Home / Fantasi / Sistem Pahlawan Rakyat Jelata / bab 7 Batu Merah Delima

Share

bab 7 Batu Merah Delima

last update Last Updated: 2025-10-04 17:53:08

“Bawa saja coba pegang.”

Secepat kilat, Rein menikamkan gunting yang ada di meja ke perut temanya itu. Joko yang kaget, segera melompat ketakutan. “Woy, gila! Mau membunuhku ya?” Tangannya meraba-raba perut bekas tusukannya.

Ternyata tidak ada luka sedikitpun di sana, hanya saja kaos yang ia kenakan robek. Ia juga baru sadar, masih menggenggam erat batu yang diberikan Rein. “Sudah sini sekarang giliranku mencoba, aku genggam batunya lalu kamu tusukkan benda tajam.”

Joko menuju dapur yang ada di belakang gedung pusat kegiatan mahasiswa, ia mengambil sebilah pisau. Menurutnya benda itu sangat tajam, soalnya baru dibeli anak-anak minggu lalu. “Pakai ini coba ya, Rein.”

Rein kali ini bahkan sampai buka baju, sekarang ia bertelanjang dada. Dirinya sangat yakin, jika item tersebut akan memberi ability kekebalan baginya. Seperti yang sistem aneh itu katakan. Joko mulai menikamkan pisau ke perut kawannya.

Sungguh di luar nalar, benda tajam itu tidak dapat menembus kulit perut dari Rein. Ujung tajam pisau, seakan menabrak baja lentur. Kokoh dan elastis, “Bagaimana sekarang kamu percaya? Benda ini adalah salah satu item dari sistem yang selama ini aku ceritakan.”

Rein kemudian memberikan benda itu kepada Joko, sesuai dengan panduan sistem, hal itu disebut dengan share item. “Oh iya, kumpulkan anak-anak. Ada yang mau aku bahas ini penting.”

“Anak-anakmu saja sana yang dikumpulkan, anggota dari Divisi Sosial Politik. Kamu kan ketua divisinya.”

Rein mengangguk, ia kemudian menghubungi anak-anaknya. Memang kajian isu seperti ini, berhubungan dengan divisinya yang mengkritisi segala kebijakan politik yang ada di masyarakat.

Mereka berdua menunggu sejenak, untuk menghilangkan kegabutan, Joko membuka sebungkus rokok yang masih tersegel. “Bagi sebatang sini, Jok.” Mereka berdua sangat menikmati benda itu, mengisapnya kemudian menghamburkan asapnya keluar.

Tidak lama kemudian, anggota lain berdatangan. Termasuk Gendhis yang menjabat sekretaris Divisi Sosial Politik di Badan Eksekutif Mahasiswa. “Loh ada Pak Ketua Joko juga di sini.”

“Biasa lah, dia kan tidur juga di sini,” jawab Rein enteng.

Satu per satu anggota divisinya berdatangan, sampai akhirnya mereka lengkap dan rapat kecil-kecilan dimulai. Semuanya duduk melingkar, hanya tikar sebagai alasnya. Tentu saja kajian yang dibahas, tentang aliran dana dari pajak.

“Pajak sepuluh kali lipat ini kan sudah berjalan selama lima bulan ya kalau tidak salah kawan-kawan. Mengalir ke mana dana tersebut, jika pembangunan infrastruktur yang dijanjikan tidak kunjung ada.”

Mereka masih memikirkan cara, bagaimana untuk mengungkap kasus sebear ini. BEM Universitas Kanguru Merah pastinya juga akan berkoordinasi dengan aktivis dari kampus lain. Sama seperti saat mengadakan aksi massa kemarin.

“Aku ada sih kenalan seorang wartawan dari media massa yang cukup besar, beliau kompeten dalam hal ini. Besok minggu coba aku akan ketemu.”

“Padahal baru kemarin masalah reda ya, kali ini sudah ada masalah lagi,” celetuk salah satu dari mereka.

“Tikus kantor harus kita babat sampai ke akarnya.”

Usai rapat, mereka masih duduk-duduk santai di aula gedung pusat kegiatan mahasiswa. Rein memamerkan batu galih kelor kepada Gendhis. Soalnya perempuan itu, salah satu orang yang meremehkan sistem keadilan surgawi di dalam tubuhnya.

Pertama-tama Joko yang mencontohkan, tubuhnya ditusuk pisau tetapi tidak mempan. Kemudian Rein mempersilakan yang lain uji coba, termasuk Gendhis. Ia menjelaskan jika benda tersebut disebut item yang mempunyai ability khusus, bisa juga diberikan ke teman dengan sistem share.

“Aku sudah mencapai level satu, untuk itu mempunyai kemampuan untuk mencari item yang tersebar.”

“Apa kita semua akan kebagian? Kak Rein?”

***

Kepala Rein Terasa berat, kantuk hebat menyerangnya. Apalagi saat-saat ada jam kuliah di sore hari begini. Ia memang paling malas jika harus berada di kelas jam tiga sampai jam lima sore begini. “Rendi! Kalau mengantuk cuci muka dulu sana, Nak,” ujar Dosen yang ada di depan kelas memaparkan materi.

Ia kemudian berdiri dan beranjak keluar kelas. Baru saja berada di lorong lantai dua, netranya menangkap cahaya yang ada tidak jauh dari gedung kampusnya. Ia tahu bahwa itu salah satu item, seperti yang ia berikan kepada Joko.

“Peta harta karun aktif!” Seketika pandangannya berubah, semua gedung-gedung menjadi transparan dan ada jalan yang mengarahkannya menuju ke benda itu. Ternyata letaknya ada di sebuah kebun warga yang ada di belakang gedung fakultasnya.

Langkahnya mulai berjalan, mengikuti arah cahaya merah itu

“Woy mau apa kamu berdiri di sana, Mas?” Rein yang tengah berdiri di depan gerbang kebun, tiba-tiba saja dikagetkan oleh penjaga kebun yang curiga.

“A...Anuuu, Pak. Saya...”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sistem Pahlawan Rakyat Jelata   Bab 23

    “Selamat kamu mendapatkan 500 exp karena berhasil dalam misi memviralkan tambang ilegal. Nama Rendy Joseph, level 2 poin exp 2500.”Rein tidak menghiraukannya, ia meneruskan berlari dengan rekan-rekannya sampai di Desa Talas. Para ibu-ibu seketika keluar rumah, melihat mereka berempat tergopoh-gopoh berlarian. “Ada apa, Mas? Mbak? Bagaimana dengan warga lain yang sedang protes di tambang.”Sambil mengatur napas yang masih kembang kempis, Hendra mencoba menjelaskan. “Mereka semua tertangkap oleh aparat, Bu.” Warga menunjukkan eksperi terkejut, bahkan ada beberapa yang berteriak.“Ya Allah bagaimana nasib suamiku!” Ada juga yang menangis maupun pingsan. Rein dan Zafran mencoba menenangkan. “Kalian tenang! Semua akan baik-baik saja, sekarang kami akan keluar dari sini mencari bala bantuan. Kebenaran pasti akan menemukan jalannya!”Mereka berpamitan, tujuan Hendra kali ini akan menyusul William yang sedang meliput tambang dari depan. Ia juga ingin melaporkan, tentang teramgkapnya warga da

  • Sistem Pahlawan Rakyat Jelata   Bab 22 Siaran Langsung

    Keesokan harinya, Zafran benar-benar mengumpulkan kawan-kawan awak media dari Mata Pedang. Mereka kemudian dibagi dua. Meliput depan pertambangan dan juga sebagian ikut dengan Hendra dan Rein masuk ke area Desa Porang dan Talas.Mereka mulai bergerak. Zafran sendiri ikut bersama Rein dan Hendra. Tim wartawan ini hanya berisi dua orang yakni Safitri dan Zafran. “Jangan banyak-banyak yang ikut masuk ke dalam, aku kesusahan juga nanti melindungi kalian. Belum lagi si Rein ini belum bisa diandalkan.”Tidak seperti kemarin, perjalanan kali ini lancar jaya tanpa hambatan. Sampai di Desa Talas Nirmala dan Jo menyambut. Ternyata warga dari Desa Porang juga sudah berkumpul di sini. “Nanti liput saja ya beritanya, aparat yang berpihak kepada tambang pasti akan sangat ganas menghalau kita.”“Siap, kawan-kawan awak media yang lain juga sudah bersiap di depan,” ujar Zafran sambil memegang kamera.Nirmala juga menjelaskan kepada tiga anggotanya, jika terjadi bentrokan nanti diusahakan jangan membun

  • Sistem Pahlawan Rakyat Jelata   Bab 21 Wartawan Mulai Bergerak

    “Rein, jujur aku belum bisa mengandalkanmu. Namun jika aku memaksa bertarung seorang diri akan fatal akibatnya.”“Lalu, apa solusimu?”Hendra terdiam sejenak, ia kemudian mengusulkan untuk mencari jalan lain. Akhirnya mereka berdua berjalan ke arah hulu sungai, mencoba untuk menjauhi orang-orang itu. Tentu dengan gerakan senyapnya, padang ilalang sekitar juga masih lumayan tinggi. Bisa untuk menyembunyikan tubuh.Mereka berjalan cukup lama, kurang lebih ada sekitar setengah jam. Netra Hendra menjelajah sekitar, ternyata aman. Keadaan sepi tidak ada seorangpun, bahkan gerombolan yang tadi ia lihat sudah tidak ada.“Ayo menyeberang, Rein.” Mereka berdua mulai menceburkan diri ke sunga dan mulai menyeberanginya. “Aku bisa saja menghabisi mereka tadi, sayang sekali ada suangai ini. Seandainya jarak dekat aku pasti mampu.”Hendra memiliki sebuah siasat, ia ingin mencuri seragam para pekerja tambang. Untuk itu mereka berdua bisa dengan mudah keluar masuk. “Bagaimana cara kita mendapatkannya

  • Sistem Pahlawan Rakyat Jelata   Bab 20 Sisa Perlawanan

    Pria proyek itu lantas mengambil ht berwarna hitam dari saku bajunya, tetapi gerakannya sudah keduluan para pasukan Guardian. Kaki Hendra mendarat di pundak pria itu dan menancapkan belati ke lehernya.Cairan merah segar keluar dengan derasnya. Rein yang melihat semua itu terkejut sejadi-jadinya, ia kemudian terduduk lesu. “Ken... Kenapa kalian bunuh seseorang yang tidak berguna.”“Bisa panjang urusannya jika dia dibiarkan. Sebagai Guardian kita harus bergerak seefektif mungkin.”“Termasuk membunuh?”“Jika itu untuk melancarkan misi, maka lakukanlah.” Hendra membersihkan bilah belatinya, ia kemudian menyarungkan kembali. Sementara yang lain, menyembunyikan mayat pria tersebut dan berusaha menghilangkan jejak.Nirmala mendekat ke arah sungai, menurutnya lumayan dalam. Untuk itu mereka harus berhati-hati saat berenang. “Semua yang ada di sini bisa berenang. Bagaimana denganmu, Rein? Kamu masuk Guardian lewat jalur undangan khusus. Aku agak meragukanmu.”“Bisa, tenang saja. Rumahku di de

  • Sistem Pahlawan Rakyat Jelata   Bab 19 Misi Menyelidiki

    “Silakan pesanannya,” ujar pramusaji sambil membawa satu nampan besar pesanan. Rein mencium aroma yang keluar dari kopi panas miliknya. Ia sangat menikmati, bau harumnya serasa menjadi terapi yang membawa semangat.“Oh iya, kemarin kamu yang sudah ungkap para pelaku penyelewengan uang pajak bukan?” Zafran hanya mengangguk, “Tapi hasilnya kurang memuaskaan, aktor utamanya malah bebas.”“Hah? Aktor utama? Maksudmu Pak...” Belum selesai Gendhis berbicara, Zafran sudah menempelkan jari telunjuknya di antara dua bibir, menyuruhnya untuk berhenti. Tempat tersebut merupakan tempat umum, untuk itu sangat beresiko.Sementara pria dengan topi koboi tetap tenang, ia menikmati secangkir kopinya yang ditemani oleh sebatang cerutu.Telepon Rein berdering, ternyata ada notifikasi pesan dari William. Ketua Guardian itu mengintruksikan untuk berkumpul sekarang juga. “Maaf ya, Kalian. Aku harus pergi sekarang. Ada urusan ini dengan Guardian.”“Kopimu loh, Rein. Bahkan cuma dicium saja aromanya, belum k

  • Sistem Pahlawan Rakyat Jelata   Bab 18 Pria Bertopi Koboi

    William memberi pesan kepada Rein sebelum ia pulang, ia menitahkan agar kasus tambang ilegal ini muncul ke permukaan. “Baiklah aku akan menghubungi kawanku yang seorang wartawan dan juga mengadakan diskusi oleh semua elemen mahasiswa di kampusku.”Rein menghidupkan mesin vespa tuanya, ia kemudian memacunya menuju kembali ke kost. Ia segera masuk ke dalam kamar dan merebahkan diri ke kasur, tidak sempat rasanya mandi atau sekedar bersih-bersih. Tulangnya serasa remuk semua setelah mendaki gunung.Baru sebentar saja ia berbaring, pandangannya mulai berat lalu terlelap. Ia sangat tenang, soalnya hari ini jadwal kuliah kosong. Itu artinya, Rein bisa beristirahat seharian karena libur. Sampai akhirnya ia terbangun di sore harinya.“Jam berapa ini?” desahnya, sambil memeriksa layar ponsel yang ternyata tepat pukul empat sore. Lelap juga tidurnya. Rein duduk sejenak di ranjang, ia sandarkan punggungnya ke tembok samping kasur.Ia gulir layar di ponselnya, tengah ramai diperbincangkan di sosi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status