Semua Bab Sri Sultan: Bab 1 - Bab 10
93 Bab
BEGINNING
“Kenapa aku bisa melakukan ini?”Melawan semua pasukan dengan hebat, membuat  seorang pemuda berumur dua puluh tahun bernama Mustafa Zulfikar semakin tidak mengerti. Apalagi kehebatannya dalam bertarung dan menggunakan pedang, menebas semua sosok hingga kehilangan nyawa.Dalam sekejap, ratusan prajurit bisa dia habisi dengan mudah. Tubuhnya masih diam menatap hamparan luas yang sudah berhiaskan mayat. Dalam pikirannya berisi setumpuk tanya. “Siapa diriku?”“Mustafa, kau baik-baik saja?” Suara pria yang sudah mengasuhnya selama dua puluh tahun, datang dengan cepat. Pandangan lurus ke depan Mustafa, kini terarah pada Agha yang masih mengatur napasnya akibat berlari.“Agha, aku baik-baik saja,” jawabnya masih menyorotkan mata tepat di tatapan Agha yang mengernyit.“Mustafa, apa yang kau pikirkan?”Mustafa kembali menatap semua mayat dan penduduk bawah bukit yang bersorak atas keme
Baca selengkapnya
Pedang Legenda
“Siapa?” tanya Mustafa mengamati sekitar. Semua mata memandangnya tanpa berkedip.“Siapa kamu?” Pertanyaan yang tidak langsung dijawab Mustafa dari wanita yang masih memandangnya.“Kenapa aku harus menyebutkan nama?” balas Mustafa.“Karena dengan menyebut nama, kita mengetahui siapa kamu.”Mustafa mendekati wajah indah bagaikan berlian. Tatapan kecantikan luar biasa, semakin membuatnya terpana. “Siapa kamu?”“Kau tidak menyebutkan siapa namamu. Sekarang kau menanyakan namaku?” Suara lembut seperti alunan musik indah, membuat Mustafa terus tersenyum. “Jika kau menyebutkan nama, aku mengetahui siapa kamu.” Kecerdasan Mustafa membuat sang Wanita terkekeh.“Zivana Mastani namaku.”“Nama yang sangat indah,” jawab Mustafa namun kembali menatap tajam lurus ke depan. Dia mendengar suara deruan langkah beberapa kuda menghampirinya.
Baca selengkapnya
Kenyataan
Mustafa masih saja tidak mengerti. Dia mengamati semua arah. Tidak hanya manusia menunduk di hadapannya. Semua binatang, bahkan pohon dengan batangnya yang kuat ikut menekuk hingga daunnya menyentuh tahan.“Apa ini?” ucapnya sekali lagi.Zivana perlahan mengangkat wajahnya. Mustafa menatapnya tajam. “Kau adalah penyelamat kami,” katanya pelan sembari menganggukkan kepalanya.Mustafa menggeleng keras. “Aku bukan penyelamat siapapun!” tegasnya melempar pedang legenda tepat di hadapan Zivana yang masih memasang tatapan kaku.“Tang!”Dentingan keras terdengar, saat pedang itu terkena kerasnya batu. Sontak membuat tanah bergetar. Mustafa berlari kencang meninggalkan mereka begitu saja. Zivana hanya diam menatapnya. Dia perlahan mengambil pedang yang masih memberikan kilauan cahaya di tanah, sembari menyorotkan pandangan kekaguman.“Aku pikir pedang ini hanya kebohongan mereka untuk me
Baca selengkapnya
Dua Putri
"Keadaan bumi sangat mengerikan," batinnya dengan napas menderu.Jiwa Mustafa masih mengingat saat terbawa ke masa depan. Dia melihat sesuatu dengan wajah menyeramkan selain konspirasi yang terjadi di kerajaan. Ratusan sosok dengan kedua mata semerah darah menyorotkan cahaya. Salah satu dari mereka dibalut baju zirah yang semuanya telah menjadi merah, duduk di atas kereta kuda bermata putih membawa pedang tengkorak.“Pemberontakan terjadi saat kelahiran Anda, Pangeran. Seseorang merebut tahta yang seharusnya Anda miliki. Jubah Sultan Ali Ayah Pangeran beracun. Sultan meninggal saat menggendong, Anda. Rakyat menjadi menderita dengan pemimpin baru.” Perkataan Trisula semakin membuat Mustafa mengepalkan kedua tangannya.“Lalu, apa yang harus aku lakukan?”“Rebut kembali kerajaan. Hadapi mereka yang Anda lihat. Musuh yang sangat menyeramkan. Itulah, lawan Anda yang sebenarnya, Pangeran Mustafa. Mereka akan datang setelah tiga rat
Baca selengkapnya
Tertangkap
"Aku akan menemuinya."Sosok cantik yang masih terlihat muda berumur empat puluh tahun, menggunakan jubah emas dan mahkota tertinggi bergelar wanita nomor satu di kerajaan, berjalan cepat menuju penjara ruangan bawah tanah dengan pencahayaan obor. Perasaannya bergelud tidak sabar menemui seseorang yang sangat dibencinya.“Bukalah!”Prajurit dengan sigap melakukannya. Kakinya melangkah pelan memasuki ruangan berdebu sangat panas.“Apa yang kau inginkan?” tanya seorang wanita menahan perihnya rantai yang mengikat kaki dan kedua tangannya.“Aku akan tetap memimpin kerajaan ini. Anakku sangat berhak dengan kedudukannya!” teriak Sang Ratu dengan keras.“Kau bisa memenggalku dengan mudah. Kenapa kau tidak melakukannya,” ucap pelan wanita yang masih terikat dengan senyuman sinisnya.“Aku akan membuatmu menderita, saat kau melihat anakmu itu mati di depanmu,” jawab Ratu membuat sang
Baca selengkapnya
Bertemu
Sosok wanita berdiri tegak menggunakan mahkota kebanggaannya menjulang tinggi bersama jubah sutra berwarna merah. Di sebelahnya, Sri Sultan Evren anaknya yang kini memimpin kerajaan Zengini. Mereka segera menuju aula kerajaan saat mendengar kabar dari salah satu prajurit jika Mustafa sudah memasuki istana.Masih sambil terikat, Mustafa berjalan masuk ke dalam aula bersama Panglima dan beberapa prajurit.“Menunduk!” teriak Panglima Asmat. Dia adalah pengawal setia Ratu yang sekarang menggantikan Akasma.“Apa? Menunduk kepada siapa?” tanya Mustafa masih saja berdiri tegak. Sebilah pedang terangkat tinggi mengarah tepat di leher Mustafa yang masih sangat santai menerimanya. “Menunduklah,” ucap Asmat dengan pelan namun tegas.“Aku akan menunduk kepada Ratu …” Mustafa menghentikan perkataannya. Dia menginginkan sebuah nama yang keluar dari mulut Ratu sendiri. “Ratu Deriya. Sebut namaku,” jawabn
Baca selengkapnya
Rencana
“Ah!” Aigul terkejut melihat Mustafa berdiri meraih kain yang berada di pinggir kolam. Dia menarik tubuh Aigul hingga berdiri, dengan kedua mata yang memejam. Aigul menarik napas saat Mustafa mendekapnya untuk terus melilitkan kain hingga akhirnya menutup tubuh indahnya. Iris cokelat indah milik Mustafa kini terlihat jelas saat terbuka. Mereka saling berpandangan dalam dekat. Aigul semakin bergetar. Kedua mata hitam miliknya sama sekali tidak berkedip menatap sosok tampan yang masih menyorotkan pandangannya. “Untuk apa menutupnya. Kau pasti  sudah melihatnya di dalam air,” ucap Aigul terus menatap Mustafa yang masih diam membalasnya. “Apakah kau buronan?” bisik Aigul membuat Mustafa meliriknya. “Aku menutup kedua mataku. Maafkan aku, Putri Aigul,” balas Mustafa menunduk, melepaskan tangannya yang masih mendekap. Sejenak Mustafa masih menatapnya, hingga dia akhirnya melangkah untuk pergi. “Bukankah seorang laki-laki selalu mengambil kesemp
Baca selengkapnya
Jadilah Milikku
Rakyat masih saja menyambut kedatangan Mustafa. Mereka bersuka cita merayakannya. Namun tidak dengan beberapa pejabat istana yang menatap mereka dari kejauhan sambil menunggangi kuda berpelana emas. Pejabat yang sangat senang menyiksa rakyat dengan meminta pajak melebihi hasil setiap panen.“Ini sangat buruk. Kita harus melakukan sesuatu,” ucap Kepala Pejabat istana dengan tatapan dinginnya kepada pejabat bawahan lainnya.“Kita bisa memenangkannya. Kekuatan Ratu Deriya sangat hebat,” balas salah satunya.“Kau sangat tahu jika Panglima Asmat saja tidak berani turun sendiri saat menyerang bawah bukit selama bertahun-tahun. Bahkan saat dia memberanikan diri menemui Mustafa, berakhir dengan pelarian.” Kepala Pejabat berusaha menenangkan hatinya. Dia sangat paham jika perkataan Trisula tentang kekalahan Deriya setelah dua puluh tahun, akan segera terjadi.“Kita akan segera membicarakannya.” Kepala Pejabat memutar
Baca selengkapnya
Kemenangan Awal
Mustafa menarik Aigul menuju kursi, dan mendudukkannya. Dia masih diam tidak berkata apapun. Agha mendekatinya dengan membawa kain panjang bewarna merah yang dia ambil dari sandaran kursi. Kain yang biasa Aigul gunakan untuk menghiasi tubuhnya.“Agha ikat dia,” ucap Mustafa tegas sembari berdiri tegak di hadapan Aigul yang masih menatapnya dengan sedikit senyuman.“Agha, kau menunggu di sini. Jika dia berteriak, bungkam mu--.”“Dia berada di lapangan penggal. Ratu mengetahui rencanamu dari pejabat istana yang melihatmu datang menemui rakyat. Hanya dengan memenggal ibumu, kau pasti akan me-nye-rah.” Aigul mendadak membuat Mustafa menghentikan ucapannya. Kini Aigul semakin berbinar saat sosok idamannya berjalan ke arahnya dan melepaskan ikatan yang sudah dilakukan Agha.“Asal dekat denganmu, aku sudah sangat senang, Mustafa,” bisik Aigul sekali lagi yang masih tidak mendapat tanggapan dari Mustafa.&ldq
Baca selengkapnya
Pesan
Pembebasan akhirnya berhasil dilakukan oleh Mustafa dengan bantuan rakyat, serta Burak bersama tawanan. Mereka sangat hebat melawan semua prajurit Deriya. Satu hal yang membuat Mustafa merasa lega, akhirnya sang ibu terselamatkan.“Akhirnya kau terselamatkan, Ibu,” batinnya terus menatap depan.Aslan masih saja menghentakkan kakinya diatas tanah dengan sangat cepat menyusul rakyat dan semuanya yang sudah berada di pemukiman.Mustafa yang masih berada di atas punggung Aslan, sebenarnya masih merasakan kegelisahan. Dalam perasaannya, dia sangat khawatir jika Deriya mengirimkan semua pasukannya untuk menyerang pemukiman, dan membuat semua rakyat akan kehilangan nyawa.“Aslan, kita harus cepat,” bisiknya sembari mengelus kepala Aslan yang semakin menambah kecepatan berlarinya.Rakyat bersuka cita menyambut kedatangan Mustafa bersama Aslan. Dia menepuk-nepuk Aslan, untuk mengurangi kecepatannya saat sampai di pemukiman. Mustafa s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status