Abimana membersihkan diri di kamar mandi yang berada di dalam kamarnya bukan di kamar yang dihuninya dengan Nadia karena kali ini istrinya sedang mendapatkan perawatan lebih dari Mila dan Saraswati. Selesai membersihkan diri, pria ini menemui istrinya yang sudah terlelap. Ditiupnya udara dari mulut, "Dia selalu tertidur tanpa mengucapkan selamat malam terlebih dahulu."Abimana membetulkan selimut yang menangkup tubuh Nadia karena kaki sebelah kirinya sedikit meloloskan diri, kemudian berbaring di sisi sang istri. "Iya, beginilah hidupku sekarang, harus berbagi ranjang dengan anak kecil yang sangat manja bahkan alergi saja menjadi sebuah gejala serius. Saya saja yang hidup lebih lama tidak memiliki alergi apapun," rutuk kecilnya sebelum memejamkan mata.Pada tengah malam Nadia terjaga, gadis ini segera mencari air di atas meja, tapi tidak menemukannya. Maka, dirinya memilih mendudukan diri seiring memandangi Abimana hendak meminta bantuan. "Abi," panggilannya dengan lembut, tetapi tida
Hari ini perusahaan bagai neraka untuk Tania karena semua orang membicarakan penemuan testpack serta mencoba mencari tahu pemiliknya. "Tania," panggilan salah satu karyawati yang jabatannya di bawah sekretaris Abimana itu.Tania menoleh gelisah, "Iya?" Bahkan kedua lututnya terasa lunglai karena merasa jika dirinya menjadi pusat perhatian."Kira-kira siapa ya si pemilik testpack, lagipula berani sekali dia hamil kalaupun menikah diam-diam seharusnya jangan hamil dulu karena perusahaan tidak membutuhkan wanita hamil!"Titik-titik keringat dingin mulai membasahi kening Tania. "Entah!" Senyuman getirnya."Kalau begini terus, bisa-bisa Tuan Abimana memeriksa urin semua karyawan. Iya ampun ... jangan sampai deh, semoga wanita itu cepat mengaku!" risaunya karena tidak ingin dibuat repot dan tidak ingin menjadi bahan kecurigaan karena semua karyawan tahu jika dirinya berpacaran dengan karyawan di sini.Tania kembali menarik senyuman getir. "Iya ..., saya permisi ya," pamitnya segera karena d
Bagi Abimana kabar ini adalah titik terang. "Siapa?""Belum tahu, karena saksi mengatakan ada tiga orang di toilet yang berbeda dan ketiganya tidak ada yang mengaku." Keterangan yang diberikan orang kepercayaan Abimana, "salah satunya sekretaris anda."Sekejap, Abimana mengangkat satu alisnya. "Apa yang dikatakan Tania?""Jawabannya sama dengan kedua karyawan lainnya. Tidak memuntahkan apapun.""Panggil ketiga wanita itu," titah santai Abimana. Dirinya tidak perlu menunggu lama ketiga wanita yang berada di dalam toilet sudah berdiri berjajar. "Katakan saja siapa yang muntah, saya tidak akan menegur dan memecat kalau terbukti alasan muntah bukan karena hamil." Kalimat Abimana sangat tenang dan santai, pria ini juga terlihat memerdulikan karyawannya. Maka, seorang wanita mengangkat tangan setengah badan."Maaf tuan, sebenarnya hari ini saya sedang kurang sehat, semalam saya sudah ke klinik, tapi mualnya tetap ada, tapi sekali lagi saya minta maaf karena sempat tidak mengaku saya takut d
Tania menunduk lesu sesaat. "Saya tidak tahu Kafka di mana, saya tidak tahu rumahnya di mana, kami hanya bertemu di kampus dan tempat-tempat seperti ini.""Ck, tidak mungkin!" Abimana segera menyeruput dengan cepat air putih yang dipesannya, "katakan saja, apapun ancaman Kafka jangan dengarkan, saya yang akan membela kamu sampai Kafka mau menikahi kamu!""Sungguh, saya tidak tahu dia di mana." Tatapan mata Tania tidak memancarkan kebohongan sama sekali.Abimana menarik napas sesaat kemudian membuangnya dengan teratur. "Kenapa kamu bisa hamil jika tidak tahu di mana rumahnya?""Kami melakukannya di hotel. Tolong, jangan tanyakan itu lagi." Untuk yang ini Tania merasa sangat malu karena merasa hanya dipandang sebagai wanita murahan, wanita panggilan yang hanya bertemu pelanggannya di hotel tanpa mengetahui apapun tentang pria yang tidur bersamanya.Abimana masih memertahankan duduk tidak tenangnya karena sesegera mungkin dirinya harus meluruskan masalah tidak terduga ini. "Apapun carany
Saraswati segera menggelengkan kepala kala menegur halus, "Jangan berkata seperti itu, ibumu adalah orang yang rela melahirkanmu dengan mempertaruhkan nyawanya, jangan kamu patahkan hatinya karena suatu alasan apapun, tetap sayangi mama selayaknya Nadia menyayangi nenek.""Tapi ... kalau mama pergi, bertahun-tahun mama meninggalkan Nadia tanpa kabar. Apa mama masih sayang Nadia? Nadia meragukannya nek, jadi bagaimana Nadia akan menyayangi mama." Isi hati dan pikirannya dicurahkan begitu gamblang di hadapan Saraswati."Nenek sudah bilang jangan mematahkan hati mamamu dengan alasan apapun." Saraswati mulai membumbui nasihatnya dengan ketegasan.Nadia menunduk perlahan. "Iya nek, Nadia akan mencoba." Itu bukanlah janji maka Nadia tidak dapat menatap mata sayu nan mulai rabun milik sang nenek.Jarum jam semakin naik, tapi Abimana masih belum kembali hingga membuat Nadia bosan menunggu. Mila baru saja datang ke ruang tamu tempat Nadia dan Saraswati berada. "Selamat malam ...," sapa hangat
Abimana baru saja tiba di rumah pada pukul tiga, kedatangannya segera disambut oleh kekecewaan Wira. "Papa sudah membaca artikel yang menyebar di internet, mengapa kamu tidak bisa mengatasi ini? Sekarang bukan cuma nama kamu yang hancur, tapi nama papa sekaligus perusahaan," desah wira yang segera ambruk di atas sofa."Abi sudah berusaha, tapi berita itu meluncur terlalu cepat, entah ulah siapa. Dia tega sekali menghacurkan Abi!" lirih diiringi dengusan menyeruak bersama udara dingin yang menusuk ulu hati.Kini tatapan Wira memicing menyelidik dengan sengit. "Siapa yang memungkinkan melakukan itu?"Abimana berekspresi yang sama. "Hanya Kafka dan Tania, pasti di antara mereka.""Papa akan melakukan apapun untuk membuktikan kamu tidak bersalah, tapi ingat jika ternyata kamu memang ayah bayi itu, papa tidak akan pernah memaafkan kamu!" Tatapan Wira memicing tajam."Papa tidak akan menyesal memercayai Abi." Kesungguhan terlukis jelas dalam iris mata serta raut wajah Abimana. Kini, diriny
Tania terisak di hadapan Wira, tapi tidak berhasil menyentuh hati si pria karena dia harus menyelamatkan putranya dari kelicikan Tania. "Berhenti menangis, harusnya kamu mengatakan itu di hadapan pria brengsek itu!"Tania mengusap basah di pipinya. "Iya, bahkan sebelum anda mengatakannya saya sudah melakukannya, tapi tidak ada hasil sama sekali. Jadi tolong mengertilah perasaan saya." Tania memegangi dadanya yang membatin.Wira mendengus. "Kita lihat saja nanti bagaimana akhir dari wanita licik sepertimu dan mulai hari ini kamu tidak perlu datang ke perusahaan karena sudah jelas tertera dalam pelaturan jika perusahaan tidak membutuhkan wanita hamil." Selain karena point itu tentu saja karena amat kesal pada perbuatan Tania. Pria ini segera menuju ke perusahaan, gossip sudah menjadi sarapan bahkan beberapa karyawan memberanikan diri bertanya perihal kebenaran artikel yang tersebar di internet."Apa berita itu benar, apa Tuan Abimana ...." Kalimat itu belum selesai karena Wira segera me
Abimana masih berada di ruangan ayahnya. Dirinya mulai mondar-mandir gelisah. "Kenapa papa belum kembali, papa sudah pergi terlalu lama, apakah sesulit itu menghadapi Tania, apa wanita itu mengamuk?" Segera, hendle pintu diputar, "eu, apa ini, papa mengunci saya!" Benda itu diputar-putar, tetapi daun pintu tidak terbuka sama sekali.Abimana berkacak pinggang dengan bingung. "Mengapa papa sampai mengurung saya di sini, harusnya papa membiarkan Abi menjelaskan pada semua orang, membiarkan Abi melawan fitnah Tania!"Sementara, Nadia baru saja bertemu dengan dosen yang dipanggil Abimana, mereka berada di ruang tamu. "Kok bapak mau sih dipanggil ke rumah, padahal bapak banyak jadwal mengajar di kampus?" Dahi Nadia berkerut dalam karena dosen sekalipun sangat patuh pada perintah Abimana.Dosen pria ini terkekeh kecil, "Karena saya dibayar dua kali lipat oleh suami kamu.""Ish." Nadia mulai memandang tidak puas pada pemikiran dosen ini karena dia begitu cinta uang dan mengabaikan perannya di