Share

Bab 03. Bahaya Mengancam Di Ether Realm!

Satu ekor serigala muncul beberapa meter di hadapan Zhu Lian. Ketika melihat kemunculan hewan tersebut, mata Zhu Lian melebar sejadi-jadinya. Pasalnya, serigala itu sangatlah besar. Mungkin kepalanya mencapai dagu Zhu Lian. Padahal tinggi badannya sudah mencapai 192 sentimeter.

“S-se-serigala raksasa …?!” heran Zhu Lian tanpa bersuara.

Yang membuat kehadiran sosok serigala itu lebih mengintimidasi lagi adalah karena tepat di tengah dahinya, makhluk tersebut memiliki tanduk.

Dalam kegelapan malam, Zhu Lian tidak dapat memastikan. Apa warna bulu dari serigala tersebut. Sosoknya yang ditumbuhi bulu begitu lebat memiliki dua warna. Kemungkinan antara kelabu dengan biru.

“Serigala macam apa itu …?!” batin Zhu Lian lagi. Dia mulai merasa khawatir.

Srek …, srek …!

Lagi, kedengaran oleh Zhu Lian suara-suara langkah. Ia menoleh ke kanan. Satu, dua ekor serigala muncul dari arah sana.

Srek …, srek …!

Dua ekor hewan yang serupa menampakkan diri dari depan kirinya. Namun, empat ekor serigala itu tidak sebesar yang ada di hadapan dia. Mereka yang lain tingginya mungkin hanya mencapai dada Zhu Lian.

Srek …!

Terakhir, satu ekor serigala bertanduk muncul di sisi kanan belakang tempat Zhu Lian berdiri. Ia menoleh sedikit untuk melihat ke situ.

“Celaka … aku bukan pendekar petualang. Aku tidak memiliki kekuatan spiritual. Akan tetapi, mesti berhadapan dengan serigala, yang bahkan bukan berasal dari duniaku sendiri,” batin Zhu Lian berserah.

“Grrrhhh …”

Serigala yang berada di hadapan Zhu Lian mengegeram. Berusaha keras untuk tidak gentar, Zhu Lian terintimidasi dengan deretan gigi tajam dari makhluk tersebut.

“Aku datang dengan damai …,” ucap Zhu Lian. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Sehingga, kata-kata itulah yang keluar dari mulutnya. 

Zhu lian mengangkat tangannya rendah saja. Ia berucap, “Good boy, good boy …, sit … sit …?” 

Dengan konyol Zhu Lian memperlakukan serigala itu bak seekor anjing. Seolah dengan begitu, dia bisa menenangkan sergala tersebut. Padahal jelas-jelas, hewan-hewan itu bukanlah anjing Alaskan Malamute.

“Grrrhhh …”

Tidak ada tanda-tanda kumpulan serigala itu menjadi lebih tenang. Sebaliknya, mata mereka menyorot tajam ke arah Zhu Lian berada.

“Aku …,” Zhu Lian bersuara lagi. Namun pada akhirnya, dia menyadari bahwa dia tidak mampu berbuat apa-apa. Dia berkata-kata sendiri.

“Jika aku adalah Kakek. Apa yang harus aku perbuat? Seandaikan Kakek ada bersama denganku di sini sekarang,” katanya mengeluh. Zhu Lian kembali berkata. “Aku tidak tahu bagaimana diriku bisa sampai berada di Ether Realm. Aku tidak bermaksud untuk mengganggu kalian.”

Sementara lanjut berceloteh, kaki Zhu Lian telah siap memasang kuda-kuda. “Namun, jika memang aku harus menghadapi kalian, terpaksa …” ocehnya. Mata Zhu Lian menoleh ke arah kiri. Dia kembali angkat suara.

“Aku, harus mengerahkan jurus …”

Sekuat-kuatnya, Zhu Lian melangkah berlari panjang-panjang dari tempat ia berada. Tak sadar, ia berteriak. “Jurus langkah seribu …!”

Perasaan panik karena dilanda ketakutan membuat Zhu Lian melesat menjauh dari kelompok serigala tersebut. Entah berapa meter sudah dia berlari tunggang langgang. Yang jelas, dia berlari sangat kencang.

Bisa jadi, dia tidak memiliki qi. Tapi sebagai orang yang pernah belajar ilmu bela diri, fisik Zhu Lian cukup kuat. Semasa sekolah juga pada saat ia berkuliah, dia termasuk orang dengan prestasi atletik yang mengagumkan.

Hampir setiap pagi dia jogging dan berlatih fisik. Lalu, mengasah kemampuan bela diri sendirian. Berharap dengan ajaib, ia bisa menguasai qi dengan sendirinya. Sayangnya, itu tidak pernah terjadi. Paling tidak sekarang, latihan rutinnya sangat berguna.

 Tak peduli ke mana ia pergi, Zhu Lian terus mengayun langkah-langkah panjang. Sesekali, ia mengubah arah. Membelok ke kiri, menembus semak belukar. Atau ke kanan, berzig-zag di antara pepohonan besar.

“Jangan sampai aku mati di sini. Aku masih ingin mencari pengganti Mei Li …, warung bakmiku sedang laris-larisnya. Kalau begitu terus, dua tahun kemudian aku bisa menikah … dengan siapa? Tidak tahu! Asal aku tidak dimangsa serigala sekarang …!”

Sempat-sempatnya Zhu Lian berpikir demikian sembari terus berlari sekenang-kencangnya. Kadang dia nyaris terjatuh. Karena, kakinya tersandung oleh benda-benda yang ada di tempat ia berpijak.

Adrenalinnya memaksa dia untuk tidak berhenti. Hingga akhirnya, ia tiba di depan sebuah bukit. Jalan buntu!

Dengan napas terengah-engah, Zhu Lian memandangi onggokan bebatuan layaknya tembok yang ada di hadapannya.

“Tidak boleh …, hosh … Kakek bilang napas harus diatur … hosh, bernapaslah dengan normal dengan hanya menggunakan hidung,” Zhu Lian mewanti-wanti dirinya sendiri.

Srek, srek, srek!

Pada akhirnya, Zhu Lian meringis penuh perasaan sesal. Karena berhadapan dengan tembok batu, para serigala itu berhasil menyusul dia.

“Grrrhhh …!”

 Serigala yang berbadan besar kembali bersuara. Seolah ia ingin menyampaikan. Tidak ada gunanya bagi Zhu Lian untuk berlari. Kini, korbannya sudah terpojokkan. 

“Baiklah, baik. Aku tidak akan berlari lagi. Tapi terpaksa. Jika itu mau kalian …, aku akan memberikan perlawanan!” ucap Zhu Lian. Seolah, dia membalas erangan si pemimpin kawanan serigala.

Bagai tanpa ragu sedikitpun, kali itu Zhu Lian memasang kuda-kuda. Bukan untuk berlari. Melainkan, dia bersungguh-sungguh ingin menghadapi musuh-musuhnya.

Ia mengumpulkan konsentrasi. Matanya memandangi enam ekor serigala yang berada di hadapannya. Seraya, terus bernapas seperti yang diajarkan sang kakek.

“Aku akan bisa menghadapi ini. Tuhan, aku percaya Engkau ada bersama denganku di dunia antah berantah ini. Tanah yang aku injak akan menjadi milikku. Apapun yang aku kerjakan, pasti—”

Ding!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status