Share

Menyamar

Author: Bulandari f
last update Last Updated: 2024-06-28 16:27:26

Bab 7

Menyamar

Brian terpengaruh dengan ucapan Marco, yang mana Marco mengusulkan Brian untuk melakukan pendekatan dengan cara menyamar, dan penyamaran itu pun dimulai dari kini.

Brian yang mengenakan tompel di wajahnya itu mampu membuat Kinanti tidak mengenalnya, dan keduanya berbicara soal pekerjaan.

"Apa kamu juga sedang mencari pekerjaan?" tanya Brian.

"Iya, aku sedang butuh pekerjaan. Oh iya, perkenalkan aku Kinanti, namamu siapa?"

Dengan senyum manis Brian menyambut uluran tangan Kinanti sambil berkata, "Aku Bria … maksudku. Aku Berlan."

"Hampir saja," gumam Brian dalam hatinya, tentunya Brian sengaja memalsukan namanya, agar Kinanti tidak tahu kalau orang yang di sebelahnya adalah orang yang sangat terobsesi padanya.

"Oh, nama yang bagus. Oh iya Berlan. Kira-kira tempat kerjanya di mana yah? Sebelumnya aku minta maaf nih, aku tidak memiliki tempat tinggal … tunggu dulu, kamu jangan berpikir macam dulu. Aku bisa menjelaskannya. Jadi ceritanya gini, aku berencana datang ke sini untuk mencari kerja sebagai TKW, tapi gak taunya …." Kinanti menjeda ucapannya, seiring dengan tetesan air mata yang membasahi pipinya.

Di situ Brian ingin menyeka air mata Kinanti, tapi hal itu diurungkan oleh Brian, karena Brian tidak mau Kinanti tahu akan dirinya yang tengah menyamar, dan Kinanti pun melanjutkan ucapannya dengan berkata, "Kalau tahu bakalan kejadian seperti ini, mungkin aku tidak akan mau mencoba melamar menjadi TKW."

"Kamu yang sabar, aku akan membantumu."

Lama Kinanti menatap Brian, hingga perasaan Brian tidak tenang karuan, Brian takut kalau Kinanti mengenalnya, tapi nyatanya tidak. Ternyata Kinanti tersenyum manis menatap Brian. Dan senyuman itu mampu menyejukkan hati Brian. Ditambah Kinanti yang berkata, "Terima kasih, tapi ….' di sini ada timbul perasaan takut di hati Kinanti menatap Brian, karena keduanya baru saling mengenal. Dalam hatinya Kinanti berkata, "Apa dia orang baik? Dan bagaimana kalau ternyata dia juga orang jahat? Tapi kayaknya tidak, dia terlihat kayak orang baik. Lagian kalau tidak ikut dengannya aku ikut dengan siapa lagi? Baiklah, tidak ada salahnya menaruh rasa percaya padanya."

"Kenapa? Apa kamu takut?"

Deg

Kinanti terkejut karena Brian tahu akan perasaannya, dan tatapan Kinanti juga mengisyaratkan iya. Dia takut kalau ternyata Brian orang jahat.

"Kamu tenang saja, Kinanti. Aku bukan orang jahat, aku akan membantumu dan kebetulan kita datang dari negara yang sama, yaitu Indonesia."

Di sini barulah Kinanti tersenyum, perasaannya lega dan mungkin apa yang dia takutkan tidak akan terjadi. Sebab benar keduanya datang dari negara yang sama yang tinggal di negara orang.

"Ayo, ikut denganku. Kamu tidak usah takut. Oh iya, apa kamu sudah makan?

Dengan malu Kinanti menggelengkan kepalanya, ditambah perutnya yang tiba-tiba berbunyi yang menandakan kalau dia kini sedang lapar.

"Ayo Kinanti, aku traktir," kata Brian.

"Maaf yah, aku sudah merepotkanmu. Padahal kita baru kenal."

"Iya gak apa-apa, ayo. Kita makan di …." Hampir saja tangan Brian menunjuk ke arah restoran yang tidak jauh dari posisi mereka kini, sebuah restoran mewah, dari tampilannya saja sudah bisa di tebak. Kalau orang yang berkunjung di restoran itu pasti orang kaya.

Agar Kinanti tidak curiga padanya yang merupakan ketua mafia yang memiliki segala-galanya, membuat Brian memutar arah telunjuknya menunjuk ke sebuah rumah makan sederhana, dan ini akan menjadi momen pertama Brian makan di tempat yang sederhana.

"Ayo Kinanti, kita makan di situ saja."

"Hmmmm," kata Kinanti.

Brian sengaja memasan makanan dengan tarif murah, itu pun setelah Brian teringat dengan ucapan Marco yang berkata, "Jangan kamu tunjukkan padanya kalau kamu itu seorang bos dan merupakan orang kaya Brian, karena biasanya cewek baik-baik akan minder dan mundur jika didekati pria yang kaya raya. Kamu harus berusaha menunjukkan kesederhanaanmu di hadapannya, sekalipun kamu tidak terbiasa hidup susah."

"Ternyata tidak mudah menjadi orang miskin, tidak dihargai," gumam Brian dalam hatinya.

Brian berkata seperti itu karena dia yang pertama kali memesan makanan orang lain yang duluan di kasih, belum lagi cara pelayanannya yang tidak ramah, ditambah para pengunjung yang semrawut. Tidak ada sopan santunnya sedikitpun. Ada pula yang menatap kasar ke Brian.

Mungkin kalau tidak ingin mengambil muka di hadapan Kinanti, sudah habis semua orang pengunjung rumah makan. Apalagi saat ….

Byurrr

"Kenapa kamu duduk di situ sih? Jadi tumpahkan kuah sayurnya!" gusar seorang karyawan rumah makan pada Brian.

Brian yang dimarahi mengepal kuat tangannya, dia ingin sekali melayangkan tangannya ke pipi wanita yang berkata kasar padanya, tapi sayangnya itu tidak jadi. Terlebih setelah Kinanti berkata, "Mbak ini bagaimana sih? Mbak yang salah kenapa Mbak yang marah? Seharusnya Mbak itu minta maaf ke temanku, bukan malah marah-marah. Ayo kita pergi dari sini Berlan. Rumah makan apa ini!?"

Di situ Brian merasa senang karena mendapat pembelaan dari orang yang sangat dia cintai, semakin mantap hati Brian ingin menjadikan Kinanti sebagai seorang istri. Tapi sebelum semuanya terjadi Brian harus mampu mencuri hati Kinanti.

"Pelayanan yang buruk, kenapa masih ada orang seperti itu sih? Seharusnya mereka itu menghargai pembeli, karena pembeli itu adalah raja. Menyebalkan, kita gak usah ke situ-situ lagi Berlan."

"Iya," jawab Brian, tapi tanpa sepengetahuan Kinanti Brian sudah mengirimkan perintah, agar para anak buahnya membakar warung makan yang kasar pelayanannya.

"Kita mau makan apa lagi dong, Kinanti? Apa kamu mau makan itu? Kayaknya enak deh." Brian menunjuk ke warung makan lain, tapi warung makan itu sepi tanpa pembeli, Kinanti yang melihat warung makan itu pun langsung setuju, sehingga dia dan Brian berjalan ke arah warung makan itu. Dan ternyata pemilik warung makan itu merupakan seorang nenek-nenek tua. Yang tidak layak untuk mencari uang lagi.

Di situ Kinanti memperlihatkan rasa simpatinya terhadap Nenek-nenek itu, sambil Kinanti berkata, "Di mana anakmu Nek? Kenapa mereka tidak membantumu, Nek?"

"Mereka semua jauh, sangat jauh," jawab sang nenek.

Walaupun Kinanti dan Brian tidak paham dengan ucapan nenek-nenek itu, tapi nenek-nenek itu mampu mengingatkan Brian pada Neneknya, yang mungkin usianya sama dengan neneknya.

"Terima kasih, Nek," kata Kinanti, dengan aroma masakan yang mampu menggugah selera, sampai-sampai Kinanti berkata, "Hmmmm, masakannya enak sekali Nek."

Melihat Kinanti memakan makanan itu, barulah Brian mencoba mencicipinya, dan hal yang tidak terduga keluar dari mulut Brian, untuk pertama kalinya Brian memuji seseorang. "Hmmmm, iya sangat lezat," kata Brian.

Sangking enaknya membuat Brian tidak henti menyuapkan sendok itu ke dalam mulutnya, dan sesekali Brian berkata kembali, "Ini makanan terenak yang pernah aku rasakan."

Mendengar ucapan Brian membuat sang nenek senang, begitu juga Kinanti. Dia terharu bercampur rasa kagum melihat nenek tua yang masih aktif mencari uang di usianya yang sudah senja.

"Aku sangat kenyang, aku lupa kapan terakhir kalinya aku memakan makanan selezat ini, terima kasih Nek. Berlan, apa kita pergi sekarang?"

"Hmmmm, kamu duluan," kata Brian, dan diam-diam Brian mengeluarkan uang dalam jumlah yang banyak, bisa dibilang setengah dari isi uang cash di dompetnya dia berikan pada sang nenek. Saat sang nenek protes dengan uang yang dia terima, saat itu Brian langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir sambil bilang, "Hussst, pegang saja Nek."

"Terima kasih Nak, kamu orang baik. Semoga Tuhan selalu melindungimu."

Ini pertama kalinya ada orang yang berkata Brian orang baik, dan mendengar ucapan itu membuat Brian sangat senang. Kenapa tidak senang dengan ucapan sang nenek yang berkata dia baik. Sebab sebelumnya sumpah serapah yang keluar untuk mengutuknya.

Masih teringat jelas di telinga Brian, saat seorang keluarga yang ia habisi dan anaknya berkata, "Kamu tidak manusia, kamu binatang yang keji. Kamu tidak punya hati. Dan aku bersumpah kalau kamu tidak akan pernah bahagia dalam hidupmu. Aku bersumpah semoga kamu mati dalam kondisi mengenaskan dan tidak akan ada seorangpun yang mau dengan kamu. Aku bersumpah …."

Dorrrr

Kematian menjemput orang yang sudah berkata kasar padanya.

Itu salah satu sumpah serapah yang dikatakan korbannya padanya, ada lagi sumpah serapah yang mendoakan Brian agar tidak mendapat keturunan dari dalam hidupnya.

Sebenarnya yang begituan itu tidak diambil pusing oleh Brian, karena menurutnya orang-orang yang sudah dia bunuh memang pantas mati karena sudah berurusan dengannya.

Masalahnya sekarang Brian banyak mendapatkan hal yang positif dari Kinanti, seperti membaca doa sebelum makan, dan mengajari Brian untuk hidup menjadi lebih baik.

Brian ingin menjadi Berlan saja agar tidak jauh dari Kinanti, tapi sayangnya itu tidak bisa. Karena malam ini Brian mendapatkan panggilan kalau dia harus ikut serta dalam pertemuan meeting dengan sesama mafia.

Saat hendak masuk ke dalam mobil anak buahnya, tiba-tiba Kinanti datang dan bertanya, "Kamu mau kemana, Berlan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 106

    Bab 106Membangun Perang OpiniMalam semakin larut, tapi Brian belum juga beranjak dari kursinya. Ruangan markas itu dipenuhi dengan cahaya dari layar komputer yang terus menampilkan rekaman siaran langsung. Media sudah mulai meliput demonstrasi besar-besaran yang terjadi di depan rumah Jenderal Harjo. Ribuan orang berkumpul, membawa spanduk dan meneriakkan tuntutan agar keadilan ditegakkan. Telepon di meja Brian kembali berdering, memecah konsentrasinya. Kali ini panggilan dari Papanya Frans. Brian langsung menjawab, menduga kabar penting yang akan disampaikan. "Brian,"suara Frans terdengar dalam dan serius, "Papa baru saja dapat kabar. Kamu tahu apa yang terjadi sekarang?"Brian menghela napas, tangannya mengusap dagunya yang mulai ditumbuhi janggut tipis. "Apa itu, Pa?""Kepolisian sedang kacau. Kantor mereka penuh massa dan wartawan. Orang-orang marah, Brian. Mereka menuntut agar ada instansi lain yang turun tangan. Katanya, polisi sudah tidak bisa dipercaya lagi. Semua ini kar

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 105

    Bab 105Serangan BalikSuara telepon yang berdering memecah keheningan malam di markas Brian. Dia meraih telepon itu dengan cepat, menduga ada sesuatu yang mendesak. Begitu diangkat, terdengar suara panik dari salah satu anak buahnya.“Bos, kami baru saja mendapat kabar dari informan kalau besok akan ada penggerebekan besar-besaran di markas kita yang ada di pinggiran kota. Yang memerintahkannya adalah Jenderal baru,” lapor suara di telepon, terengah-engah.Brian terdiam sejenak, matanya menyipit mendengar kabar tersebut. Biasanya, dia selalu mendapat informasi sebelumnya jika akan ada operasi besar dari pihak kepolisian atau militer. Jenderal yang lama selalu memberi sinyal pada Brian, namun sejak jenderal itu digantikan, situasinya berubah total. Jenderal baru tampaknya tidak hanya lebih tertib dalam menjalankan hukum, tapi juga memasang pengawasan ketat di semua lini.Brian menutup telepon dengan cepat dan menoleh ke arah Marco yang sedang duduk di kursi di depannya. “Marco, kita d

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 104

    Bab 104Rencana BerbahayaMalam semakin larut di dalam kamar hotel, dan Brian merasakan ketegangan yang meliputi ruang itu. Setelah pertemuan dengan Victor, pikirannya berputar, mempertimbangkan setiap kemungkinan langkah yang harus diambil. “Kita harus bergerak cepat, Marco,” katanya, menatap sahabatnya dengan serius. “Waktu tidak berpihak pada kita.”Marco mengangguk, tetapi ekspresinya menunjukkan keraguan. “Brian, aku punya ide. Bagaimana kalau kita melibatkan Kinanti dalam rencana ini?”Brian langsung tertegun, matanya melebar penuh kemarahan. “Apa? Kamu ingin aku mematahkan lehermu, Marco? Itu ide yang gila!”Marco menatap Brian dengan kaget. “Tenang, Brian! Aku hanya berpikir kalau Kinanti punya karakter yang tepat untuk mendekati sang jenderal.”“Jenderal itu adalah monster,” Brian menjawab tegas. “Dia sudah menghancurkan hidupku. Mengapa kamu ingin melibatkan Kinanti? Dia tidak ada hubungannya dengan semua ini!”“Karena dia sosok yang baik dan lembut. Sang jenderal menyukai w

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 103:Misi yang berbahaya

    Bab 103 Misi yang berbahaya Di sebuah hotel mewah, Brian duduk di depan meja rapat besar bersama Marco. Pemandangan kota yang gemerlap di luar jendela tampak kontras dengan suasana serius yang meliputi ruangan itu. Di hadapan mereka, seorang pria bersetelan rapi duduk dengan tenang, tatapannya penuh perhitungan. Pria itu adalah klien baru mereka, seorang pengusaha yang terhubung dengan pihak yang ingin menggulingkan sang Jenderal. Namanya Victor, dan ia adalah kunci dari semua rencana mereka. Brian menatap Victor dengan tajam. "Jadi, apa yang kamu inginkan dari kami?" tanyanya dengan nada datar, meskipun dalam hatinya sudah dipenuhi oleh api balas dendam. Victor menyandarkan diri ke kursinya, mengangkat alis dengan tenang. "Yang saya inginkan adalah kekacauan. Jenderal itu terlalu kuat. Selama dia memegang kendali, bisnis kami sulit bergerak. Kami butuh seseorang untuk menyingkirkannya, bukan secara langsung, tapi dengan menghancurkan keluarganya, reputasinya. Jika dia runtuh, kami

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 102: Keresahan Kinanti

    Bab 102Keresahan KInantiKinanti duduk di tepi ranjang, memandangi ponselnya yang sunyi tanpa ada tanda-tanda kehidupan. Sudah tiga hari berlalu sejak Brian pergi bersama Marco. Tiga hari tanpa kabar, tanpa pesan, tanpa suara yang bisa menenangkan hatinya. Jantungnya berdegup cepat setiap kali pikirannya melayang ke arah terburuk. Apa yang terjadi pada Brian? Kenapa sampai sekarang dia belum memberi kabar?Dengan tangan gemetar, Kinanti memeriksa ponselnya lagi, berharap ada pesan yang masuk. Namun, layar tetap kosong. Hampa. Seperti hatinya. Kinanti menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri meskipun kegelisahan terus menghantamnya. Ia tahu, hidup bersama Brian berarti harus menerima risiko besar, tapi perasaan takut kehilangan tetap tak bisa ia kesampingkan.Sarah, yang duduk di kursi dekat jendela, memerhatikan Kinanti sejak tadi. Ia bisa melihat kecemasan yang menggantung di wajah Kinanti. "Kinanti, sabar ya. Brian dan Marco pasti sedang sibuk. Mereka mungkin belum sempat m

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 101

    Bab 101Ketakutan KinantiDi dalam mobil yang melaju cepat meninggalkan rumah mereka, suasana terasa tegang dan berat. Hujan mulai turun, mengguyur kaca mobil dengan deras, menambah kelam suasana. Brian duduk di kursi belakang, mengapit tangan Kinanti yang gemetar. Tapi ia tahu, bukan karena cuaca Kinanti seperti itu.Kinanti duduk diam di sebelahnya, namun air mata mulai mengalir di pipinya. Meskipun dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis, tangisnya tidak bisa lagi ditahan. Di depan, Sarah dan Marco saling bertukar pandang, tak ingin mengganggu momen itu, tapi jelas mereka merasa ketegangan yang memenuhi mobil.Brian, yang sejak tadi hanya menatap ke luar jendela, akhirnya menyadari getar di tangan istrinya. “Kinanti, kamu kenapa? Apa yang membuat kamu menangis?” tanyanya lembut, meskipun ia tahu jawabannya sudah jelas.Kinanti menundukkan kepala, air matanya makin deras. “Ini yang aku takutkan, Brian,” katanya dengan suara serak, suaranya penuh ketakutan dan rasa frustasi.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status