Para putri yang terbiasa dengan kekayaan dan kekuasaan, kini harus tinggal bersama di dalam satu ruangan di Harem. Mereka menyimpan amarah masing-masing. Aigul memilih untuk menempati ranjang di pojok ruangan tepat di sebelah jendela.
Awal mulanya, dia berpikir akan berada di dalam kamar yang berbeda. Hatinya semakin kesal melihat dirinya harus berbagi ruangan dengan semua wanita berwajah sempurna namun berhati iblis.
“Apakah benar apa yang dikatakan mereka jika Pangeran sangat tampan?” kata salah satu putri mendekati Aigul yang hanya menatapnya. Sang putri semakin kesal saat Aigul membelakanginya tanpa berbicara. Dia menarik lengan Aigul, lalu akan menamparnya. Namun tangannya tertahan dan sama sekali tidak bisa bergerak.
“Jika kau melakukannya, aku akan membuatmu berwajah buruk.” Kedua mata Aigul menyorotkan pandangan tajam. Irisnya semakin berwarna hitam, membuat semua putri melotot tidak percaya.
“Kau penyihir?” Put
Putri kesayangan Pangeran terjatuh. Sontak Mustafa berlari mendekati Zivana. Tangannya perlahan mengangkat tubuh Zivana yang sangat lemas. Pandangannya menamati semua tubuh sosok wanita pujaannya itu dengan saksama. “Zivana. Kenapa dengan dirimu? Zivana!”Akasma mengarahkan tangan kepada pelayan untuk segera memanggil tabib istana. Sang ratu berjalan mendekati Mustafa yang segera dia sadarkan untuk menanggapi semua dengan tenang. “Pangeran, tenanglah. Sebaiknya kita membawa Zivana menuju kamarnya. Angkatlah tubuhnya. Kita akan membawa ke sana.”Mustafa menganggukkan kepala, berjalan cepat menuju kamarnya. Wajahnya terlihat kelam seketika melihat sosok wanita pujaannya terjatuh dengan sedikit mulut berbusa.Semua putri mengamati dengan kaku. Mereka diam, tidak berekspresi apapun. Bahkan mereka kembali duduk di meja makan dan diam saling memandang tajam.Akasma mengamati mereka, melihat gerak-gerik setiap putri. Sang ratu mengerti ji
Pangeran memutuskan untuk menemui Aigul setelah melihat apa yang terjadi dengan Zivana. Para tabib masih saja memeriksa Zivana yang masih saja tidak sadar dari pingsannya. Mulut merah yang semula merekah, kini membiru dengan sedikit busa. Namun, para tabib mengatakan jika tidak ada penyakit yang masuk ke dalam tubuh Zivana. Seketika itu Mustafa paham jika sihir yang sudah membuat Zivana seperti itu. Tidak ada lagi yang bisa dia curigai kecuali Aigul yang memiliki kekuatan dari Deriya.Mustafa terus berjalan memasuki kamar. Aigul mengikutinya dengan percaya diri. Hatinya semakin bersemangat. Akhirnya dia bisa berdua saja dengan sosok Mustafa.“Tidak saya sangka bisa masuk ke dalam kamar impian para putri. Ini adalah suatu penghormatan yang sangat berarti buatku, Pangeran,” ucap Aigul masih melebarkan senyumannya.Mustafa menuangkan minuman air bercampur rempah di gelas berbahan emas. Kemudian dia sodorkan kepada Aigul yang segera menerimanya.M
Kekuatan Aigul semakin keluar dari tubuhnya. Wajahnya memucat bercampur kerutan perlahan menghiasinya. Mustafa terpaksa melakukan perbuatan yang mungkin akan menyakiti Zivana. Dia harus membuat Aigul sadar. Bibirnya perlahan mendarat. Sedikit kecupannya, membuat Aigul menarik napas seketika.Bibir hangat dengan kelembut sudah Aigul terima. Mustafa masih saja melakukannya. Bibirnya mulai sedikit terbuka, semakin masuk ke dalam. Lidah mereka bertemu di dalam saling bersentuhan. Lumatan mulai terlihat. Ciuman berbalas, tanpa sadar terjadi cukup lama.“Aku … sudah melakukan kesalahan. Tapi, ini adalah cara terbaik yang harus aku lakukan untuk membuat dia tersadar. Nyawanya akan hilang jika dia melakukannya,” batin Mustafa masih memejam memainkan bibirnya.Kehangatan semakin Aigul rasakan. Tubuhnya merasa tenang. Kesakitan yang dia rasakan menghilang perlahan. Kulit mengkerut pun mulai menghilang. Bahkan kini Aigul bisa memperlihatkan senyumannya y
Evren terdiam. Panglima masih saja menatapnya tajam.“Kenapa aku tidak boleh menyentuhnya?” tanya Evren singkat. Namun, pandangan itu masih saja terlihat tajam. Perasaan Evren mengatakan jika ada sesuatu dibalik syarat yang akan dia terima.“Jika kau tidak mempercayaiku, kau boleh menolaknya. Aku sama sekali tidak memaksamu.” Jawaban Panglima seketika membuat Evren menarik napas panjang sekaligus mengangkat wajah.“Apa yang harus aku lakukan?” balasnya singkat. Evren memutuskan untuk melakukannya. Dalam batinnya dia akan mengatasi masalah yang mungkin akan membelitnya nanti. Yang terpenting sekarang keinginannya untuk mendapatkan Aigul akan dia dapatkan.Deriya yang mendengarkan di balik pintu, menatap anak kesayangannya itu dengan tegang. Dia sama sekali tidak pernah menyetujui jika Evren bersama Aigul. “Dasar anak bodoh. Banyak sekali wanita yang bisa dia dapatkan. Untuk apa dia bersama dengan wanita itu.”
Aigul masih berusaha menenangkan dirinya. Ketika dia melihat semua putri puas membuat dirinya tersakiti, tubuhnya yang semula meringkuk di lantai kini segera berdiri. Dengan amarah Aigul mengepalkan kedua tangannya. “Aku akan membalas kalian!” teriaknya keras. Kakinya melangkah cepat menghampiri salah satu putri yang sudah membuat rambut lebatnya terpotong sebelah. Kedua tangan Aigul dengan cepat menarik tengkuk leher sang putri, kemudian dia memberikan tatapan tajam.“Aku tidak akan pernah memaafkanmu, wanita sialan!”Aigul mulai akan mengeluarkan kekuatannya. Kabut hitam sudah mulai muncul di kedua matanya. Semua putri menatapnya tegang.“Aku, akan membuat wajahmu menjadi sangat buruk!” Tangan Aigul terangkat tinggi. Dia akan mengarahkan kekuatannya untuk merusak wajah sang putri yang mulai menangis, dan memohon agar dia menghentikannya.“Aku mohon … maafkan aku,” lirihnya pelan menahan ketakutan.
Zivana tidak percaya dia melihat sosok Evren ada di hadapannya. Mantan Sri Sultan kerajaan Zengini itu menuruni kudanya, melangkah perlahan mendekati Zivana dan mengulurkan tangannya.Zivana masih saja diam berpikir. Apakah dia akan menerima uluran itu? Atau dia harus bangkit sendiri?“Aku bisa melakukannya sendiri, Pangeran.” Zivana memutuskan untuk bangkit tanpa bantuan sedikitpun dari Evren. Dia harus berhati-hati dengan sosok yang kini di hadapannya karena memang Evren lelaki penuh dengan tipu muslihat.“Apa yang membuatmu kemari, Pangeran?” tanya Zivana memicingkan kedua matanya.Evren masih diam menatap istana yang pernah menjadi miliknya. Namun, kini hanya bisa dia impikan. Tarikan napas panjang membuatnya bisa menekan emosi. Evren kemudian memandang Zivana yang masih terdiam menunggunya berbicara.“Aku menginginkan Aigul. Aku tidak akan mengambil apapun darimu, ataupun Mustafa. Aigul, dia sangat aku cintai. Han
Teriakan semakin terdengar keras dari mulut Aigul. Bayangan wajah amarah dengan kedua mata menyeramkan, menyerangnya. Hembusan angin dingin kencang menghempaskan tubuhnya hingga dia terlempar keras. Sebuah meja yang mengenai tubuhnya, membuat Aigul kini tergeletak di lantai sambil merintis kesakitan.“Putri …” Mustafa mengalihkan pandangannya yang semula menatap Aigul. Dia memutuskan untuk tidak menghampiri Aigul saat melihat sang putri masih tersadar. Yang paling penting sekarang bukan keselamatan Aigul. Namun, kerajaan Zengini yang mengalami penyerangan gaib.Mustafa menaiki pagar. Dia masih menatap tajam di hadapannya. “Kedua mata itu bukan untukku. Pandangan itu terus menatap Aigul. Dia … mengenal Aigul.” Kini Mustafa sadar dengan tatapan yang menyerangnya itu. Sebuah tatapan amarah kecemburuan untuk Aigul.“Dia bukan milikku. Kau sangat tahu. Hatiku milik wanita lain!” kata tegas Mustafa. Kecemburuan terpamp
Zivana terus menancapkan pandangannya. Dia mengingat sesuatu yang sempat pernah dia ketahui di masa lalu. “Aku tidak percaya. Apakah itu Pangeran kerajaan …” Zivana berlari menuju kamar Mustafa. Namun, kakinya terhenti saat melihat sesuatu. “Aigul …” Zivana melihat sesuatu yang sangat membuatnya terkejut. Mustafa menepuk-nepuk wajah Aigul dengan perasaan khawatir. Bahkan sesekali Pangeran memanggil namanya dengan berbisik di telinga Aigul. Burak bersama lainnya hanya memandang tanpa berucap. Zivana menahan hatinya yang berdebar. Perasaan bercampur aduk sangat terasa di dalam. Rasa cemburu semakin dia rasakan. Namun, dia memupuskan semua itu. Zivana membalikkan tubuhnya, untuk pergi dari sana. Pandangannya kembali tegang saat melihat Akasma di belakangnya sedari tadi tanpa dia sadari. Zivana sedikit tergerak saat Burak melewati mereka dengan tergesa-gesa. “Ratu,” ucap Burak menundukkan kepala. Akasma tersenyum kepada Burak sebelum Pangl