“Jadi Paman sudah melaporkan menghilangnya Lea?” tanya Ghalib di telepon siang itu.
Ia sudah seharian menunggu kedatangan Tuan Iwan ke tempatnya, tapi nyatanya ia malah mendapat panggilan jika paman Lea itu sudah melapor sendiri ke polisi.
“Iya, Ghalib. Paman tidak mau merepotkanmu terus.”
Ghalib terdiam. Jakunnya naik turun menelan saliva, sesekali ia mengacak rambutnya. Padahal ia sangat ingin membantu selain itu sebelumnya Ghalib sudah mengenal beberapa orang di kepolisian akibat kasus Kenan tempo hari.
Siapa tahu kenalannya itu bisa mempercepat pencarian Lea, tapi sepertinya Tuan Iwan memang benar-benar tidak mau merepotkannya.
“Kata polisi, mereka akan segera mencari keberadaan Lea. Kamu tidak perlu khawatir.”
Suara Tuan Iwan kembali terdengar di seberang sana. Ghalib hanya terdiam sambil berulang menganggukkan kepala. Ia tidak bisa berbuat banyak lagi.
Arifin yang biasanya mengurusi hal ini se
“Tuan, apa Anda baik-baik saja?” tanya seorang pria.Ghalib perlahan membuka mata, mengerjapkan beberapa saat sambil memperhatikan sekitar. Sesekali ia mengusap kepalanya yang masih sakit akibat pukulan tadi.Ghalib melihat sudah berada di dalam ruang tamu sebuah rumah dan sedang terbaring di atas sofa. Pelan-pelan ia mencoba mengingat apa yang baru saja terjadi, kemudian mata pekatnya menatap tajam pria yang berdiri di depannya.“Apa kamu yang memukulku tadi?”Pria itu menunduk, menyembunyikan wajahnya kemudian mengangguk.“Saya minta maaf, Tuan. Saya tidak tahu jika Anda yang datang.”Ghalib mendengkus. Ia sudah duduk di sofa sambil melihat ke arah pria di depannya. Ghalib mengenali pria di depannya ini. Ia adalah salah satu asisten rumah tangga di keluarga Husein.Rupanya meski sudah pindah rumah, pria ini masih saja setia mengikuti majikannya.“Saya pikir tadi yang datang orang jaha
“Ghalib!!”Panggilan Tuan Fandi sama sekali tidak membuat pria tampan itu menjawab. Karena gemas, Tuan Fandi langsung merampas ponsel Ghalib.Kini matanya terbelalak seraya membaca pesan dalam ponsel itu.“Kenan masih hidup!!” Tuan Fandi menoleh ke Ghalib dengan tatapan bertanya.“Apa maksudnya ini, Ghalib? Bukannya Kenan mantan suami Lea itu sudah mati.”Ghalib tidak berkata sepatah pun, tapi sudah meminta kembali ponselnya. Kepalanya mengangguk dengan wajah penuh ketegangan terlihat jelas di sana.“Iya, harusnya dia sudah mati. Aku dan Lea menghadiri pemakamannya tempo hari.”Tuan Fandi terdiam, berdecak sambil berulang menggelengkan kepala.“Namun, Lea pernah berkata jika dia yakin kalau Kenan masih hidup dan sedang menunggu saat yang tepat untuk membalas dendam padanya.”Mata Tuan Fandi melebar. “Jangan-jangan Kenan di balik menghilangnya Lea, Ghalib.&
BRAK!!!Tiba-tiba pintu ruangan Ghalib terbuka lebar dan tampak Pak Jonas berjalan tergesa masuk ke dalam ruangan. Deasy tersenyum masam saat melihat kedatangan pria itu.Pak Jonas berdiri di depan Ghalib sambil menundukkan kepala seolah sedang minta maaf karena membiarkan Deasy masuk begitu saja ke ruangannya.Deasy berdecak, dengan sudut mata melihat Pak Jonas.“Baik, aku tunggu kamu di rumah sakit. Aku tidak mau Nenek marah.”Usai berkata seperti itu, Deasy langsung memutar tubuhnya dan berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.Ghalib hanya diam, rahangnya menegang menatap kepergian Deasy.“Maafkan saya, Tuan. Saya sedang ke toilet saat Nona Deasy masuk. Jadi saya ---”Pak Jonas menjeda kalimatnya saat melihat tangan Ghalib terangkat ke udara. Pria tampan berdagu belah itu menatap Pak Jonas dengan kesal.“Ini pertama dan terakhir kali, dia masuk ke sini tanpa izin, Pak. Ingat itu!!!&rdquo
“Jadi Paman sudah melaporkan menghilangnya Lea?” tanya Ghalib di telepon siang itu.Ia sudah seharian menunggu kedatangan Tuan Iwan ke tempatnya, tapi nyatanya ia malah mendapat panggilan jika paman Lea itu sudah melapor sendiri ke polisi.“Iya, Ghalib. Paman tidak mau merepotkanmu terus.”Ghalib terdiam. Jakunnya naik turun menelan saliva, sesekali ia mengacak rambutnya. Padahal ia sangat ingin membantu selain itu sebelumnya Ghalib sudah mengenal beberapa orang di kepolisian akibat kasus Kenan tempo hari.Siapa tahu kenalannya itu bisa mempercepat pencarian Lea, tapi sepertinya Tuan Iwan memang benar-benar tidak mau merepotkannya.“Kata polisi, mereka akan segera mencari keberadaan Lea. Kamu tidak perlu khawatir.”Suara Tuan Iwan kembali terdengar di seberang sana. Ghalib hanya terdiam sambil berulang menganggukkan kepala. Ia tidak bisa berbuat banyak lagi.Arifin yang biasanya mengurusi hal ini se
“Emilia Prasetya?” ulang Lea.Mata Lea membola saat mendengar nama yang baru saja disebutkan neneknya. Tentu saja melihat reaksi cucunya, sang Nenek langsung bertanya.“Kenapa? Kamu pernah bertemu dengannya?”Lea menelan ludah kemudian mengangguk pelan.“Apa yang Nenek maksud Nyonya Emilia, neneknya Ghalib?”Lea tahu jika keluarga Prasetya adalah salah satu dari sepuluh orang terkaya di negeri ini. Awalnya Lea tidak tahu jika Ghalib bagian dari mereka, tidak ada nama Prasetya di belakang namanya.Namun, setelah tempo hari Lea berkunjung ke rumah neneknya. Lea baru tahu siapa Ghalib dan strata sosialnya.“Iya, benar, Lea. Itu sebabnya dia tidak merestui hubungan kalian.”Lea tercengang lagi, mulutnya sedikit terbuka seraya menatap wanita di sampingnya dengan tatapan bertanya.“Memangnya Nyonya Emilia tahu siapa Nenek? Maksudku, selama ini tidak ada yang tahu jika aku m
“Baik, Tuan. Saya akan pastikan secepatnya!”Arifin sudah keluar dari ruangan Ghalib usai berpamitan. Pria berkacamata itu berjalan dengan dagu terangkat dan penuh percaya diri. Ia tidak mau mengecewakan bosnya dan akan melakukan penyelidikan dengan baik.Sementara itu Ghalib kembali menyelesaikan pekerjaannya. Ia sudah berjanji akan menemani Tuan Iwan usai makan siang untuk melapor menghilangnya Lea ke kantor polisi.Jauh beberapa kilometer dari tempat Ghalib berada tampak Lea duduk diam di depan laptop sambil menatap tajam ke layarnya. Berulang kali ia menggelengkan kepala usai mendapati isi di dalam laptop tersebut.“Apa ada yang bisa saya bantu, Nona?” tanya pria berpakaian rapi yang sedari tadi berdiri diam di sampingnya.Lea mendongak kemudian menggelengkan kepala. Berulang ia menghela napas dan menghembuskannya dengan kasar.“Mas Kenan sudah meretas semua akun email dan medsos-ku.”Lea