Dek Ajeng & Mas Abim

Dek Ajeng & Mas Abim

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-06-13
Oleh:  CeeriBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat. 1 Ulasan
41Bab
181Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Ajeng yang manja berpikir bahwa suaminya akan selalu menyetujui segala permintaan dia. Apalagi Abimana punya banyak cinta untuk diberikan kepada istri tersayangnya ini tanpa tega menolak. Ajeng yang terlena justru menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam masalah besar dan genting. Di sinilah pertama kalinya Ajeng merasakan panik. Kemarahan Abimana adalah hal paling menakutkan dari dugaan dia.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Ajeng Dwi Ayu

•• ༻❁༺ ••

Ketika laun-laun mentari pergi ke peraduannya, terpancang pula keindahan langit berhiaskan semburat lukisan jingga. Pesona sore seakan turut membingkai kesunyian Abimana Abrisam. Dia termenung seraya menatap kemegahan cakrawala, diam memikirkan sang istri tercinta yang saat ini berada di rumah.

Ajeng, Ajeng Dwi Ayu; ialah wanita istimewa dengan segala kecantikan yang dia miliki. Mata bulat, kulit putih nan mulus, juga rambut hitam yang panjang dan halus, sungguh menawan untuk dipandang.

Ajeng telah seutuhnya memengaruhi pikiran Abimana. Pria itu tengah mengulang kembali peristiwa bahagia tahun lalu kala dia dan Ajeng melangsungkan ijab kabul di depan orang tua mereka dan juga sanak saudara yang hadir.

Menjelang setahun pernikahan mereka, kebahagiaan sejoli tersebut akhirnya terlengkapi. Kehamilan Ajeng merupakan hadiah terbaik di sepanjang usia Abimana. Dia bahkan telah menyusun dan mempersiapkan hari khusus demi menanti kelahiran si buah hati.

Enggan terlambat pulang menyebabkan Abimana bergegas mengemasi barang-barangnya. Langkah diayun cepat menyusuri koridor yang mulai sepi. Beberapa karyawan tentu sudah lebih dahulu meninggalkan ruangan mereka, ada juga yang kedapatan baru akan pergi.

"Sore, Pak!"

"Dim, Mau pulang juga?"

"Iya nih, Pak. Yang lain udah ninggalin saya."

"Kamu lelet, sih! Makanya sering ditinggal."

"Aduh, Pak. Merekanya aja yang kesetanan. Enggak pernah santai setiap jam pulang—nuwun sewu, Pak! Saya duluan, ya."

"Silakan, Dimas!" Abimana tertawa maklum, menggeleng-geleng menyaksikan stafnya yang saat ini berlari di depan dia.

-----

Ketika bertemu seseorang yang cocok, sebuah ikatan pun dapat terjalin. Entah itu pertemanan, asmara, maupun pertemanan berujung asmara. Dan di perjumpaan pertama, Abimana langsung memutuskan untuk mempersunting Ajeng Dwi Ayu tanpa perlu menjajaki masa pendekatan.

"Ngapain, Dek? Kok salam Mas enggak dijawab?" Abimana menghampiri istrinya yang tengah duduk berleha-leha di ruang bersantai. Dia tak lupa mendaratkan kecupan singkat di kepala.

Sepasang kakinya naik ke atas sofa, Ajeng bersandar menyamping pada bantal-bantal persegi yang saling berimpit. Sekilas dia melirik Abimana dan berkata, "Iseng aja. Ini Adek lagi menonton live Xhopee. Tokonya ngadain diskon gede-gedean, mana tau ada yang bagus."

"Udah makan?"

"Eh, itu Mas. Maafin Adek, ya. Tadi Adek keburu lapar, jadi makan duluan. Tapi, Mumu udah masak, udah siapin makan malam buat Mas." Ajeng menurunkan kedua kakinya, disusul Abimana duduk di sebelah dia.

"Adek cape, ya?" tanya Abimana sambil meneliti wajah istrinya.

"Enggak kok, Mas."

"Terus, kenapa bukan istri Mas ini yang nyiapin makan malam buat Mas? Padahal Mas kepingin ..."

"Mas, masakan Adek atau bukan enggak ada bedanya. Mas sendiri bilang masakan Mumu enak. Masih ingat 'kan?"

"Iya, sayang. Mas tahu. Tapi, tetap aja buat Mas masakan Adek itu spesial. Efeknya luar biasa setiap kali Mas dimasakin makanan sama Adek. Enaknya jadi berlipat ganda, Mas merasa disayang banget."

"Ya mau gimana. Kapan-kapan deh adek masakin. Hamilnya ini bikin Adek bosan di dapur, apalagi masak." Nada suara Ajeng terdengar manja, ditambah muka cemberut yang kerap menunjukkan betapa menggemaskannya dia.

"Oh, karena jagoan kecil kita ini? Jadi, Mas memang harus mengalah dong, ya?!" Ajeng mengangguk lucu dengan bibir maju seperti paruh bebek. "Sehat-sehat di dalam ya, Nak," kata Abimana seraya mengelus-elus perut istrinya. "Apa hanya penglihatan Mas aja atau memang perut Adek mulai membesar. Coba Adek perhatikan! Lebih menonjol 'kan daripada yang kemarin-kemarin?"

"Iya, Adek kira juga begitu. Mirip perut badut kalau dari cermin." Ajeng tersenyum tipis, turut senang saat telempap suaminya yang lebar menangkup dan memberi sapuan penuh kasih sayang pada permukaan perutnya.

"Mas mandi dulu, nanti ke sini lagi."

"Habis mandi Mas makan dulu. Entar makanannya makin dingin, loh. Adek enggak suka Mas melalaikan jam makan. Kebiasaan Mas di kantor enggak boleh dibawa pulang. Lama-lama Mas bisa sakit."

"Iya, sayang. Mas janji bakal langsung makan." Abimana beranjak ke lantai dua, menuju kamar mereka. Istrinya betah di sofa, masih dengan ponsel dan live streaming yang dia saksikan.

-----

"Aku ragu bisa ikut atau enggak," sahut Ajeng sambil memutar-mutar helai rambutnya. Dia sedang berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. "Udah aku bilang 'kan, aku harus minta izin dulu, Jes."

"Kamu ini gimana sih, Jeng? Memangnya kita mau ngapain? Masa iya minta persetujuan dulu cuma buat senang-senang? Yang benar aja?! Zaman udah berubah kali."

"Mas Abim beda, Jes. Dia bukan tipe yang oke-oke aja. Aku enggak bisa ikuti saran kamu. Apapun alasannya, aku wajib jujur dan izin dulu."

"Terserahlah! Kalau malam ini kamu belum juga ada kabar, kami bakalan pergi tanpa kamu, Jeng."

"Enggak bisa begitu—loh, kok dimatiin?! Ajeng berdecak kesal sambil menatap layar ponselnya.

"Siapa yang telepon, Dek?"

"Teman Adek Mas. Mas udah jadi makannya?"

"Baru selesai."

"Sendirian aja?" Abimana spontan mengangguk. "Tumben enggak minta ditemenin Adek."

"Enggak apa-apa, sayang. Barusan Adek ngomong sama siapa?" Kali ini Abimana duduk di seberang istrinya.

"Udah Adek jawab, Mas. Itu dari teman Adek." Tiba-tiba Ajeng teringat rencana perginya. "Mas, ada yang mau Adek bilang."

"Bilang apa, hem? Apa yang menyebabkan istri Mas ini cemberut."

"Adek bingung. Teman Adek rencananya mau mengajak hangout, yang di telepon tadi. Adek boleh ikut enggak?"

"Ke mana?" Abimana berusaha menjawab tenang, meski kernyit di dahinya muncul lebih dini. Dia tidak pernah suka terhadap ide bepergian Ajeng jika tanpa dirinya.

"Paling ke mal, Mas. Shopping, ke bioskop. Atau juga hunting jajanan baru." Ajeng melipat bibir selagi menunggu tanggapan suaminya. Ragu pun memenuhi pikirannya kala menyadari bahwa suaminya tidak akan memudahkan ide bepergian itu.

"Kapan, Dek?"

"Besok, Mas. Jam sepuluh. Boleh ya, Mas?" Muka memelas dipampangkan. Ajeng hafal betul satu dari banyak kelemahan suaminya jika menyangkut dia.

"Tapi, Adek sedang hamil. Dokter bilang usia kandungan Adek belum dibebaskan buat melakukan banyak kegiatan. Kalau terjadi apa-apa dengan Adek atau bayinya, bagaimana? Adek juga harus pikirkan itu."

"Mas, Adek perginya enggak sendirian. Jangan melebih-lebihkan, dong! Lagian, Adek sering kok menjumpai wanita hamil di mal. Aman-aman aja sepanjang mereka ada di mal itu."

Nada bicara Ajeng merendah, sarat rengekan di dalamnya. Dia tidak pernah berkata lantang, sangat bukan dirinya ataupun Abimana. Mereka terbiasa saling berbicara dalam intonasi halus.

"Mas enggak bermaksud begitu, sayang. Cuma mengingatkan perkataan dokter tempo hari. Apa Mas salah mengkhawatirkan kondisi istri dan calon anak sendiri?"

Tatapan Abimana berubah mengintimidasi, meski tidak ada kekerasan pada setiap penggalan kata yang diucapkan. Ya Tuhan, bahkan seluruh keluarga dari kedua belah pihak pun tahu betapa besar rasa cinta lelaki ini kepada istrinya. Ajeng kerap dimanjakan. Tiada sekalipun Abimana bertindak kasar, meski sebuah ketidaksengajaan.

"Pokoknya Adek mau pergi, udah janjian dari minggu lalu ke mereka." Ajeng menunduk, muka cemberut dan bibir yang maju tadi tidak juga berubah. Gemas sekali, pikir Abimana.

Jangka mendengar rengekan istrinya itu, Abimana lantas mendesah pasrah dengan kepala tetap dingin. Sepertinya dia perlu mengenyahkan pikiran-pikiran buruk yang melintas di benaknya. Sembari Abimana bangkit; berniat untuk kembali ke kamar mereka, dia lalu berkata lagi, "Mas bisa apa kalau Adek udah ngotot begini? Tapi, Mas benar-benar memohon sama Adek, jangan melalui batas! Pertimbangkan kondisi Adek buat kebaikan Adek dan bayinya juga. Sampai di sini paham 'kan, iya?"

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Riri riyanti
ceritanya seru! mantap sekali......
2025-03-26 11:25:03
1
41 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status