Home / Thriller / Simpanan Mafia Kejam / Hampir ketahuan

Share

Hampir ketahuan

Author: Bulandari f
last update Last Updated: 2024-06-29 16:46:50

Bab 8

Brian jadi bingung kini, dia tidak menyangka Kinanti melihatnya hendak masuk ke dalam mobil mewah yang dibawa oleh anak buah Brian. “Berlan, kenapa kamu diam? Kamu mau kemana dan mereka itu siapa?” tangan Kinanti menunjuk ke arah lima mobil mewah yang berderet dan tujuannya untuk menjemput Brian.

“Mereka? Aku tidak kenal dengan mereka, Kinanti. Ini salah satu dari mereka bertanya di mana rumah Pak Midun. Yah mana aku tahu? Lagian aku juga baru disini,” kata Brian berbohong, lanjut dengan Brian yang berkata, “Sana kalian pergi saja, tanyakan ke yang lain, aku tidak mengenal siapa orang yang sedang kalian cari.”

Brian senyum-senyum sendiri memandang Kinanti, padahal senyuman itu hanya semata menyembunyikan kebohongan dan kecemasannya kini. Karena dalam hatinya Brian justru berkata, “Hampir saja ketahuan.”

“Aneh, masak di tempat seperti ini masih ada yang namanya Midun? Memangnya orang luar itu ada yang namanya Midun yah, Berlan?”

Brian mengedikkan bahunya menjawab ucapan Kinanti, lanjut dengan Brian yang justru berkata, “Ini sudah malam loh, apa kamu tidak ngantuk dan tidak ingin tidur? Apalagi besok hari pertama kamu kerja, Kinanti. Mendingan kamu tidur deh Kinanti.”

“Iya nih, aku juga sudah ngantuk. Tapi ngomong-ngomong. Terima kasih yah Berlan.”

“Terima kasih untuk apa, Kinanti?”

“Untuk semuanya Berlan, untuk tempat tinggal dan pekerjaannya Berlan. Kamu juga mengeluarkan uangmu untuk membeli pakaian untukku, tapi aku janji Berlan. Aku akan mengganti semua uangmu setelah nanti aku gajian Berlan. Gak apakan kalau harus menunggu selama ini Berlan?”

“Gak apa-apa Kinanti, kamu tidak usah pikirkan itu. Mendingan kamu masuk ke dalam dan istirahat lah. Tidak baik juga wanita seperti kamu berada di luar gini Kinanti. Apalagi kini kita berada di negeri orang. Jadi sedikit berbahaya Kinanti untuk perempuan seperti kamu.”

Mata Kinanti pun melihat sekitar tempat tinggal barunya, tidak ada seorangpun disitu. Sangat sepi dan hanya ada mereka berdua di tempat itu sekarang.

Sejauh matanya memandang pun tidak tampak ada orang, hanya beberapa pepohonan rimbun kalau dilihat di malam hari sedikit menyeramkan. Hal itu membuat Kinanti jadi merinding sendiri. Terlebih saat melihat pokok pepohonan itu seperti bergoyang karena hembusan angin malam.

“Hmmmm, aku masuk dulu.” Kinanti segera masuk rumah, dan hal itu sempat membuat Brian berkata, “Dasar wanita mau aja ditakut-takuti.”

Setelah merasa aman dan Kinanti pun tidak lagi terlihat barulah membuat Brian menelepon Marco untuk menjemputnya kembali.

Marco mengusulkan agar Brian berjalan sedikit ke depan, agar suara mobil anak buah Brian tidak terdengar oleh Kinanti dari dalam rumah. Sebab posisi Marco dan beberapa anak buah Brian lainnya tidak terlalu jauh dari keberadaan Brian kini.

Brian pun setuju dengan usulan Marco, dia berjalan beberapa langkah ke depan hingga mobil yang ada Marco di dalam mundur dan berhenti tepat di sebelah Brian.

“Ayo kita berangkat,” sahut Brian.

Di dalam mobil itu Brian menerima jas pemberian Marco, lalu menyimpan tompel yang melekat di wajah Brian, lanjut dengan Brian yang mengganti sepatunya ke sepatu yang lebih bagus dan mahal. Jadi semua aksesoris yang dipakai oleh Brian saat menyamar sebagai Berlan di hadapan Kinanti itu pun dilepaskan oleh Brian semua. Dan menggantinya dengan barang-barang yang biasa dia pakai dalam sehari-hari.

Saat mengenakan jam mahalnya, Brian pun meluapkan isi hatinya yang kerepotan harus menyamar sebagai orang lain untuk Kinanti, dengan Brian yang berkata, “Apa gak ada asulan lain Marco, selain harus menyamar menjadi pria cupu di hadapan Kinanti. Ini sangat mengganggu ku, Marco.”

“Bagaimana lagi caranya, Brian? Aku cuman punya ide seperti itu, memangnya kalau kamu muncul di hadapan Kinanti sebagai Brian. Apa kamu pikir dia bakalan mau menerima kamu Brian? Tapi semua tergantung pada kamu lagi Brian. Aku sebagai seorang asisten hanya bisa memberikan usulan saja, Brian. Lagian apa salahnya menikmati hidup seperti kehidupan orang biasa. Aku lihat kamu cukup menikmatinya Brian.”

Brian jadi terbayang saat untuk pertama kalinya dia makan di rumah makan biasa, dan bagi Brian itu pengalaman yang luar biasa. Karena rasa makanannya membuat Brian ketagihan.

“Jadi tergantung kamu sih Brian, aku nurut saja apa yang kamu mau,” lanjut Marco.

“Baiklah, akan aku coba untuk beberapa hari ini. Tapi kalau aku gak betah maka dia akan aku nikahkan paksa dan menjadikannya sebagai seorang istri. Terserah kalau dia mau atau tidak. Tapi aku pastikan kalau kali ini dia tidak akan bisa lari dariku!”

“Hmmmm, tapi kamu harus ingat satu hal Brian. Mungkin kamu bisa memiliki raganya tapi tidak dengan hatinya. Apalagi ada pepatah yang mengatakan. Kalau kamu ingin menangkap ikan di dalam kolam maka tenangkan dulu airnya, jika kamu tertarik pada gadis pendiam. Maka caranya tidak sama. Aku rasa kamu paham dengan maksud ucapanku itu Brian.”

“Entahlah,” kata Brian dengan dia berpaling muka, dia tidak lagi mau melanjutkan pembahasan tentang Kinanti, tapi justru bertanya. Siapa saja pimpinan para mafia yang datang itu. Dan mereka dari negara mana saja.

Hingga pertanyaan Brian pun dijawab oleh Marco dengan berkata, “Semuanya datang Brian, alasannya sih ingin membuat persatuan antara para mafia, aku rasa itu tidak akan berguna. Yang ada justru akan saling menjatuhkan. Karena yang namanya musuh sangat payah diajak duduk dalam satu meja.’

“Hmmmm, siapkan saja pasukan untuk jaga-jaga.”

“Soal itu aman Brian, semuanya sudah aku atur. Kita ikutin aja dulu permainan mereka.”

“Baiklah,’ jawab Brian.

Keberadaan mereka pun sampai di tempat pertemuan, dan disitu sudah ada beberapa pemimpin Mafia yang sudah terlebih dahulu datang sebelum Brian dan para anak buahnya tiba. Dan kedatangan Brian disambut dengan senyuman palsu dari pemimpin lain.

Mereka seakan-akan senang menyambut kedatangan Brian, satu dari mereka pun berkata, “Aku pikir kamu tidak akan datang, Brian.”

Brian membuang senyum sinis, dan menatap semuanya dengan tatapan mata tajam, tidak ada kepalsuan yang ditunjukkan Brian malam ini. Dia tetap menjadi si Brian yang kejam dan tidak menyukai para musuhnya.

Bahkan hal pertama yang Brian ucapkan pun mampu membuat yang lainnya langsung terpancing emosinya, tapi mereka berusaha untuk mengendalikan diri. “Untuk apa sih kalian buat acara sampah seperti ini? Apa kalian kurang kerjaan hah? Atau jangan-jangan kalian ingin minta perlindungan, cih … aku tidak sudi bekerja sama dengan orang-orang goblok kayak kalian semua.”

“Maaf Tuan Brian yang terhormat, kita disini hanya untuk silaturahmi antara para mafia, bukan untuk membicarakan tentang kerjasama. Kalau ada pun tentang pembahasan kerjasama bisa dilakukan setelah pertemuan ini selesai. Cuman peraturannya disini harus saling menghargai dan jangan sampai ada tumpah darah disini,” kata salah satu dari pimpinan mafia itu.

“Baiklah, baiklah. Ayo langsung mulai!” ujar Brian.

Gaya Brian tidak berubah-ubah, dari caranya bicara yang terkesan menyakitkan dan selalu membuat musuhnya sakit hati, sampai dari caranya memandang yang membuat musuhnya gentar.

Itulah Brian, pria yang baru tumbuh dewasa dan sudah diminta memimpin sebuah geng Mafia penjual segala barang-barang haram dan melakukan semua praktek yang ilegal. Dari penjualan manusia sampai pekerjaan lain yang dilakukan oleh Brian.

_________

Bisa dikatakan Brian dan rombongannya pulang dari pertemuan itu sekitar jam 2 pagi, itu pun tidak ada pembahasan yang mampu membuat Brian tertarik atau merasa waktunya tidak terbuang sia-sia. Karena bagi Brian. Menghadiri acara semalam hanya membuang waktunya yang berharga.

Ditambah pagi ini dia harus segera mungkin menemui Kinanti di rumah petak yang sengaja dibeli oleh Brian sebagai tempat tinggal Kinanti.

“Dia belum menunggu kan?” tanya Brian ke Marco.

“Kayaknya belum Brian, jangan lupa pakaikan tompel mu Brian. Dan ini sepatumu Brian.”

Marco menunjukkan sepatu biasa dari merek murahan untuk dipakai oleh Brian lagi.

“Kenapa tidak memakai sepatu yang biasa aku pakai?” tanya Brian.

“Kalau kamu memakai itu Brian, maka dia akan tahu kalau kamu bukan pria sederhana yang dia kenal, tapi seorang penipu yang menyamar sebagai pria biasa. Karena gak mungkin seorang pria biasa memakai sepatu yang harganya ratusan juta Brian.”

“Hah, ribet banget sih. Sini lah!” Brian menarik kasar sepatu itu dari tangan Marco.

“Sudah selesai, aku berangkat dulu,” Brian lupa hingga dia hendak masuk ke dalam mobil mewahnya, tapi tiba-tiba Marco berkata, “Pakai ini Brian, aku sudah siapkan sepeda motor untuk kamu. Agar kamu bisa membonceng Kinanti ke kantor mu, Brian.”

“Kamu serius ini Marco, aku harus pakai motor sendiri?”

“Hmmmm, good luck, Brian.’

Marco tersenyum saat melihat Brian menaiki sepeda motor sederhana milik penjaga kebun rumahnya Brian, ditambah saat melihat mimik muka Brian yang tertekan saat mulai membawa motor itu untuk menjemput Kinanti.

“Semoga dari sini kamu belajar untuk menjadi lebih baik, Brian. Dan aku harap Kinanti bisa merubah sikap keangkuhan dan kekejaman mu Brian.”

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Maharani Da Boom
Keren story nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 106

    Bab 106Membangun Perang OpiniMalam semakin larut, tapi Brian belum juga beranjak dari kursinya. Ruangan markas itu dipenuhi dengan cahaya dari layar komputer yang terus menampilkan rekaman siaran langsung. Media sudah mulai meliput demonstrasi besar-besaran yang terjadi di depan rumah Jenderal Harjo. Ribuan orang berkumpul, membawa spanduk dan meneriakkan tuntutan agar keadilan ditegakkan. Telepon di meja Brian kembali berdering, memecah konsentrasinya. Kali ini panggilan dari Papanya Frans. Brian langsung menjawab, menduga kabar penting yang akan disampaikan. "Brian,"suara Frans terdengar dalam dan serius, "Papa baru saja dapat kabar. Kamu tahu apa yang terjadi sekarang?"Brian menghela napas, tangannya mengusap dagunya yang mulai ditumbuhi janggut tipis. "Apa itu, Pa?""Kepolisian sedang kacau. Kantor mereka penuh massa dan wartawan. Orang-orang marah, Brian. Mereka menuntut agar ada instansi lain yang turun tangan. Katanya, polisi sudah tidak bisa dipercaya lagi. Semua ini kar

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 105

    Bab 105Serangan BalikSuara telepon yang berdering memecah keheningan malam di markas Brian. Dia meraih telepon itu dengan cepat, menduga ada sesuatu yang mendesak. Begitu diangkat, terdengar suara panik dari salah satu anak buahnya.“Bos, kami baru saja mendapat kabar dari informan kalau besok akan ada penggerebekan besar-besaran di markas kita yang ada di pinggiran kota. Yang memerintahkannya adalah Jenderal baru,” lapor suara di telepon, terengah-engah.Brian terdiam sejenak, matanya menyipit mendengar kabar tersebut. Biasanya, dia selalu mendapat informasi sebelumnya jika akan ada operasi besar dari pihak kepolisian atau militer. Jenderal yang lama selalu memberi sinyal pada Brian, namun sejak jenderal itu digantikan, situasinya berubah total. Jenderal baru tampaknya tidak hanya lebih tertib dalam menjalankan hukum, tapi juga memasang pengawasan ketat di semua lini.Brian menutup telepon dengan cepat dan menoleh ke arah Marco yang sedang duduk di kursi di depannya. “Marco, kita d

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 104

    Bab 104Rencana BerbahayaMalam semakin larut di dalam kamar hotel, dan Brian merasakan ketegangan yang meliputi ruang itu. Setelah pertemuan dengan Victor, pikirannya berputar, mempertimbangkan setiap kemungkinan langkah yang harus diambil. “Kita harus bergerak cepat, Marco,” katanya, menatap sahabatnya dengan serius. “Waktu tidak berpihak pada kita.”Marco mengangguk, tetapi ekspresinya menunjukkan keraguan. “Brian, aku punya ide. Bagaimana kalau kita melibatkan Kinanti dalam rencana ini?”Brian langsung tertegun, matanya melebar penuh kemarahan. “Apa? Kamu ingin aku mematahkan lehermu, Marco? Itu ide yang gila!”Marco menatap Brian dengan kaget. “Tenang, Brian! Aku hanya berpikir kalau Kinanti punya karakter yang tepat untuk mendekati sang jenderal.”“Jenderal itu adalah monster,” Brian menjawab tegas. “Dia sudah menghancurkan hidupku. Mengapa kamu ingin melibatkan Kinanti? Dia tidak ada hubungannya dengan semua ini!”“Karena dia sosok yang baik dan lembut. Sang jenderal menyukai w

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 103:Misi yang berbahaya

    Bab 103 Misi yang berbahaya Di sebuah hotel mewah, Brian duduk di depan meja rapat besar bersama Marco. Pemandangan kota yang gemerlap di luar jendela tampak kontras dengan suasana serius yang meliputi ruangan itu. Di hadapan mereka, seorang pria bersetelan rapi duduk dengan tenang, tatapannya penuh perhitungan. Pria itu adalah klien baru mereka, seorang pengusaha yang terhubung dengan pihak yang ingin menggulingkan sang Jenderal. Namanya Victor, dan ia adalah kunci dari semua rencana mereka. Brian menatap Victor dengan tajam. "Jadi, apa yang kamu inginkan dari kami?" tanyanya dengan nada datar, meskipun dalam hatinya sudah dipenuhi oleh api balas dendam. Victor menyandarkan diri ke kursinya, mengangkat alis dengan tenang. "Yang saya inginkan adalah kekacauan. Jenderal itu terlalu kuat. Selama dia memegang kendali, bisnis kami sulit bergerak. Kami butuh seseorang untuk menyingkirkannya, bukan secara langsung, tapi dengan menghancurkan keluarganya, reputasinya. Jika dia runtuh, kami

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 102: Keresahan Kinanti

    Bab 102Keresahan KInantiKinanti duduk di tepi ranjang, memandangi ponselnya yang sunyi tanpa ada tanda-tanda kehidupan. Sudah tiga hari berlalu sejak Brian pergi bersama Marco. Tiga hari tanpa kabar, tanpa pesan, tanpa suara yang bisa menenangkan hatinya. Jantungnya berdegup cepat setiap kali pikirannya melayang ke arah terburuk. Apa yang terjadi pada Brian? Kenapa sampai sekarang dia belum memberi kabar?Dengan tangan gemetar, Kinanti memeriksa ponselnya lagi, berharap ada pesan yang masuk. Namun, layar tetap kosong. Hampa. Seperti hatinya. Kinanti menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri meskipun kegelisahan terus menghantamnya. Ia tahu, hidup bersama Brian berarti harus menerima risiko besar, tapi perasaan takut kehilangan tetap tak bisa ia kesampingkan.Sarah, yang duduk di kursi dekat jendela, memerhatikan Kinanti sejak tadi. Ia bisa melihat kecemasan yang menggantung di wajah Kinanti. "Kinanti, sabar ya. Brian dan Marco pasti sedang sibuk. Mereka mungkin belum sempat m

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 101

    Bab 101Ketakutan KinantiDi dalam mobil yang melaju cepat meninggalkan rumah mereka, suasana terasa tegang dan berat. Hujan mulai turun, mengguyur kaca mobil dengan deras, menambah kelam suasana. Brian duduk di kursi belakang, mengapit tangan Kinanti yang gemetar. Tapi ia tahu, bukan karena cuaca Kinanti seperti itu.Kinanti duduk diam di sebelahnya, namun air mata mulai mengalir di pipinya. Meskipun dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis, tangisnya tidak bisa lagi ditahan. Di depan, Sarah dan Marco saling bertukar pandang, tak ingin mengganggu momen itu, tapi jelas mereka merasa ketegangan yang memenuhi mobil.Brian, yang sejak tadi hanya menatap ke luar jendela, akhirnya menyadari getar di tangan istrinya. “Kinanti, kamu kenapa? Apa yang membuat kamu menangis?” tanyanya lembut, meskipun ia tahu jawabannya sudah jelas.Kinanti menundukkan kepala, air matanya makin deras. “Ini yang aku takutkan, Brian,” katanya dengan suara serak, suaranya penuh ketakutan dan rasa frustasi.

  • Simpanan Mafia Kejam    Brian dalam bahaya

    Bab 100Brian duduk di ruang tamu, tak bisa mengalihkan pandangannya dari layar televisi. Berita yang muncul menggambarkan suasana baku tembak yang terjadi antara mafia dan pihak berwajib di sebuah pabrik. Dalam berita itu, dilaporkan bahwa semua anggota mafia yang terlibat, termasuk Marco dan anak buahnya, diduga tewas di tempat. Tidak ada satupun yang selamat setelah pihak berwajib melakukan pembersihan besar-besaran dengan meledakkan bahan peledak di area tersebut. Hati Brian serasa runtuh saat mendengar laporan tersebut. Kepalanya terasa berat, dan keringat dingin mengucur di pelipisnya. Marco, sahabat dan anak buahnya yang setia, kini diduga tewas. Brian tidak tenang. Berita itu menggema dalam benaknya, membuatnya dilanda rasa bersalah yang mendalam.“Marco...” gumamnya dengan suara parau. Tangannya mengepal erat, mencoba menahan rasa sakit yang semakin menghimpit dadanya. “Aku gagal melindungi kamu.”Kinanti yang berada di kamar, mendengar suara berita yang semakin menguat. Ia

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 99

    Bab 99Suasana rumah Brian semakin mencekam setelah kedatangan polisi yang menanyakan keterlibatannya dengan seorang Jenderal dalam jaringan narkoba. Meski berhasil meyakinkan para petugas bahwa dirinya tidak terlibat, ketegangan di dalam rumah itu tak kunjung surut. Kinanti yang duduk gelisah di kamar, tak henti-hentinya mengucap syukur atas keselamatan Brian. Namun, kecemasan masih menghantui pikirannya.Tak lama, pintu kamar kembali terbuka. Frans, ayah mertua Brian, masuk dengan langkah cepat. Wajahnya tegang, jelas ada kemarahan yang terpendam. Ia mendekat ke Brian yang sedang berdiri di tepi jendela, melihat ke luar dengan tatapan kosong."Brian!" seru Frans dengan nada tinggi. "Apa yang terjadi selama Papa tidak ada? Papa dengar pabrikmu kebakaran, dan sekarang... Marco, dia juga dalam bahaya! Kenapa semua ini bisa terjadi? Apa kamu tidak bisa bekerja dengan baik lagi?"Brian berbalik, menatap Frans dengan tenang meskipun dalam hatinya, ia tahu bahwa semua tuduhan itu mengarah

  • Simpanan Mafia Kejam    Keberuntungan

    **Bab 98**Matahari baru saja menyapa pagi, memberikan sinar lembut ke seluruh penjuru rumah Brian yang besar. Di Bab 98Suasana di ruang keluarga masih terasa tenang meskipun di luar sana, ada kekacauan yang siap mengancam. Kinanti duduk di sudut kamar, matanya berkaca-kaca setelah mengetahui bahwa polisi telah mendatangi rumah mereka, membuat hati Kinanti tidak tenang, seakan firasat buruk sedang melingkupi dirinya."AKu tidak ingin terjadi sesuatu padamu, Brian. Tolong dengarkan aku dan jangan pergi," Kinanti bermonolog sendiri di dalam kamarnya, setrlah sedari tadi Kinanti memohon Ke Brian agar tidak kemana-mana dulu. Brian bahkan berkata, "Aku akan baik-baik saja, Kinanti. Tolong jangan mencemaskan aku berlebihan seperti ini kIntanti." Tapi tetap saja hati Kinanti tidak tenang, dia tetap ingin Brian ada di rumah bersamanya kini.Brian baru saja selesai menenangkan Kinanti di malam sebelumnya, memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Namun, pagi itu, kecemasan Kinanti kembali d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status