LOGIN“Bawa saja coba pegang.”
Secepat kilat, Rein menikamkan gunting yang ada di meja ke perut temanya itu. Joko yang kaget, segera melompat ketakutan. “Woy, gila! Mau membunuhku ya?” Tangannya meraba-raba perut bekas tusukannya. Ternyata tidak ada luka sedikitpun di sana, hanya saja kaos yang ia kenakan robek. Ia juga baru sadar, masih menggenggam erat batu yang diberikan Rein. “Sudah sini sekarang giliranku mencoba, aku genggam batunya lalu kamu tusukkan benda tajam.” Joko menuju dapur yang ada di belakang gedung pusat kegiatan mahasiswa, ia mengambil sebilah pisau. Menurutnya benda itu sangat tajam, soalnya baru dibeli anak-anak minggu lalu. “Pakai ini coba ya, Rein.” Rein kali ini bahkan sampai buka baju, sekarang ia bertelanjang dada. Dirinya sangat yakin, jika item tersebut akan memberi ability kekebalan baginya. Seperti yang sistem aneh itu katakan. Joko mulai menikamkan pisau ke perut kawannya. Sungguh di luar nalar, benda tajam itu tidak dapat menembus kulit perut dari Rein. Ujung tajam pisau, seakan menabrak baja lentur. Kokoh dan elastis, “Bagaimana sekarang kamu percaya? Benda ini adalah salah satu item dari sistem yang selama ini aku ceritakan.” Rein kemudian memberikan benda itu kepada Joko, sesuai dengan panduan sistem, hal itu disebut dengan share item. “Oh iya, kumpulkan anak-anak. Ada yang mau aku bahas ini penting.” “Anak-anakmu saja sana yang dikumpulkan, anggota dari Divisi Sosial Politik. Kamu kan ketua divisinya.” Rein mengangguk, ia kemudian menghubungi anak-anaknya. Memang kajian isu seperti ini, berhubungan dengan divisinya yang mengkritisi segala kebijakan politik yang ada di masyarakat. Mereka berdua menunggu sejenak, untuk menghilangkan kegabutan, Joko membuka sebungkus rokok yang masih tersegel. “Bagi sebatang sini, Jok.” Mereka berdua sangat menikmati benda itu, mengisapnya kemudian menghamburkan asapnya keluar. Tidak lama kemudian, anggota lain berdatangan. Termasuk Gendhis yang menjabat sekretaris Divisi Sosial Politik di Badan Eksekutif Mahasiswa. “Loh ada Pak Ketua Joko juga di sini.” “Biasa lah, dia kan tidur juga di sini,” jawab Rein enteng. Satu per satu anggota divisinya berdatangan, sampai akhirnya mereka lengkap dan rapat kecil-kecilan dimulai. Semuanya duduk melingkar, hanya tikar sebagai alasnya. Tentu saja kajian yang dibahas, tentang aliran dana dari pajak. “Pajak sepuluh kali lipat ini kan sudah berjalan selama lima bulan ya kalau tidak salah kawan-kawan. Mengalir ke mana dana tersebut, jika pembangunan infrastruktur yang dijanjikan tidak kunjung ada.” Mereka masih memikirkan cara, bagaimana untuk mengungkap kasus sebear ini. BEM Universitas Kanguru Merah pastinya juga akan berkoordinasi dengan aktivis dari kampus lain. Sama seperti saat mengadakan aksi massa kemarin. “Aku ada sih kenalan seorang wartawan dari media massa yang cukup besar, beliau kompeten dalam hal ini. Besok minggu coba aku akan ketemu.” “Padahal baru kemarin masalah reda ya, kali ini sudah ada masalah lagi,” celetuk salah satu dari mereka. “Tikus kantor harus kita babat sampai ke akarnya.” Usai rapat, mereka masih duduk-duduk santai di aula gedung pusat kegiatan mahasiswa. Rein memamerkan batu galih kelor kepada Gendhis. Soalnya perempuan itu, salah satu orang yang meremehkan sistem keadilan surgawi di dalam tubuhnya. Pertama-tama Joko yang mencontohkan, tubuhnya ditusuk pisau tetapi tidak mempan. Kemudian Rein mempersilakan yang lain uji coba, termasuk Gendhis. Ia menjelaskan jika benda tersebut disebut item yang mempunyai ability khusus, bisa juga diberikan ke teman dengan sistem share. “Aku sudah mencapai level satu, untuk itu mempunyai kemampuan untuk mencari item yang tersebar.” “Apa kita semua akan kebagian? Kak Rein?” *** Kepala Rein Terasa berat, kantuk hebat menyerangnya. Apalagi saat-saat ada jam kuliah di sore hari begini. Ia memang paling malas jika harus berada di kelas jam tiga sampai jam lima sore begini. “Rendi! Kalau mengantuk cuci muka dulu sana, Nak,” ujar Dosen yang ada di depan kelas memaparkan materi. Ia kemudian berdiri dan beranjak keluar kelas. Baru saja berada di lorong lantai dua, netranya menangkap cahaya yang ada tidak jauh dari gedung kampusnya. Ia tahu bahwa itu salah satu item, seperti yang ia berikan kepada Joko. “Peta harta karun aktif!” Seketika pandangannya berubah, semua gedung-gedung menjadi transparan dan ada jalan yang mengarahkannya menuju ke benda itu. Ternyata letaknya ada di sebuah kebun warga yang ada di belakang gedung fakultasnya. Langkahnya mulai berjalan, mengikuti arah cahaya merah itu “Woy mau apa kamu berdiri di sana, Mas?” Rein yang tengah berdiri di depan gerbang kebun, tiba-tiba saja dikagetkan oleh penjaga kebun yang curiga. “A...Anuuu, Pak. Saya...”“Bolehkah saya masuk ke dalam kebun?”“Saya penjaga kebun ini, Mas. Sampeyan mau ngapain memangnya masuk.”Walau tidak bisa dijelaskan dnegan akal sehat, tetapi Rein mencoba untuk memahamkan bapak-bapak yang ada di sampingnya pelan-pelan. Sungguh semua yang ia katakan, tidak bisa masuk ke dalam logika.Negosiasi lama dilakukan, akhirnya ia berinisiatif memberi uang sebagai pelicin. “Begini saja deh, Pak. Kamu kukasih uang rokok, nanti ke dalam kebunnya juga ditemani kamu. Misal takut aku berniat jahat.”Bapak-bapak itu terdiam sejenak, ia mengelus jenggotnya yang berwarna putih. Beliau kemudian setuju dan mengangguk. Wajah Rein berseri-seri bahagia, ia kemudian mengambil dompet dan memberikan uang sebesar dua puluh lima ribu.“Nanti saja, Mas. Mari saya antar masuk.”Tangan kekar itu mengambil kunci dalam saku celananya, ia kemudian membuka gembok yang membelenggu gerbang. Ketika sudah terbuka, si bapak masuk duluan yang diikuti oleh Rein jalan di belakangnya.Rein kemudian melihat po
“Bawa saja coba pegang.”Secepat kilat, Rein menikamkan gunting yang ada di meja ke perut temanya itu. Joko yang kaget, segera melompat ketakutan. “Woy, gila! Mau membunuhku ya?” Tangannya meraba-raba perut bekas tusukannya.Ternyata tidak ada luka sedikitpun di sana, hanya saja kaos yang ia kenakan robek. Ia juga baru sadar, masih menggenggam erat batu yang diberikan Rein. “Sudah sini sekarang giliranku mencoba, aku genggam batunya lalu kamu tusukkan benda tajam.”Joko menuju dapur yang ada di belakang gedung pusat kegiatan mahasiswa, ia mengambil sebilah pisau. Menurutnya benda itu sangat tajam, soalnya baru dibeli anak-anak minggu lalu. “Pakai ini coba ya, Rein.”Rein kali ini bahkan sampai buka baju, sekarang ia bertelanjang dada. Dirinya sangat yakin, jika item tersebut akan memberi ability kekebalan baginya. Seperti yang sistem aneh itu katakan. Joko mulai menikamkan pisau ke perut kawannya.Sungguh di luar nalar, benda tajam itu tidak dapat menembus kulit perut dari Rein. Ujun
“Tak kan kubiarkan, kau mengambil benda itu!” suara makhluk itu besar dan menggelegar. Namun Rein tidak bisa mundur, sudah sejauh ini ia berjalan kaki dari indekosnya. Ia harus berhasil mengambil item itu.Makhluk itu tinggi besar, bahkan ukuran tubuhnya jauh dari manusia. Badannya berwarna hitam dan matanya merah menyala. Entitas asing itu mulai mendekat, dengan cepat ia mengarahkan tinjunya tepat ke arah badan Rein.Pemuda itu berguling ke arah samping, ia berhasil menghindarinya. Rein yakin jika tangan sebesar itu mengenai tubuhnya, pasti dadanya akan hancur dan kepalanya akan terpisah dari tubuh mungilnya.“Akan kuhabisi kau, Manusia!” suara itu kembali menggelegar memekakkan telinga.Rein baru ingat, tutorial yang diberikan oleh sistem tadi, cara mengalahkan makhluk itu dengan cara memukulnya menggunakan batang pohon kelor. “Di sana, aku harus mengambilnya beberapa,” gumamnya setelah pandangan matanya menjelajah.Ia kembali melompat ke samping kanan, ketika pukulan dari makhluk i
“Ada dua jenis item yang bisa kamu kupulkan, yakni artefak kuno dan juga energi alam.”Rein mengikuti sumber cahaya yang menjulang sampai ke atas langit. Sampai di jalanan gang depan indekosnya, ia sedikit dibuat bingung, pasalnya ada beberapa titik cahaya di sana. Ia kemudian memutuskan, untuk pergi ke yang terdekat.Cahaya itu mengarah pada sebuah jurang yang ada di sebelah timur kampusnya. “Ke mana letak dari benda itu? Arah timur dari fakultas teknik? Bukankah di sana hanya ada jurang dan juga hutan kecil.” Ia berjalan sambil terus mendongak ke arah atas.Hanya berbekal sandal japit, kaos oblong, dan celana jeans pendek. Pandangannya fokus ke atas dan pastinya yang bikin aneh sambil berbicara sendiri. Pokoknya sudah seperti orang gangguan jiwa.“Woy hati-hati kalau jalan, mata dipakai dong,” teriak salah satu pengendara motor yang hampir menabraknya. Jujur saat ini Rein benar-benar tidak peduli akan keadaan sekitar. Ia hanya fokus, dengan tujuan benda tersebut.Langkah kakinya men
“Pukuli saja, pukuli!” ujar mereka semua, kemudian puluhan bogem mentah melayang ke kepalanya. Ada beberapa yang menjambak rambutnya. Sementara Rein sudah mengamankan barang bukti berupa bom molotov.“Si gondong itu lepas!”“Dia menghilang!” Teriak beberapa orang yang ada di sana, termasuk bapak-bapak yang memeganginya. Rein yang tepat berada di sampingnya, menoleh ke arah si gondrong. Ternyata benar-benar menghilang bak ditelan bumi.Rein bahkan sampai mencari-cari membelah lautan manusia, tetapi tidak juga menemukannya. Sungguh di luar nalar manusia. Ia kemudian naik ke atas podium yang dibawa oleh mobil bak terbuka untuk menyusul Joko.Ia berbisik ke telinga kawannya itu, agar berhati-hati. Banyak penyusup yang membuat onar di kondisi seperti ini. “Selamat kamu mendapatkan exp sebesar 400. Sekarang statusmu level 0 dengan perolehan 500 exp.”Sistem aneh itu menambahkan, jika Rein tadi hanya perlu mengungkap si provokator. Ia masih belum cukup kekuatan untuk menangkap dan melawan si
“Atau mungkin otakmu sudah geser gara-gara dipukuli para polisi itu.”Rein tidak melanjutkan perkataannya, ia hanya diam. Mungkin kawan-kawannya benar, itu hanya khayalannya saja. Diskusi berlanjut mereka memiliki rencana untuk unjuk rasa berikutnya, agar berdiskusi secara damai dengan Kepala Distrik maupun dewan distrik.“Ya sudah aku pamit pulang ke kosan dulu lah, pusing kepalaku,” ujar Rein. Ia melenggang pergi dari emperan gedung fakultas pulang menuju ke indekosnya. Ia membuka gagang pintu kamar sederhana itu, kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur.Ia hanya menatap langit-langit kamarnya, plafon bolong-bolong dan juga cat dinding usang sudah menjadi pemandangannya sehari-hari. Rein sengaja menyewa tempat murah ini, dengan keadaan ekonominya.“Sistem keadilan surgawi,” gumamnya pelan dengan nada tidak bersemangat. “Sudah kuduga ia hanya khayalanku saj dan tidak akan muncul.”“Selamat datang kembali di sistem keadilan surgawi tuan. Nama Rendi Joseph, level 0 dengan perolehan







