Pedang legenda masih menjurus tepat ke wajah Selim. Dia masih tidak menyerah. Wajahnya masih dipenuhi amarah. Kedua matanya memerah. Tidak peduli postur tubuhnya kembali seperti semula, Selim tetap akan melawan Mustafa.“Aku sudah melakukan pengorbanan dengan nyawaku. Aku tetap tidak akan menyerah. Kau bukan yang terkuat. Aku yang paling hebat!” teriaknya. Dia berusaha bangkit, tetap akan melawan Mustafa. Sambil mendongakkan kepalanya, dia mengepalkan kedua tangannya. Tatapan tajam, semakin mengarah dengan intens.“Selim. Kau tidak akan pernah bisa melawanku. Dan aku, tidak akan pernah melawanmu. Kau bukan tandinganku. Aku tidak akan pernah melakukan itu.”Beberapa kuda datang mendekati Mustafa. Aslan yang berada di sebelah Mustafa, terus mengerang. Giginya yang tajam, ingin sekali mengunyah Selim. Mustafa terus mengelus tubuh sang singa agar mereda dengan keinginannya.“Sri Sultan!” teriak Burak diikuti beberapa prajur
Aslan membuka mulutnya lebar. Dia melahap Selim sekali telan. Kini Raja Spartan benar-benar binasa. Zivana dan Akasma menatap tajam. Beberapa putri spontan menutup kedua mata mereka. Burak menarik kemudi kudanya. Dia mengarahkan sang kuda medekati Mustafa yang masih terdiam menatap langit. Arwah Selim melayang ke atas. Dia kini bersama semua korbannya. Mustafa menarik napas sejenak sebelum menatap Burak. “Sri Sultan. Semua sudah berakhir. Kita akan kembali ke istana.” Mustafa menganggukkan kepala. Dia kembali menghentakkan kudanya. Mustafa beserta rombongan kembali menuju Zengini. Semua bersorak gembira menyambut kedatangan Mustafa. Para rakyat kini menikmati sinar matahari yang kembali terlihat. Mereka keluar rumah. Menikmati keindahan alam yang sudah mereka nanti. Semua hewan juga merasakan kemenangan. Tumbuhan mulai bermekaran. Semua penghuni istana bersorak. Mereka terus mengagungkan nama Sri Sultan.
Kebahagiaan semakin lengkap. Zivana akan melahirkan ahli waris Sri Sultan. Semua cemas saat menunggunya. Para tabib berjaga di dalam. Di depan kamar Zivana, Mustafa hanya diam, menatap pintu kamar Zivana. Pembawaannya yang tenang, membuat semua orang yang berada di sana juga ikut tenang. Akasma berdiri di sebelah Mustafa. Dia mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat dirinya akan melahirkan Mustafa. Namun, dia berusaha mengalihkan pikirannya. Saat itu, kejadian mengerikan terjadi. Akasma tidak ingin hal itu terulang kembali. Burak bersama sisa prajurit menjaga dengan sangat ketat. Walaupun mereka berjumlah sangat sedikit, Burak berusaha melakukan yang terbaik. Dia juga tidak mau kejadian masa lalu terulang kembali. “Burak, Maria datang dengan Ozone,” kata Agha dengan cemas. “Baiklah. Buka gerbang dan biarkan dia masuk,” balasnya dengan tegang. Sarman mendekati Burak. Perasaannya ikut cemas. “Maria mengejar Aigul saat menyerang perut sang rat
“Kenapa aku bisa melakukan ini?”Melawan semua pasukan dengan hebat, membuat seorang pemuda berumur dua puluh tahun bernama Mustafa Zulfikar semakin tidak mengerti. Apalagi kehebatannya dalam bertarung dan menggunakan pedang, menebas semua sosok hingga kehilangan nyawa.Dalam sekejap, ratusan prajurit bisa dia habisi dengan mudah. Tubuhnya masih diam menatap hamparan luas yang sudah berhiaskan mayat. Dalam pikirannya berisi setumpuk tanya. “Siapa diriku?”“Mustafa, kau baik-baik saja?” Suara pria yang sudah mengasuhnya selama dua puluh tahun, datang dengan cepat. Pandangan lurus ke depan Mustafa, kini terarah pada Agha yang masih mengatur napasnya akibat berlari.“Agha, aku baik-baik saja,” jawabnya masih menyorotkan mata tepat di tatapan Agha yang mengernyit.“Mustafa, apa yang kau pikirkan?”Mustafa kembali menatap semua mayat dan penduduk bawah bukit yang bersorak atas keme
“Siapa?” tanya Mustafa mengamati sekitar. Semua mata memandangnya tanpa berkedip.“Siapa kamu?” Pertanyaan yang tidak langsung dijawab Mustafa dari wanita yang masih memandangnya.“Kenapa aku harus menyebutkan nama?” balas Mustafa.“Karena dengan menyebut nama, kita mengetahui siapa kamu.”Mustafa mendekati wajah indah bagaikan berlian. Tatapan kecantikan luar biasa, semakin membuatnya terpana. “Siapa kamu?”“Kau tidak menyebutkan siapa namamu. Sekarang kau menanyakan namaku?” Suara lembut seperti alunan musik indah, membuat Mustafa terus tersenyum. “Jika kau menyebutkan nama, aku mengetahui siapa kamu.” Kecerdasan Mustafa membuat sang Wanita terkekeh.“Zivana Mastani namaku.”“Nama yang sangat indah,” jawab Mustafa namun kembali menatap tajam lurus ke depan. Dia mendengar suara deruan langkah beberapa kuda menghampirinya.
Mustafa masih saja tidak mengerti. Dia mengamati semua arah. Tidak hanya manusia menunduk di hadapannya. Semua binatang, bahkan pohon dengan batangnya yang kuat ikut menekuk hingga daunnya menyentuh tahan.“Apa ini?” ucapnya sekali lagi.Zivana perlahan mengangkat wajahnya. Mustafa menatapnya tajam. “Kau adalah penyelamat kami,” katanya pelan sembari menganggukkan kepalanya.Mustafa menggeleng keras. “Aku bukan penyelamat siapapun!” tegasnya melempar pedang legenda tepat di hadapan Zivana yang masih memasang tatapan kaku.“Tang!”Dentingan keras terdengar, saat pedang itu terkena kerasnya batu. Sontak membuat tanah bergetar. Mustafa berlari kencang meninggalkan mereka begitu saja. Zivana hanya diam menatapnya. Dia perlahan mengambil pedang yang masih memberikan kilauan cahaya di tanah, sembari menyorotkan pandangan kekaguman.“Aku pikir pedang ini hanya kebohongan mereka untuk me
"Keadaan bumi sangat mengerikan," batinnya dengan napas menderu.Jiwa Mustafa masih mengingat saat terbawa ke masa depan. Dia melihat sesuatu dengan wajah menyeramkan selain konspirasi yang terjadi di kerajaan. Ratusan sosok dengan kedua mata semerah darah menyorotkan cahaya. Salah satu dari mereka dibalut baju zirah yang semuanya telah menjadi merah, duduk di atas kereta kuda bermata putih membawa pedang tengkorak.“Pemberontakan terjadi saat kelahiran Anda, Pangeran. Seseorang merebut tahta yang seharusnya Anda miliki. Jubah Sultan Ali Ayah Pangeran beracun. Sultan meninggal saat menggendong, Anda. Rakyat menjadi menderita dengan pemimpin baru.” Perkataan Trisula semakin membuat Mustafa mengepalkan kedua tangannya.“Lalu, apa yang harus aku lakukan?”“Rebut kembali kerajaan. Hadapi mereka yang Anda lihat. Musuh yang sangat menyeramkan. Itulah, lawan Anda yang sebenarnya, Pangeran Mustafa. Mereka akan datang setelah tiga rat
"Aku akan menemuinya."Sosok cantik yang masih terlihat muda berumur empat puluh tahun, menggunakan jubah emas dan mahkota tertinggi bergelar wanita nomor satu di kerajaan, berjalan cepat menuju penjara ruangan bawah tanah dengan pencahayaan obor. Perasaannya bergelud tidak sabar menemui seseorang yang sangat dibencinya.“Bukalah!”Prajurit dengan sigap melakukannya. Kakinya melangkah pelan memasuki ruangan berdebu sangat panas.“Apa yang kau inginkan?” tanya seorang wanita menahan perihnya rantai yang mengikat kaki dan kedua tangannya.“Aku akan tetap memimpin kerajaan ini. Anakku sangat berhak dengan kedudukannya!” teriak Sang Ratu dengan keras.“Kau bisa memenggalku dengan mudah. Kenapa kau tidak melakukannya,” ucap pelan wanita yang masih terikat dengan senyuman sinisnya.“Aku akan membuatmu menderita, saat kau melihat anakmu itu mati di depanmu,” jawab Ratu membuat sang