menunggu momen itu, kini akhirnya mereka berdua bisa saling menikmati dan berbagi kasih. Hasrat birahi yang semula hanya bisa ditahan, sekarang mereka bisa saling menumpahkan dan saling memberikan kenikmatan.***Setelah seminggu penuh menikmati suasana romantis di Bali, Leo dan Dinda akhirnya memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Pagi itu, mereka bangun dengan senyum lebar di wajah, siap untuk mengakhiri bulan madu mereka yang penuh cinta. Dinda menatap Leo dengan tatapan bahagia saat mereka bersiap-siap meninggalkan hotel, dan Leo membalas dengan senyuman yang sama hangatnya.Di perjalanan menuju bandara, Dinda duduk berdekatan dengan Leo di dalam mobil, tangannya tak lepas dari genggaman suaminya. "Aku nggak percaya seminggu berlalu begitu cepat, Mas," ucap Dinda dengan nada lembut, matanya menatap Leo penuh cinta.Leo tersenyum, mengecup tangan Dinda yang digenggamnya,"Iya, cepat ba
"Aku akan melayanimu sampai puas, dan sampai kita sama-sama puas," ucap Dinda dengan nada menggoda. "Iya dong, Sayang. Itu harus dan kita perlu melakukannya," sahut Leo penuh nafsu. Dia kemudian langsung memeluk tubuh istrinya dan mendaratkan bibirnya.Dinda dan Leo saling melumat, bermain lidah dengan penuh nafsu birahi. Tangan Leo tidak henti-hentinya meremas-remas buah dada istrinya, belaian itu tentunya membuat Dinda semakin merasakan sensasi yang luar biasa, birahinya semakin bangkit. Begitu juga dengan Leo, ketika melihat ekspresi istrinya yang seolah menikmati permainannya, Leo merasakan rudalnya semakin memberontak.Setalah beberapa saat saling berciuman, Leo kemudian mengambil posisi, dia meminta Dinda untuk memainkan rudalnya dalam mulut. "Aku ingin kamu lakukan ini, Sayang. Aku ingin bermain di mulutmu," pinta Leo sambil mengarahkan senjatanya di depan mulut istrinya.Dinda menatap milik suaminya yang kini ada di depan wajahnya. Sekilas dia tersenyum melihat suaminya, mes
Dinda merespon dengan nada meledek, parasnya yang cantik tampak semakin menggemaskan. Mereka berdua merasakan kehangatan dan kebahagiaan pagi itu, sambil menyantap sarapan, mereka juga kerap kali bergurau sehingga suasana terlihat begitu indah. "Aku serius, Sayang. Kamu akan aku genjot seharian bahkan sampe malem," ucap Leo, dia menahan tawanya. "Yakin kuat?" Dinda menatap lembut, bibirnya yang manis menyiratkan ledekan. "Kuat dong, kamu kuat enggak melayani aku?" balas Leo mengangkat alisnya.Setelah menikmati sarapan, Leo dan Dinda memutuskan untuk tidak buru-buru keluar kamar. Udara pagi di Bali yang sejuk masuk melalui jendela balkon, menambah suasana santai di kamar mereka. Leo menarik Dinda ke sofa, duduk bersisian, sambil terus menggoda dan menciptakan suasana hangat di antara mereka. "Kamu nyaman di sini, kan?" Leo bertanya sambil mengelus rambut Dinda yang tergerai di pundaknya.Dinda tersenyum, lalu bersandar di bahu Leo. "Nyaman banget, Mas. Apalagi kalau ada kamu di
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments