Jenna hanya sedang menertawakan takdirnya. Memiliki impian untuk mempunyai mahligai cinta yang indah, harus pupus karena surga yang dia dapatkan bukanlah impiannya. Berstatus sebagai seorang istri kedua yang diawali dengan keberadaannya yang tak diterima, membuat dunia Jenna berubah 180 derajat. Padahal, status 'istri kedua' adalah satu dari hal yang Jenna benci di dunia ini. Seandainya saja suami Jenna itu tau, jika kehidupannya tidaklah seceria hari-hari Jenna. Apakah mungkin, cinta itu hadir untuk Jenna? Lalu bagaimana bisa Jenna mendapatkan status 'istri kedua' tersebut? Temukan jawabannya dengan membaca cerita ini guysss! Mengandung plot twist! Wajib baca setiap part-nya untuk tau ada rahasia besar antara tiga tokoh utama.
View MoreSaat itu sang surya seolah sedang berada di atas kepala. Tentu saja, hal itu membuat siapa pun yang berada di luar ruangan—merasakan hawa panas yang menjalar ke tubuhnya. Tapi itu tidak berlaku bagi dua orang perempuan berbeda usia, yang tengah duduk saling berhadapan. Karena hawa sejuk yang dihasilkan oleh air conditioner di dalam ruangan, membuat keduanya tidak berkeringat.
"Ada satu hal yang mau aku bicarain sama kamu, Jenna." Yang berbicara saat ini adalah Cahaya Ghaliya Mahasin—seorang perempuan berhijab yang berstatus sebagai psikiater di RS Kenangan Indah. Perawakannya indah. Dengan tinggi semampai 168 cm, berkulit putih bersih, serta wajah perpaduan Indonesia-Pakistan yang membuatnya nampak begitu sempurna jika dipandang. "Jenna ...," panggil Cahaya dengan ragu pada sosok perempuan muda yang duduk di hadapannya. "Iya, Dok?" Perempuan muda di depannya menyahuti. Ada tatap penasaran dari kedua pasang mata monoloid perempuan itu. "Selama dua tahun ini ... ikatan yang terbangun antara kita berdua sudah lebih dari cukup dekat. Aku tau siapa kamu, aku tau masalah kamu. Rasanya, kedua hal itu yang bikin aku sekarang mengambil keputusan bulat." Ada kerutan samar di dahi perempuan yang duduk di depan Cahaya. Tapi hal itu, justru menghadirkan kurva senyuman di bibir tipis milik Cahaya. Seorang dokter spesialis jiwa itu tau, perihal ekspresi yang ditunjukkan oleh Aira Jenna Izzaty—seorang perempuan yang berprofesi sebagai penulis, sekaligus berstatus sebagai pasiennya itu. "Aku tau kamu pasti bingung dan penasaran dengan ucapanku ini. Tapi aku tidak akan menuntut kamu memberi jawabannya sekarang, Jenna. Aku akan memberikan kamu waktu untuk berpikir lebih dulu." Cahaya semakin membuat Jenna dihantui rasa penasaran yang tinggi. Beberapa kali, gadis itu kedapatan meremas ujung kaos oversize yang tengah dikenakannya kini. "Jenna ...," panggil Cahaya lagi. Kali ini, kedua tangannya turut bergerak untuk meraih tangan Jenna yang sekarang di atas meja. Tatapan wanita berusia 29 tahun itu tertuju pada manik mata Jenna yang berwarna cokelat hazelnut. Warna mata yang begitu indah, dan sangat cantik. "Jadilah maduku." Tepat ketika Cahaya mengucapkan dua suku kata yang di luar nalar bagi Jenna, gadis itu menarik tangannya dengan gusar. "M-maksud Dokter Cahaya apa?" Sepasang kelopak mata Jenna berkedip beberapa kali, tanda jika dia tengah kehilangan kata-kata atas perkataan dari psikiaternya itu. "Jadilah maduku, Jenna!" ulang Cahaya sambil menahan air mata di pelupuk, yang saat ini siap merebak. "Hah? Ini konyol, Dok." Jenna tertawa tanpa alasan yang jelas. Tapi degupan jantungnya, tak sama sekali bisa kompromi. Dia berdetak dengan cepat seiring Cahaya mengucapkan kalimat di luar nalar bagi Jenna. "Kenapa konyol? Aku memintamu dengan baik-baik, Jenna. Aku tau, keputusan ini bikin kamu terkejut. Tapi, aku juga tidak punya pilihan lain selain ini." Kepala wanita berhijab itu tertunduk dalam. Setitik air mata turut jatuh dari ujung matanya. Cahaya benci keadaan ini, keadaan di mana dia harus rela menghadirkan perempuan lain di mahligai cintanya. Tapi waktu yang banyak tak lagi dia punyai. Lambat laun, dirinya akan tetap pergi membawa kenangan. "Dokter tau kan apa yang kubenci di dunia ini?" Jenna melempar tanya sambil menggelengkan kepala tak percaya. "Perselingkuhan dan istri kedua," jawab lirih Cahaya setelah dia mengangkat kepalanya. Saat ada jejak air mata yang terlihat oleh Jenna, gadis itu membuang muka ke sembarang arah. Memilih untuk menyimpan dulu egonya sebentar. "Apa yang terjadi, Dok? Tidak ada angin tidak ada hujan, Dokter memintaku menjadi madu Dokter? Kurasa, di belahan dunia mana pun—tidak ada seorang wanita yang benar-benar ikhlas membagi suaminya untuk perempuan lain." Tepat ketika Jenna berhenti bicara, air mata Cahaya turun dengan derasnya. Wanita yang terlihat baik-baik saja karena seringkali menampakkan senyuman, ternyata hari ini terlihat begitu lemah dan rapuh. "Karena itu aku memintamu, Jenna. Aku tau kamu perempuan seperti apa. Dan rasanya, hanya kamu yang pantas ... menggantikan posisiku menjadi seorang ratu di mahligai cinta yang dipimpin oleh mas Reyhan."Katanya, tanda Allah menyayangi hamba-Nya adalah dengan memberikannya sebuah ujian. Mungkin, satu di antara tanda kasih sayang Allah pada Jenna adalah hari ini. Setelah dia merasakan kebahagiaan karena hubungannya membaik. Baik itu dengan keluarga dari pihak sang suami, ataupun pihak Cahaya sebagai istri pertama. Jenna hari ini kembali merasakan kesedihan, tatkala mendapatkan kabar jika sang ayah mengalami kecelakaan saat ia hendak menemui keluarga dari sang istri tercinta—Dania.Dengan bibir yang terus saja melafalkan kalimat istighfar, Jenna tidak ingin jika pikirannya berpikir su'udzon pada ibu tirinya itu. Seperti kebanyakan cerita yang dia baca, jika ibi tiri kebanyakan hanya mencintai harta dari ayahnya saja—maka sekarang Jenna berusaha untuk tidak membebani pikirannya dengan hal yang belum tentu terjadi itu. Meskipun kini keadaan ayahnya belum diketahui, tapi Jenna berusaha untuk tenang. Toh bukan hanya ayahnya saja yang jadi korban kecelakaan itu, tapi Dania—ibu tirinya jug
Dalam hal berhijrah, Jenna tidak hanya belajar memperbaiki hubungannya dengan Sang Maha Kuasa. Tapi juga belajar memperbaiki hubungannya dengan orang lain juga. Salah satunya dengan ibunda dari almarhumah Cahaya—istri pertama suaminya. Setelah kemarin bertemu untuk memberikan flashdisk berisi wasiat dari almarhumah Cahaya, wanita paruh baya itu kembali datang menemui Jenna. Kali ini bahkan beliau langsung datang ke rumah dan tidak meminta untuk bertemu di luaran seperti kemarin. Jenna menerka wanita paruh baya bernama Puspa itu sudah melihat isi dari flashdisk yang memang ditujukan untuknya, untuk itu kenapa dia berada di sini dengan air mata berlinang. "Tante minta maaf yang sebesar-besarnya sama kamu, Jenna. Atas kesalahan Tante, kamu pernah dimaki-maki oleh banyak orang dan dicap buruk oleh fans kamu. Untuk kejadian yang mana kamu mendapatkan kegagalan saat seminar, itu semua ulah Tante." Puspa, menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia enggan menatap Jenna, lantaran terlalu malu u
Dengan senyum terpatri di wajah, Jenna mengulurkan tangan untuk memberi sebuah flashdisk yang ia dapatkan dari suster Siska. Meski terkesan enggan menatapnya, tapi Puspa—lawan bicara Jenna saat ini tetap mengambil flashdisk yang diberikan oleh Jenna. "Ada satu file yang dikhususkan untuk Tante Puspa. Aku sama sekali nggak buka file itu, biar Tante saja yang membukanya." Jenna menjelaskan lebih dulu, agar Puspa—ibunda mendiang Cahaya, tidak salah paham. "Ya sudah, saya pergi dulu. Assalamu'alaikum." Pertemuan yang tidak sampai 5 menit itu, berakhir setelah Puspa melangkah pergi meninggalkan Jenna yang tersenyum tipis. Meskipun Jenna tidak tau isi dari file yang ditujukan untuk Puspa itu apa, tapi ia berharap isinya adalah meminta ibunda dari mendiang Cahaya itu tidak lagi salah paham dengan kehadirannya. Jenna tentu tidak ingin mempunyai musuh, dia justru ingin membangun ikatan yang baik dengan ibu dari mendiang madunya itu. "Jenna, Mama Puspa ke mana?" Jenna menolehkan kepala sa
087163936***Assalamu'alaikum, mohon maaf jika mengganggu waktunya. Apa benar, ini dengan bu Jenna? Jika benar, saya Siska. Saya suster yang merawat almarhumah dokter Cahaya beberapa bulan yang lalu. Saya baru ingat, jika sebelum dokter Cahaya menghembuskan nafas terakhir, beliau memberikan amanah untuk saya agar memberikan sebuah flashdisk pada bu Jenna. Kira-kira, bisakah kita bertemu? Kesan pertama saat pertemuan Jenna dengan seorang suster bernama Siska, yang mengaku telah merawat almarhumah dokter Cahaya di detik-detik terakhir—adalah senyum yang mengembang dengan manis. Bermula dengan mendapatkan pesan di aplikasi Whatsapp miliknya, Jenna dengan segera meminta untuk bertemu di sebuah cafe yang tidak jauh dari Rumah Sakit. "Jadi, apa isi dari flashdisk itu?" Alis yang menukik sedikit ke atas, menjadi respon yang turut mengikuti pertanyaan Jenna. Pasalnya, setelah kepergian dokter Cahaya yang sudah berjalan hampir 5 bulan ini—Jenna baru mendapatkan informasi jika ada sebuah be
Dalam hidup, Jenna pernah beberapa kali bilang—jika dia tak ingin menikah dengan laki-laki mana pun. Tentu saja, itu dia ucapkan atas dasar luka tak kasat mata yang ditorehkan oleh sang ayah—cinta pertamanya. Saat dia kembali ingat, jika ada sebuah kisah yang mana menceritakan tentang 3 rombongan yang bertamu ke rumah Rasulullah SAW. Di sana mereka membicarakan tentang sunnahnya Rasulullah SAW. Dua orang di antaranya bercerita jika dia sudah menjalankan sunnah Rasulullah seperti pada umumnya; shalat, puasa, dan lain sebagainya. Sedangkan satu orang lagi, bercerita jika dia sudah menjauhi perempuan dan tidak akan menikah. Maka saat mendengar itu, Rasulullah SAW dengan segera menyelanya. Beliau berkata. "Kalian telah berkata begini dan begitu, tapi demi Allah aku adalah manusia yang paling takut kepada-Nya. Oleh karena itu, soal berpuasa, sholat, tidur, dan menikah. Barang siapa yang tidak suka dengan sunahku (nikah), maka ia bukan golonganku." Sejak itu, Jenna mengkaji kembali asums
Entah sudah ke berapa kalinya, Jenna berjalan bolak-balik saat cemas melanda. Bukan! Ini bukan jenis anxiety yang biasanya menyerang Jenna. Melainkan cemas biasa, karena sang suami tak kunjung memperlihatkan barang hidungnya. Reyhan yang beberapa menit lalu meminta izin padanya, jika dia harus membelikan cemilan yang diminta oleh Anala—sampai saat ini, sudah mau satu jam lamanya tidak kunjung pulang. Ingin menghubungi, tapi Jenna melihat ponsel milik suaminya itu ada di atas nakas. Ingin pergi menyusul, dia harus menemani Anala yang baru saja dia bacakan dongeng malam. "Aduh, mana hujannya makin deras lagi." Kedua alis Jenna ikut menyatu saat dia melirik rinai hujan dari jendela kamar Anala, yang dilihatnya semakin deras. "Mas Reyhan pasti kehujanan," kata perempuan yang kini menggigiti ujung kuku jemari telunjuknya itu. "Aku masakin air hangat dulu deh, biar nanti kalau kehujanan tinggal mandi." Melirik sekilas Anala yang nampak sudah pulas tertidur, padahal dia meminta dibelika
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments