LOGIN“Tak kan kubiarkan, kau mengambil benda itu!” suara makhluk itu besar dan menggelegar. Namun Rein tidak bisa mundur, sudah sejauh ini ia berjalan kaki dari indekosnya. Ia harus berhasil mengambil item itu.
Makhluk itu tinggi besar, bahkan ukuran tubuhnya jauh dari manusia. Badannya berwarna hitam dan matanya merah menyala. Entitas asing itu mulai mendekat, dengan cepat ia mengarahkan tinjunya tepat ke arah badan Rein. Pemuda itu berguling ke arah samping, ia berhasil menghindarinya. Rein yakin jika tangan sebesar itu mengenai tubuhnya, pasti dadanya akan hancur dan kepalanya akan terpisah dari tubuh mungilnya. “Akan kuhabisi kau, Manusia!” suara itu kembali menggelegar memekakkan telinga. Rein baru ingat, tutorial yang diberikan oleh sistem tadi, cara mengalahkan makhluk itu dengan cara memukulnya menggunakan batang pohon kelor. “Di sana, aku harus mengambilnya beberapa,” gumamnya setelah pandangan matanya menjelajah. Ia kembali melompat ke samping kanan, ketika pukulan dari makhluk itu kembali mengarah padanya. Terlihat pukulannya sangat kuat, sehingga bebatuan wadas yang terkena serangannya retak bahkan ada yang hancur. Meskipun kuat, tetapi gerakan dari makhluk aneh itu cukup lambat. Rein mencabut beberapa batang pohon kelor yang masih cukup kecil. Sekarang ia berlari ke arah raksasa itu dan menebaskan batang kelor ke kaki kanannya. “Ahhh... Sakit! Apa yang kamu lakukan kepadaku!” erang makhluk itu sambil mengangkat kakinya, ia tampak picang. Tidak mau kesempatan emas itu sia-sia. Rein berlari ke arah kaki kirinya dan menebaskan batang kelornya. “Mati, kau. Makhluk jelek!” Monster tersebut lantas jatuh berguling. Rein memukuli makhluk yang sedang terkapar itu menggunakan batang kelor. Ia menyerangnya secara membabi buta. “Aaaah... Sakit.... Ahhh,” teriaknya kesakitan, saat pohon itu terus-menerus menebas tubuhnya. Sampai pada akhirnya, raksasa itu terguling jatuh ke dalam jurang. Rein kemudian mendekati pohon yang bercahaya, dengan mudah ia mencabutnya. Ia lantas membawanya pulang menuju ke indekosnya. Selama perjalanan banyak mata yang memandang, semuanya tampak menahan tawa dengan mulut yang terus menghujat. Bagaimana tidak, tampilannya saja aneh. Memakai kaos oblong, celana pendek, sandal jepit, dan yang paling aneh membawa satu pohon kelor besar. Namun dirinya tidak peduli, karena yang terpenting mendapatkan item yang dimaksud sistem aneh itu. “Selamat anda mendapatkan item batu galih kelor. Nama Rendi Joseph, Level 1 jumlah exp 1100 dan item batu galih kelor dengan ability pertahanan mutlak.” “Hah? Pertahanan mutlak? Apa maksudnya?” Sistem menjelaskan bahwa kemampuan atau ability dari item yang didapat tersebut ialah tubuh pengguna akan kebal dari segala serangan benda tajam, termasuk peluru senjata api. Namun kelemahannya ialah benda tumpul. “Kamu perlu memisahkan, batu kecil yang ada di tengah batang pohonnya. Tidak mungkin juga kan, bepergian membawa satu pohon utuh?” Rein menuruti apa yang disarankan oleh sang sistem, ia dengan sabar memotong batang besar pohon kelor tersebut menggunakan golok. Sampai akhirnya, ditengah-tengah kayunya terdapat batu berwarna hitam. Ia kemudian membuang sisa-sisa sampah dari batang pohon serta daunnya. “Misi berikutnya, mengungkap aliran dana dari lonjakan pajak yang selama beberapa bulan ini sudah dibayarkan masyarakat, kamu akan mendapat bonus exp 500 jika berhasil menjalankan misi ini.” Rein terdiam sejenak, sepertinya apa yang dikatakan sistem di dalam dirinya memang benar dan masuk akal. Pemerintah selama beberapa bulan terakhir menaikkan pajak, katanya untuk pembangunan infrastruktur kota. Namun sampai sekarang, tidak ada proyek apa-apa yang tercipta. “Sungguh janggal, pasti dikorupsi oleh mereka. Aku akan menghubungi Joko dan yang lainnya untuk berdiskusi.” Ia menghidupkan kendaraan vespa bututnya, kemudian berangkat menuju ke gedung pusat kegiatan mahasiswa. Markas dari Badan Esekutif Mahasiswa ada di gedung PKM ini. Selain membahas isu aliran dana. Rein juga ingin membagi item galih kelor. Soalnya kata si sistem, bisa juga ada fitur share item. Sampai di dalam gedung pusat kegiatan mahasiswa, Joko sudah ada di sana. Sebagai ketua BEM beliau ini memang sangat sibuk dan hampir selalu ada di markas.”Joko, aku ada beberapa hal yang ingin kukatakan padamu.” Joko hanya memandanginya heran, ia kemudian mengeryitkan dahinya tanpa menjawab. “Sitem yang selama ini menghantui kepalaku itu nyata, aku akan share item yang kudapat kepadamu.” Joko masih tidak paham, ia garuk-garuk kepala kemudian. Sementara Rein memberinya sebuah batu kecil berwarna hitam legam. “Dengan membawa itu, kamu akan kebal senjata. Kita bisa melawan aparat tanpa takut terluka nantinya.”“Bolehkah saya masuk ke dalam kebun?”“Saya penjaga kebun ini, Mas. Sampeyan mau ngapain memangnya masuk.”Walau tidak bisa dijelaskan dnegan akal sehat, tetapi Rein mencoba untuk memahamkan bapak-bapak yang ada di sampingnya pelan-pelan. Sungguh semua yang ia katakan, tidak bisa masuk ke dalam logika.Negosiasi lama dilakukan, akhirnya ia berinisiatif memberi uang sebagai pelicin. “Begini saja deh, Pak. Kamu kukasih uang rokok, nanti ke dalam kebunnya juga ditemani kamu. Misal takut aku berniat jahat.”Bapak-bapak itu terdiam sejenak, ia mengelus jenggotnya yang berwarna putih. Beliau kemudian setuju dan mengangguk. Wajah Rein berseri-seri bahagia, ia kemudian mengambil dompet dan memberikan uang sebesar dua puluh lima ribu.“Nanti saja, Mas. Mari saya antar masuk.”Tangan kekar itu mengambil kunci dalam saku celananya, ia kemudian membuka gembok yang membelenggu gerbang. Ketika sudah terbuka, si bapak masuk duluan yang diikuti oleh Rein jalan di belakangnya.Rein kemudian melihat po
“Bawa saja coba pegang.”Secepat kilat, Rein menikamkan gunting yang ada di meja ke perut temanya itu. Joko yang kaget, segera melompat ketakutan. “Woy, gila! Mau membunuhku ya?” Tangannya meraba-raba perut bekas tusukannya.Ternyata tidak ada luka sedikitpun di sana, hanya saja kaos yang ia kenakan robek. Ia juga baru sadar, masih menggenggam erat batu yang diberikan Rein. “Sudah sini sekarang giliranku mencoba, aku genggam batunya lalu kamu tusukkan benda tajam.”Joko menuju dapur yang ada di belakang gedung pusat kegiatan mahasiswa, ia mengambil sebilah pisau. Menurutnya benda itu sangat tajam, soalnya baru dibeli anak-anak minggu lalu. “Pakai ini coba ya, Rein.”Rein kali ini bahkan sampai buka baju, sekarang ia bertelanjang dada. Dirinya sangat yakin, jika item tersebut akan memberi ability kekebalan baginya. Seperti yang sistem aneh itu katakan. Joko mulai menikamkan pisau ke perut kawannya.Sungguh di luar nalar, benda tajam itu tidak dapat menembus kulit perut dari Rein. Ujun
“Tak kan kubiarkan, kau mengambil benda itu!” suara makhluk itu besar dan menggelegar. Namun Rein tidak bisa mundur, sudah sejauh ini ia berjalan kaki dari indekosnya. Ia harus berhasil mengambil item itu.Makhluk itu tinggi besar, bahkan ukuran tubuhnya jauh dari manusia. Badannya berwarna hitam dan matanya merah menyala. Entitas asing itu mulai mendekat, dengan cepat ia mengarahkan tinjunya tepat ke arah badan Rein.Pemuda itu berguling ke arah samping, ia berhasil menghindarinya. Rein yakin jika tangan sebesar itu mengenai tubuhnya, pasti dadanya akan hancur dan kepalanya akan terpisah dari tubuh mungilnya.“Akan kuhabisi kau, Manusia!” suara itu kembali menggelegar memekakkan telinga.Rein baru ingat, tutorial yang diberikan oleh sistem tadi, cara mengalahkan makhluk itu dengan cara memukulnya menggunakan batang pohon kelor. “Di sana, aku harus mengambilnya beberapa,” gumamnya setelah pandangan matanya menjelajah.Ia kembali melompat ke samping kanan, ketika pukulan dari makhluk i
“Ada dua jenis item yang bisa kamu kupulkan, yakni artefak kuno dan juga energi alam.”Rein mengikuti sumber cahaya yang menjulang sampai ke atas langit. Sampai di jalanan gang depan indekosnya, ia sedikit dibuat bingung, pasalnya ada beberapa titik cahaya di sana. Ia kemudian memutuskan, untuk pergi ke yang terdekat.Cahaya itu mengarah pada sebuah jurang yang ada di sebelah timur kampusnya. “Ke mana letak dari benda itu? Arah timur dari fakultas teknik? Bukankah di sana hanya ada jurang dan juga hutan kecil.” Ia berjalan sambil terus mendongak ke arah atas.Hanya berbekal sandal japit, kaos oblong, dan celana jeans pendek. Pandangannya fokus ke atas dan pastinya yang bikin aneh sambil berbicara sendiri. Pokoknya sudah seperti orang gangguan jiwa.“Woy hati-hati kalau jalan, mata dipakai dong,” teriak salah satu pengendara motor yang hampir menabraknya. Jujur saat ini Rein benar-benar tidak peduli akan keadaan sekitar. Ia hanya fokus, dengan tujuan benda tersebut.Langkah kakinya men
“Pukuli saja, pukuli!” ujar mereka semua, kemudian puluhan bogem mentah melayang ke kepalanya. Ada beberapa yang menjambak rambutnya. Sementara Rein sudah mengamankan barang bukti berupa bom molotov.“Si gondong itu lepas!”“Dia menghilang!” Teriak beberapa orang yang ada di sana, termasuk bapak-bapak yang memeganginya. Rein yang tepat berada di sampingnya, menoleh ke arah si gondrong. Ternyata benar-benar menghilang bak ditelan bumi.Rein bahkan sampai mencari-cari membelah lautan manusia, tetapi tidak juga menemukannya. Sungguh di luar nalar manusia. Ia kemudian naik ke atas podium yang dibawa oleh mobil bak terbuka untuk menyusul Joko.Ia berbisik ke telinga kawannya itu, agar berhati-hati. Banyak penyusup yang membuat onar di kondisi seperti ini. “Selamat kamu mendapatkan exp sebesar 400. Sekarang statusmu level 0 dengan perolehan 500 exp.”Sistem aneh itu menambahkan, jika Rein tadi hanya perlu mengungkap si provokator. Ia masih belum cukup kekuatan untuk menangkap dan melawan si
“Atau mungkin otakmu sudah geser gara-gara dipukuli para polisi itu.”Rein tidak melanjutkan perkataannya, ia hanya diam. Mungkin kawan-kawannya benar, itu hanya khayalannya saja. Diskusi berlanjut mereka memiliki rencana untuk unjuk rasa berikutnya, agar berdiskusi secara damai dengan Kepala Distrik maupun dewan distrik.“Ya sudah aku pamit pulang ke kosan dulu lah, pusing kepalaku,” ujar Rein. Ia melenggang pergi dari emperan gedung fakultas pulang menuju ke indekosnya. Ia membuka gagang pintu kamar sederhana itu, kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur.Ia hanya menatap langit-langit kamarnya, plafon bolong-bolong dan juga cat dinding usang sudah menjadi pemandangannya sehari-hari. Rein sengaja menyewa tempat murah ini, dengan keadaan ekonominya.“Sistem keadilan surgawi,” gumamnya pelan dengan nada tidak bersemangat. “Sudah kuduga ia hanya khayalanku saj dan tidak akan muncul.”“Selamat datang kembali di sistem keadilan surgawi tuan. Nama Rendi Joseph, level 0 dengan perolehan







