Share

Shock

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2025-05-22 18:25:04

[Om, gimana? Jadi nggak? Kalau nggak jadi kujual sama orang lain tanahnya. Aku benar-benar butuh duit sekarang. Waktunya nggak bisa diperpanjang]

Adi kembali mengirimkan pesan yang nyaris sama dengan adik kandung almarhum bapaknya itu. Suroto, paman Adi sudah berjanji akan menerima permintaan keponakannya untuk menggadai tanah pekarangan itu dengan harga tiga ratus juta.

Namun, sampai sekarang belum ada kabar lagi. Adi sangat gelisah, apalagi tiap kali bertemu Langit di kantor. Langit selalu mengawasi tiap gerak-geriknya, membuat Adi merasa seperti hidup dalam sangkar. Tak punya gerak sama sekali.

[Aku tunggu sampai besok ya, Om. Kalau nggak bisa, aku gadai atau jual ke yang lain saja]

Pesannya belum terbaca. Adi masih menunggu dan harap-harap cemas. Pasalnya, jika Omnya menolak, dia juga belum punya pandangan akan dibawa kemana sertifikat tanah itu. Jika hutang ke bank, prosesnya cukup rumit dan dia takut telat melunasinya.

"Jika tanah ini laku digadai. Kekurangannya aku harus car
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
lullaby dreamy
jd penasaran kalo Abel tau siapa Langit . apa dia minat mau ngrebut Langit dr Senja jg ?! kan dia jiwa pelakor bgt wkwk ^^
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Taktik Langit

    "Pak, bukannya tadi Pak Dimas bilang kalau semua terserah Mas Langit? Kenapa bapak berpendapat seperti itu sebelum mendengar keputusan dari bos muda?" lirih Bayu yang masih tak mengerti kenapa Erwin membalas seperti itu. Padahal sejak berangkat dari rumah tadi Erwin tetap mengikuti perintah dari sahabat sekaligus bosnya itu. "Sudahlah, Bay. Saya pikir Langit ada di sini, tapi ternyata mereka masih menyembunyikan Langit entah dimana. Saya khawatir dia kenapa-kenapa, makanya lebih baik mengikuti kemauan mereka saja biar Langit aman," balas Erwin sembari berbisik pula. "Nggak bisa gitu dong, Pak. Walau bagaimanapun kita harus mengikuti perintah atasan dan jangan mengambil keputusan sendiri jika tak ingin semakin runyam." Bayu menghela napas panjang. Dia tak tahu mengapa Erwin selancang itu, padahal biasanya dia selalu mendukung Langit dan papanya. "Kamu meragukan saya, Bay? Nggak percaya kalau keputusan itu akan menguntungkan kedua belah pihak?" Bayu gugup lalu menoleh ke arah Bagas y

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Masalah Proyek

    "Bukannya kita cuma dengar cerita itu dari Pak Lurah? Kalau memang nggak ada saksinya, berarti Pak Lurah yang membohongi kita semua. Benar kan?" Seorang ibu muda ikut berkomentar. Senja menoleh lalu tersenyum tipis saat tak sengaja bersirobok dengannya. Wanita itu yang pertama kali Senja lihat di desa ini. Senja lupa tak bertanya siapa namanya. "Betul, Sin. Kita memang cuma dengar dari Pak Lurah saat rapat terakhir itu kan?" Sinta mengangguk. "Waktu itu Pak Lurah bilang kalau saksinya nggak mau tampil karena takut," sahut yang lain. Sinta manggut-manggut. "Masalahnya, benar ada saksi mata atau semua hanya rekayasa kepala desa saja." Senja menghela napas lega saat warga mulai memahami masalah yang terjadi dan tak lagi menyudutkan Langit. Sepertinya mereka mulai curiga dan merasa ada yang disembunyikan oleh kepala desanya sendiri."Kalian semua lebih percaya pemuda dari kota dan mereka ini daripada saya?!" Suara Agus mulai meninggi. Terlihat jelas dari sorot matanya yang penuh amar

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Rasa Bersalah

    "Diam!" Kepala desa bernama Agus itu menggebrak meja. Dia mulai emosi melihat warganya yang kini tak bisa dikendalikan lagi. Agus tahu jika warganya mulai curiga dengan masalah ini. "Pasti ada udang di balik batu. Kita lihat saja apakah pebisnis dari kota itu yang ingin mengeruk keuntungan lebih atau-- "Atau apa?" Beberapa warga kembali saling sahut. Senja menoleh ke sana-sini untuk mendengarkan. Dia ingin melihat siapa saja yang berani protes tentang masalah ini. Roni, ternyata pemuda itu ikut protes. Senja manggut-manggut. Dia merasa bersalah sudah menuduh laki-laki itu macam-macam. Ternyata Roni tak seburuk yang Senja bayangkan. "Atau ada dalang dalam masalah ini. Dia yang sebenarnya ingin mengadu domba kita semua demi keuntungannya sendiri." Roni menoleh pada Senja yang kini kembali menunduk. "Stop! Jangan berpikir macam-macam. Kita sepakat untuk menjemput pemuda itu kan? Kenapa sekarang saling melempar kesalahan?!" Ketua RT menyahut. Laki-laki yang duduk di samping kepala de

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Riuh

    "Saya kaget loh Mbak Senja sudah di sini." Bagas mengawali percakapan saat dia dan Senja sudah di mobil menuju rumah kepala desa. "Aku nggak tenang di rumah, Mas. Entah mengapa dalam hatiku bilang kalau Mas Langit ada di desa itu. Makanya aku diam-diam ke sana dengan alasan cari teman SMAku dulu." Senja menjelaskan. "Saya kagum sama Mbak Senja. Ada saatnya lemah lembut, ada saatnya tegas dan berani. Apalagi tadi kenapa ketiga laki-laki itu malah tumbang semua. Bayu pernah bilang soal aksi beladiri Mbak Senja yang cukup mumpuni. Saya pikir cuma bercanda, ternyata tadi saya melihatnya sendiri. Benar-benar menakjubkan. Perempuan selembut ini mengalahkan tiga berandalan." "Nggak begitu juga, Mas. Kalau nggak ada Mas Awan entah gimana nasibku tadi. Mas Awan yang melawan mereka satu persatu. Aku cuma sedikit membantu saat dia tak berdaya. Nggak mungkin aku bisa mengalahkan mereka semua. Mas Bagas memujinya berlebihan. Lagian tadi Mas Bagas lihatnya kan saat mereka sudah tumbang semua." S

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Jujur

    "Astaghfirullah." Senja beristighfar lirih sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Kedua matanya berkaca tiap kali mengingat Langit, tapi dia berusaha menahan kesedihan itu. Dia tak ingin memperlihatkan air matanya di depan orang lain, apalagi di hadapan Ratri dan Awan yang kini juga menjadi korban. "Itu rumah sakitnya, Neng," tunjuk Ratri. Senja mengangguk lalu meminta Bagas segera menyeberang. Setelah sampai di rumah sakit Bakti Husada, Senja gegas keluar dari mobil dan meminta perawat untuk membawakan brangkar. Dua perawat datang lalu membantu Awan berbaring di atas ranjang. "Mas, tolong ikut perawat ke UGD ya, biar saya bantu Bi Ratri urus administrasinya ke resepsionis." Bagas mengangguk. Tanpa protes dia segera mengikuti perawat yang membawa Awan dengan tergesa itu. Senja dan Ratri mengurus pendaftaran dan kebutuhan pasien lainnya, setelah semua beres mereka ikut menunggu Bagas di depan UGD. "Tenang, Neng. Sepertinya tak ada luka serius di badan Awan. Nggak ap

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Ke Rumah Sakit

    "Om, titip Mas Langit ya. Saya mau antar Mas Awan ke rumah sakit sebentar, nanti langsung balik ke sini." Senja membuyarkan lamunan Erwin. Laki-laki itu agak gugup lalu mempersilakan Senja masuk ke mobil suaminya. Senja memilih duduk di jok depan samping Bagas, sementara Awan rebahan di kursi belakang. "Berhenti di warung itu dulu, Mas. Aku panggilkan ibunya Mas Awan." Bagas hanya mengangguk meski dalam benaknya masih disesaki puluhan tanya. Mengapa istri bosnya itu bisa sampai di kampung itu bahkan terlibat perkelahian segala. Setelah keluar dari mobil beberapa menit, terlihat dua wanita beda usia muncul dari dalam warung sembako itu dengan tergesa. Ratri masih memperbaiki hijabnya sembari setengah berlari menuju mobil merah metalik itu. "Ya Allah, Awan! Apa yang sebenarnya terjadi? Tega-teganya Ibram melakukan ini semua sama kamu. Anak itu memang berandalan. Selalu dimanja papa dan mamanya jadi ngelunjak begini," ucap Ratri begitu geram saat melihat anaknya tiduran di jok mobil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status