Share

Sidekick
Sidekick
Penulis: Arumi Sekar

Bab 1 Kantor Baru

Setelah gue dinyatakan diterima via e-mail, di suatu siang di kamar kos gue, gue akhirnya diminta oleh calon kantor baru gue yaitu PT Teknologi Data Seluruh Dunia, untuk datang di akhir bulan Mei 2018 ini, dengan membawa seluruh data kelengkapan pribadi, termasuk fotokopi KTP, KK, hingga NPWP.

Nah, di sini gue agak bingung yah, padahal waktu ngelamar gue udah ngasih mereka beberapa lembar, trus bahkan waktu lanjut ke tahap 3 (Interview User alias Calon Bos), gue udah diminta lagi dalam bentuk file scan *.p*f gitu. Masih kurang juga???? Katanya perusahaan Teknologi, masa data beginian aja masih minta dalam bentuk hardcopy berulang-ulang. Awas aja ya, cuma berakhir di mamang-mamang gorengan buat bungkus gorengan. Huft.

Tentu aja, sebelum itu, gue udah prepared sisa uang tabungan gue buat beli beberapa blouse baru, 1 buah dress dan juga celana bahan baru. Mengingat posisi gue kali ini adalah Account Manager alias sebutan jabatan halus buat Sales yang mana, gue diharuskan tampil cantik dan menarik. Yang mana gue pun sebenarnya bukan tipe yang suka tampil mengingat my body was a little bit curvy.

Yang buat gue nggak sabar adalah ini pekerjaan ketiga gue dengan gaji dua digit, yang sudah gue impikan sejak lama. Meskipun di perusahaan yang punya basis di Singapura ini, punya ketentuan yang bisa dibilang saklek. Kalo lo nggak capai target Sales dalam tiga bulan, lo bisa langsung di cut alias pecat. Meskipun lo statusnya adalah karyawan tetap sekalipun. Cukup membuat keder sebenernya, karena ilmu Sales gue pun masih rata-rata.

***

Hari pertama masuk, gue dibawa berkeliling bersama karyawan baru lainnya. Meskipun tampak kecil dari luar, ternyata Gedung kantor itu memiliki 5 lantai dan 1 lantai rooftop di mana, para karyawannya boleh menanam tanaman di sana, sebat (ngerokok) sambil ngopi. Waktu kami sampai di sana, ada beberapa karyawan yang sedang ber-haha hihi sambil merokok, yang melempar senyum pada kami. Di salah satu sudut ada dapur kecil, di mana karyawan HRD yang mengajak kami berkeliling, memberikan informasi bahwa siapapun boleh memasak di sana saat jam kerja atau jam istirahat sekalipun. Tidak ada Batasan, tidak ada aturan, asalkan diperbolehkan oleh atasan masing-masing.

Dengan sambutan seperti itu, gue pun akhirnya berpikir bahwa kantor baru gue ini akan menjadi tempat yang asyik untuk menghabiskan 40 jam gue dalam seminggu untuk bekerja.

“Mbak Matari, Ibu Angel, sebagai calon atasan Mbak nanti, sepertinya belum datang. Jadi, Mbak bisa duduk dulu di lounge,” kata Soni, staff HRD yang usianya jauh lebih muda dari gue.

Gue menatap rombongan anak baru yang kebetulan datang bersamaan dengan gue hari itu dengan perasaan cukup iri. Mereka telah pergi ke divisi mereka masing-masing dan telah pergi sepenuhnya dari hadapan gue tanpa mengucapkan apa-apa. Ya, mau ngucapin apa juga sih. Gue juga baru kenal baru beberapa jam dan mereka tampak acuh, nggak peduli dengan kehadiran gue atau enggak. Nama-nama mereka saja gue nggak inget lagi, meskipun di acara orientasi karyawan baru tadi, kami semua telah mendapatkan giliran untuk memperkenalkan diri satu per satu.

“Eh, tunggu, Mas,” kata gue ketika Soni hendak kembali ke ruangannya.

“Panggil Soni aja, Mbak,” kata Soni sambil tersenyum. “Mau dianterin?”

“Enggak, sih. Cuma penasaran, tadi kamu bilang Bu Angel ya kalau saya nggak salah dengar?” tanya gue memastikan.

“Iya. Ibu Angel Hadi Waskita, biasa dipanggil Ibu Angel adalah atasan Mbak nanti selama bekerja di sini,” sahut Soni sambil menatap gue dengan lekat-lekat.

“Bukannya nama atasan gue Pak Vino? Kayanya gue interview sama dia deh waktu itu?” tanya gue lagi.

“Hmm, betul. Pak Vino adalah atasan Bu Angel, yang mana atasan Mbak juga sebenarnya. Cuma, untuk segala macam report dan guide selama bekerja, Mbak akan satu team bersama Ibu Angel,” jawab Soni.

Gue menggigit bibir. Padahal gue udah seneng aja dapat calon bos cowok waktu itu. Tetapi alangkah sedikit kecewanya gue ketika lagi-lagi gue harus berhadapan lagi dengan bos perempuan. Sorry, bukannya pilih-pilih atau gimana. Tapi gue lumayan sedikit trauma punya bos cewek karena pekerjaan gue sebelumnya. Soal trauma itu, gue akan bahas itu nanti ya.

“Tapi, gue nggak tahu yang namanya Bu Angel deh, Son,” kata gue sambil memindahkan tas gue ke pundak.

“Hmmm, nanti biasanya Rahma yang akan nyamperin Mbak, kok, kalau Bu Angel udah dateng,” timpal Soni.

Gue bahkan belum sempat bertanya Rahma itu siapa ketika teman satu tim Soni, memanggilnya dari dalam ruangan untuk menerima telepon. Soni akhirnya pergi sambil berkata bahwa gue bisa nge-WA dia aja kalau butuh apa-apa.

Gue pun akhirnya kembali turun menuju lantai dasar, di mana lounge berada. Lounge kantor ini terletak di sebelah resepsionis persis. Ada mesin penjual minuman serta mesin ATM yang menjadi penghias di salah satu sudut. Gue pun akhirnya duduk di Lounge. Kemudian melihat notifikasi handphone gue yang sudah banyak. Ternyata, grup “Sableng”, grup WA yang isinya sahabat-sahabat gue sudah mulai berisik.

Inara: Kok dia adem ayem aja sih? Penasaran gue sama bosnya, katanya ganteng.

Hafis: Sante aja dong, Nar. Mungkin dia masih orientasi, namanya juga hari pertama. Lo semua kaya nggak pernah hari pertama kerja aja.

Inara: Iya juga, sih. Ya udah gue tunggu @Matari

Beno: Berisik woi, gue baru bangun nih.

Inara: Lu baru bangun, Ben? Ya ampun? Semalem begadang nih sama Shinta?

Beno: Bangke lo. Semalem gue nge-remote server, ada yang bermasalah. Jam 4-an baru gue merem.

Hafis: Bank XXX ye? Kebiasaan tuh. Udahlah, lu kapan pindah ke tempat gua? Masa hari Minggu nge-remote server, bro. Nggak ada engineer lain apa?

Beno: Berisiiiik. Udahlah gue mau boker dulu.

Gue: Woi, berisik woi. Untung gue mute.

Inara: Kebiasaan lo mute nggak ilang-ilang. Lo kan sekarang jadi sales, nanti kena amuk bos lo baru tau rasa lo.

Rindu: Hai, Matari. Gimana hari pertama? Semoga menyenangkan!!!

Baru gue akan mengetik, seorang gadis yang tampaknya berusia nggak jauh dari Soni dan memakai hijab bunga-bunga merah, mendekati gue sambil tersenyum.

“Kak Matari ya? Saya Rahma,” kata gadis itu sambil menyalami gue.

Oh, jadi ini rupanya yang dibilang Soni. Manis juga.

“Maaf, menunggu lama. Bu Angel baru datang. Yuk, Kak, ke atas. Ruangan kita ada di lantai 3,” kata Rahma menuntun gue.

“Oke, makasih. Btw, nanti kita satu team ya?” tanya gue.

“Iya, Kak. Nanti kalau Kakak butuh dokumen bisa ke saya. Saya bagian admin,” kata Rahma.

“Oke,” kata gue singkat, tidak mau memperpanjang obrolan, karena gue belum tahu Rahma seperti apa.

Gue akan sebisa mungkin mengingat nasihat Rindu, karena doi adalah supervisor HRD di kantornya, bahwa jangan cepet percaya sama siapapun di kantor. Semua orang sama, cuma pengen gajian tiap bulan. Jadi mereka akan berlomba-lomba untuk mengamankan diri sendiri. Mendingan percaya sama temen yang udah lo kenal dari jaman sekolah aja.

So, sambil tetap mengikuti Rahma berjalan melewati divisi demi divisi gue pun akhirnya sampai di divisi team gue yang ternyata tidak seramai yang gue bayangkan.

Ruangan divisi itu berbentuk persegi yang sangat luas. Di dalamnya banyak meja meja besar yang ditata seperti di coffee shop. Satu meja diisi 4-6 kursi saja. Dari Rahma gue baru saja diberikan info bahwa, untuk team Sales semua kursinya nggak ada kepemilikan tertentu. Istilahnya open office. Siapa cepat dia dapat. Bisa duduk di mana aja. Paperless. Kalaupun ada, semua disimpan di dalam loker masing-masing.

Jadi misal gue hari ini duduk di kursi A, besok gue boleh duduk di kursi B, begitu seterusnya. Kaya group discussion gitu.

“Tapi…,” kata Rahma sambil menatap gue sekilas. “Khusus Bu Angel dan timnya selalu pakai dua meja ini.”

Rahma menunjuk 2 meja paling sudut, yang ternyata berdekatan dengan beberapa ruangan kecil. Kata Rahma, salah satunya milik Pak Vino, atasan kami semua di divisi Sales. Sisa ruang kecil lainnya adalah milik bos besar divisi lain, yang kebetulan tidak berada di tempat.

Dua meja itu hanya ada laptop milik Rahma. Kursi-kursi lainnya kosong.

“Duduk aja, Bu Angel masih di toilet,” kata Rahma memintaku duduk di sebelahnya.

Gue pun duduk. Baru gue sadari di antara kursi kosong itu ada tas merk Michael Kors bersandar di sana. Gue tebak, itu milik Bu Angel.

“Oh, iya, Kak, sekarang sambil nunggu beliau, Kakak jalan aja ke lantai dua. Di sana ada divisi warehouse. Kakak bisa minta aset laptop yang udah dipesan Bu Angel dari kemarin. Katanya sudah selesai di instal semua perangkat office. Kakak tinggal ambil aja. Kakak bisa ketemu dengan Mas Abid,” kata Rahma. “Sekalian kenalan, nanti Kakak akan banyak berhubungan dengan Mas Abid. Dia handle semua aset laptop internal dan external.”

Tanpa banyak bicara gue pun melangkahkan kaki lagi turun ke lantai dua dan mencari Mas Abid untuk meminta aset laptop atas nama gue. Di sini semua orang memakai laptop. Dan laptop itu boleh dibawa pulang. Semua laptop akan dikembalikan saat keluar dari perusahaan. Beberapa ada yang boleh memilikinya jika laptop itu sudah dimiliki lebih dari 5 tahun.

Sounds fun, right?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status