"Permisi. Kiriman bunga dari Bapak Jona untuk Ibu Bella," beber sang kurir yang ada di hadapan Bella."Iya. Saya sendiri. Makasih ya," ucap Bella sambil meraih bunganya. "Sama-sama, Bu," sahut kurir. Setelah itu Bella kembali menutup pintu. Sambil menenteng bouquet bunga, Bella berjalan menuju ke ruang makan lagi. Wajahnya sumringah, kemudian memeluk Jona dari belakang."Terima kasih hadiah bunganya, sayang," ucap Bella sambil memeluk Jona dari samping.Mendapatkan perlakuan yang tiba-tiba itu Jona membelalakan matanya karena terkejut. Sedangkan ayah dan ibunya Bella memandang haru pada anak dan menantunya. Namun tak lama ekspresi mereka berubah menjadi panik. Saat melihat Jona tersedak makanan. "Astaga Nak Jona. Bella cepat tolong suamimu," suruh ayahnya Bella dengan nada panik.Sementara ibunya berinisiatif mengambilkan air putih. Kemudian menyerahkannya kepada Bella. "Ini, kasihkan ke suamimu," suruhnya.Bella mengangguk. Raut wajahnya ikut berubah menjadi cemas bercampur rasa be
"Saya hanya terlalu syok Pak. Jadi tidak bisa berpikir dengan dapat," jawab Jona. Kemudian ia ikut menolong Bella.Setelah beberapa saat Bella akhirnya bisa lebih baik. Kemudian ia meminta maaf kepada orang tuanya "Bella minta maaf karena belum memberitahu soal kehamilan ini pada Ayah dan Ibu," ucap Bella."Kami rencananya akan memberitahu Ayah dan Ibu hari ini. Tepat di hari ulang tahun Bella. Iya kan Bel?" Jona menambahkan.Bella melirik ke arah Jona. Lalu mengangguk. "Iya.""Tuh, kan Yah. Bella mau kasih kita kejutan," ucap ibunya Bella membela anaknya."Ya. Ayah kan begini karena udah pengen banget gendong cucu, Bu," sahut ayahnya Bella."Sebenarnya ini salah saya. Maafkan atas kelancangan saya tadi ya, Bapak dan Ibu," ucap Laura menyesalkan perkataannya."Oh, tidak, tidak. Jangan terlalu dipikirkan, Bu," sahut ibunya Bella tak enak hati."Ibunya Bella benar, Bu Laura. Saya saja yang kelewat terbawa perasaan," tambah ayahnya Bella. "Lagipula ini kan patut disyukuri.""Selamat ya u
Jona sebenarnya memang sudah lapar, hanya saja dia gengsi jika harus makan masakan Bella. Sampai akhirnya supir yang akan mengantarkan dirinya ke bandara tiba. Saat Jona hendak masuk, sang supir keluar dari mobil untuk meminta izin ke kamar mandi."Pak Jona. Maaf, saya ke kamar mandi dulu ya. Kebelet," ucap supir dari perusahaan.Jona mengamgguk. "Ya sudah sana. Jangan lama-lama," sahut Jona."Silakan, Pak," sambung Bella. Kemudian ia melihat ke arah jam tangan miliknya, sudah waktunya dia berangkat. Dan kebetulan ada taksi yang sedang lewat. Bella menyetopnya kemudian masuk. Dia tak berpamitan kepada Jona, karena memang bukan kebiasaan mereka berdua untuk berpamitan sebelum pergi.Jona yang merasa haus kemudian melangkahkan kakinya ke dapur untuk mengambil air putih. Tiba-tiba matanya tertuju pada sup ayam buatan Bella yang tersaji di meja makan. Makanan tersebut lupa Bella tutup sebelum pergi tadi. Sambil menggerutu Jona mendekat ke arah meja makan untuk menutup makanan itu. "Apa k
"Karena kami sebenarnya belum siap untuk mempunyai anak, Bu Laura," jawab Bella. Ekspresinya dingin tetapi tak melihat ke arah Laura. Melihat hal itu membuat Laura terdiam sejenak. Ia baru ingat bahwa Bella dan Jona menikah karena Bella hamil duluan. Yang artinya mereka tak siap secara mental. Padahal masalah utamanya bukan itu.Namun sebagai orang yang dekat dan menyayangi Bella. Laura merasa perlu memberi Bella nasihat. "Siap tak siap, anak itu sudah ada di dalam rahimmu. Jadi kamu harus menyayanginya sepenuh hati. Dia bisa tau tulus atau nggaknya kamu sama dia. Jadi jangan gitu lagi ya." Sambil menepuk pundak Bella.Suasana menjadi hening. Bella merenung. Semua ini musibah bagi Bella. Dia tak pernah membayangkan sebelumnya jika harus mengandung anak dari hasil perkosaan. Padahal selama ini dia dapat dengan teguh menjaga kesuciannya. Dengan maksud akan dia berikan hanya kepada seorang yang dicintainya.Namun Laura berkata benar. Anak dalam kandungannya adalah anugerah. Titipan dari
"Perkenalkan saya Enzi. Saya adalah pencipta lagu. Saya ingin lagu yang saya ciptakan dinyanyikan oleh Laura," jawab seseorang di ujung telepon."Wah. Saya senang sekali mendengarkannya Kak Enzi," ucap Bella. Dia tahu betul bahwa Enzi adalah seorang pencipta lagu yang sangat terkenal. Hampir semua lagu yang diciptakan bisa mengantarkan penyanyi dan lagunya ke tangga musik teratas. Ini kesempatan yang bagus untuk Laura."Lalu kapan bisa ke studio saya?" tanya sang pencipta lagu."Baik, kalau begitu saya akan segera jadwalkan untuk meeting di studio Anda, ya," jawab Bella."Baik. Saya tunggu ya, Bella," pungkas Enzi."Iya… Terima kasih banyak," ucap Bella."Sama-sama," sahut Enzi. Kemudian sambungan telepon mereka berakhir.Dengan tablet yang, Bella kemudian mulai mengecek jadwal Laura. Ternyata jadwal yang kosong hanya hari ini. Bella tak bisa membuat keputusan sepihak tentunya. Dia harus bertanya terlebih dahulu kepada Laura. Lalu Bella menghubungi Laura.Nama Laura berada di paling
"Iya, Bu," sahut Bella dengan singkat kepada Laura. Sambil memaksakan senyumnya. Padahal hatinya sedang tak nyaman oleh kehadiran Ronald."Kenapa, Ma?" tanya Ronald pada Laura."Ban mobilku bocor, Yah. Padahal tadinya kita mau ke cafe depan situ buat sarapan," jawab Laura."Ya udah. Aku anterin aja. Nanti setelah bannya diganti biar supir kamu nyusul ke cafe buat jemput kalian," ucap Ronald.Firasat buruk Bella ternyata benar terjadi. Yang tadinya dicemaskan benar. Bahwa Ronald akan menawari mengantar mereka sampai cafe. Ini semua benar-benar kebetulan yang menyebalkan.Berbeda dengan Laura. Dia senang bukan kepalang. Dan menganggap suaminya sebagai seorang pahlawan bagi dirinya. Kemudian ia memeluk suaminya."Yeay! Untung ada kamu, Yah," ucap Laura. "Makasih, ya. Sayang."Ronald terkekeh. "Iya. Sama-sama sayang," sahutnya. Sambil mengelus punggung istrinya. Namun saat melihat Bella seketika senyumnya menjadi luntur. Kemudian Ronald memalingkan muka.Laura kemudian mengurai pelukannya
Bella menghapus air matanya. Kemudian menoleh ke arah Laura. "Saya tidak kenapa-kenapa kok, Bu," jawab Bella berbohong."Kalau nggak kenapa-kenapa kok nangis?" tanya Laura. "Apa kamu kecapekan?" tebak Laura."Mungkin, Bu. Sedikit," kilahnya. Lebih baik beralibi seperti itu kan, daripada terus menerus ditanyai oleh Laura."Kalau begitu ke tempat Enzinya kita tunda aja, gimana?" tanya Laura. Ia lebih mementingkan kesehatan Bella daripada urusan pekerjaannya. Karena tak mau jika Bella sampai kenapa-kenapa."Tidak usah, Bu. Saya tidak kenapa-kenapa kok," jawab Bella."Kamu yakin?" tanya Laura memastikan."Saya yakin, Bu. Sangat yakin," jawab Bella. Ia tersenyum untuk meyakinkan Laura."Yasudah kalau begitu," ucap Laura. "Yang penting kamu jangan memaksakan diri ya. Aku nggak mau kalau sampai terjadi sesuatu sama kamu," lanjut Laura."Iya, Bu Laura. Terima kasih atas perhatiannya," ucap Bella."Nggak perlu ngucapin makasih Bel. Udah seharusnya saya gitu. Kamu kan juga udah berusaha semaks
Alih-alih iba, Jona malah bersikap acuh Bella. "Bel. Kamu tidur ya?" tanyanya dengan santai. Kemudian ia mencebikkan bibir. Dia melewati Bella dan berjalan ke dapur untuk mengambil minum. Tak peduli jika pingsan sekalipun.Selesai Jona mengambil minum, Bella masih pingsan. Hanya saja Jona tetap tidak menghiraukannya. Dan kembali ke kamar. Bukan menolong, Jona malah berpikir bahwa nanti juga Bella akan siuman sendiri.Saat Bella masih pingsan, ponselnya berdering berkali-kali. "Angkat Bella, angkat. Berisik tau!" teriak Jona dari dalam. Dia merasa terganggu.Karena ponsel Bella tak kunjung berhenti berdering akhirnya Jona menutup telinganya dengan bantal. Dan tak lama berhenti. Jona lega. Tetapi kini malah ponselnya yang berdering. Jona meraih ponselnya. Dan hendak mengangkat telepon. Namun ia terperanjat ketika melihat nama Laura tertera di layar. Firasatnya mulai tak enak. Jona takut Laura menanyakan soal Bella. Namun jika dihindari Jona pasti akan terkena masalah. Oleh sebab itu m