Pagi harinya, Keyra menuruni tangga dengan perasaan yang campur aduk. Kepalanya dipenuhi bayangan percakapan semalam dengan Abizar. Ketika sampai di ruang makan, dia melihat Tante Sandra sudah duduk di sana, menikmati sarapan pagi sendirian. Sudah 2 Minggu Om Rudi dan Kak Rangga belum pulang. Sedang disibukan mengurus proyek dengan perusahaan Ayah Keyra. Abizar juga belum kelihatan keluar kamar. Terpaksa Keyra harus menghadapi Tante Sandra sendiri. Dengan ragu-ragu, Keyra mendekat ke hadapan wanita itu. “Pagi, Ma!” sapa Keyra pelan. Tante Sandra menghentikan aktivitas makannya, lalu menatap Keyra sambil tersenyum lembut. "Pagi Keyra. Duduklah! Kita sarapan bersama,” ujar Tante Sandra dengan nada lembut seperti biasa. Keyra menelan ludah, merasakan jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Dia tahu Tante Sandra tengah menyimpan sesuatu di balik senyum itu.Dengan hati-hati, Keyra mengambil kursinya dan duduk. Pelayan menghidangkan sarapan di depannya, tetapi gadis itu tidak memiliki na
Abizar benar-benar serius dengan ucapannya kepada Keyra. Mereka akan pergi ke kafe tempat Keyra bekerja, meskipun dengan motor masing-masing. Keyra memikirkan berbagai alasan untuk menghindari situasi canggung itu, tetapi tak satu pun yang tampak akan berhasil. Di depan gerbang sekolah, Abizar sudah menunggunya dengan helm di tangan. Dia terlihat santai, berbeda dengan Keyra yang berusaha keras menyembunyikan kegugupannya. Dia takut Keyla melihat dan akan membuatnya susah lagi. “Ayo cepat, atau kamu mau telat?” tegur Abizar sambil menaiki motornya. Keyra mendengus pelan. Padahal dia sudah pura-pura tidak kenal. Namun tampaknya Abizar tak peduli. Keyra mengodenya agar duluan saja karena beberapa siswa mulai memperhatikan mereka. Kening Abizar tertekuk sebentar, lantas dia mulai menyalakan mesin motornya meninggalkan sekolah. Keyra menghela napas lega karena kahirnya Abizar peka. Gadis itu segera menaiki motornya sendiri dan mengejar motor Abizar yang melaju perlahan. Keyra melambu
Abizar hanya diam sambil memperhatikan perempuan yang masih bergelar sebagai ‘Istrinya’ bekerja. Matanya terhunus tajam, mencoba mencari celah dari Keyra. Ada sesuatu yang membuat Abizar bingung. ‘Dia beneran lupa masa kecilnya, atau hanya berpura-pura? Kenapa dia terlihat bingung setiap dibahas tentang masa lalunya?’ Dia penasaran apa yang terjadi setelah kedua orangtua Keyra bercerai. Apalagi saat Keyra dan Keyla berpisah. Abizar mulai menarik satu persatu benang merah. Dia sudah bertanya ke Keyla mengenai sifat Keyra. Meski awalnya dia merasa bersalah, dia kemudian mulai mencurigai Keyra lagi karena berbagai informasi yang menurutnya masuk akal. Dia merasa jika tindakan Keyra semakin membuatnya curiga. Apalagi saat gadis itu mulai sering pulang telat dengan alasan pekerjaan. Abizar tak bisa mengabaikan insting kewaspadaaanya. ‘Pasti dia menyembunyikan sesuatu. Mungkin saja dia diam-diam bertemu Om Wira untuk menjebak Keluarga Bimantara!’ batin Abizar. Matanya memicing taja
Keyla sangat menikmati momen di mana Keyra tak bisa membalas ejekan darinya dan teman-temannya. Wajah kesal adiknya itu membuatnya terhibur karena menurut Keyla itu sangat lucu. Namun, kesenangannya itu tak berlangsung lama. Senyumnya perlahan memudar saat berbalik dari meja kasir. Tatapan tajam Abizar langsung tertuju padanya. Dia tahu tatapan itu adalah tatapan tak suka Abizar yang jarang dia tunjukan padanya. Pasti Abizar sempat melihat sikap buruknya terhadap Keyra. “Oh? Abizar, kamu juga di sini?” Keyla buru-buru memasang senyum manisnya. Dia berpura-pura terkejut, lalu berdiri menghampiri Abizar dengan langkah anggun. “Kamu baru tiba? Mau pesan sesuatu? Aku yang traktir!” tawar Keyla. Abizar tetap diam, matanya masih mengunci ke arah Keyla dengan tajam. Keyla menggigit bibir bawahnya, mencari cara agar Abizar tidak semakin marah. “Kamu sengaja ke sini untuk menyusahkan dia?” Tiba-tiba Abizar berkata demikian. Keyla buru-buru menggeleng. “Tadi aku cuma bercanda sama Keyra
Keyra menghela napas panjang setelah melepas apron dan merapikan dirinya di ruang pegawai. Malam ini terasa lebih panjang dari biasanya. Perasaan lelah tidak hanya datang dari pekerjaan, tetapi juga dari insiden yang melibatkan Keyla dan teman-temannya. Saat dia keluar dari restoran, udara malam yang sejuk sedikit menenangkan pikirannya. Namun, langkahnya terhenti begitu melihat sosok yang sudah menunggunya di depan restoran. “Nenek?” Keyra membelalakkan mata, sedikit terkejut melihat wanita tua itu duduk di dalam mobil yang terparkir di pinggir jalan. Seorang pelayan pribadi membantunya keluar dengan hati-hati. Nyonya Utama Bimantara tersenyum lembut. “Kau sudah selesai kerja, Keyra?” Keyra mengangguk pelan, masih bingung dengan kedatangan neneknya yang mendadak ini. Nenek melangkah mendekat, menatap Keyra dengan tatapan yang penuh arti. “Jika kamu sudah siap, kau bisa pindah ke tempat yang lebih tenang. Aku sudah menyiapkan tempat untukmu,” ucapnya pelan tapi tegas. Keyra b
Langit sudah mulai gelap ketika Abizar tiba di kafe tempat Keyra bekerja. Hari ini jadwalnya padat untuk kegiatan sekolah. Makanya dia pulang terlambat.Abizar memarkir motornya dengan cepat dan berjalan masuk. Pandangannya langsung menyapu ruangan, mencari sosok gadis yang seharusnya berada di balik meja kasir atau sibuk mengantarkan pesanan pelanggan.Tapi tidak ada! Keyra tidak ada di sana. Perasaan tidak enak mulai menjalar di dadanya.Abizar melangkah cepat ke arah seorang wanita berambut sebahu yang sedang membersihkan meja. "Permisi Kak!" panggilnya, suaranya sedikit terburu-buru.Kak Devina menoleh dan terbelalak. Dia cukup kaget melihat kedatangan Abizar."Eh, kamu yang kemarin datang bareng Keyra, kan? Ada apa? Mau pesan sesuatu?" tanya Kak Devina.Abizar menggeleng. "Keyra mana? Kok aku nggak lihat dia di sini?"Devina tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Keyra? Aku juga nggak tahu, dia nggak masuk kerja hari ini. Katanya ada urusan, tapi dia nggak bilang apa."Ab
Keyra berdiri di ambang pintu rumah barunya, menghirup udara malam yang segar. Rumah ini jauh lebih sederhana dibanding rumah Abizar, tetapi tetap terasa megah dengan desain klasik yang elegan.Dindingnya berwarna krem lembut, berpadu dengan perabotan kayu yang memberi kesan hangat. Jendela-jendela besar menghadap taman belakang yang ditumbuhi berbagai bunga, sementara pepohonan rindang mengelilingi halaman, menciptakan suasana damai yang begitu didambakannya.“Ibumu pasti akan menyukai rumah seperti ini. Dia selalu bilang, tempat terbaik untuk tinggal adalah tempat yang bisa membuat hati tenang,” ucap Nenek tiba-tiba.Keyra menoleh dengan cepat. Lagi-lagi Nenek membahas soal ibunya. Rasa penasaran Keyra kembali memenuhi pikirannya. Pasalnya, Sang Ibu seperti menghindar jika ditanyai mengenai keluarga Bimantara.“Emnnt..., Nek. Sebenarnya apa Nenek benar mengenali ibuku?” tanya Keyra dengan hati-hati.“Tentu saja!” kata Nenek dengan tersenyum lembut.Lalu meraih tangan Keyra, mengaja
Hari berikutnya...Keyra melangkah ke dalam kelas dengan langkah ringan. Senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan, seakan dunia terasa lebih cerah dari biasanya. Kedamaian yang dia dapatkan di rumah baru benar-benar membuatnya lebih bebas, tanpa beban yang menghimpit.Dia duduk di bangkunya sambil menyusun buku. Namun, tak waktu lama Giselle dan Ririn, mendekatinya dengan tatapan penuh selidik. Mereka melihat ada aura yang berbeda dari Keyra."Keyra…" Giselle menyipitkan mata curiga. "Kenapa dari tadi kamu senyum-senyum sendiri? Pagi-pagi udah happy banget, kayak orang baru dapet jackpot!" kata Giselle.Ririn ikut menyilangkan tangan di dada. "Iya, Ra! Kita jadi penasaran, nih! Ada kabar gembira apa? Jangan-jangan kamu udah jadian sama cowok baru?" godanya sambil menyenggol lengan Keyra.Keyra hanya terkekeh kecil, menutup mulutnya seolah menyimpan rahasia besar. "Ah, enggak kok. Aku cuma... lagi bahagia aja," katanya dengan nada misterius."Kok jawabannya ngegantung sih!" protes Gis
“Keluarga Sanjaya tidak mungkin menyakiti ibumu karena mereka masih membutuhkan ibumu. Namun kita juga harus segera menyelematkanya sebelum hal buruk terjadi. Maka dari itu, biarkan mereka menyetirmu sementara waktu, Keyra. Kita akan mencari celah untuk menjatuhkan mereka.”****Keyra masih terngiang-ngiang ucapan Ayah mertuanya. Dengan bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh keluarga Bimantara, dirinya yakin ibunya masih hidup. Akhirnya..., dia bisa sedikit bernapas lega.Tetapi sebelum ibunya diselamatkan, Keyra tak bisa hanya diam saja. Dia sudah sangat kecewa pada keluarga Sanjaya. Keyra berjanji tak akan pada jebakan mereka lagi.“Ya, aku akan menangkap kedok mereka! Sejak mereka menculik ibu, mereka bukan lagi keluargaku!” monolog Keyra dengan tangan terkepal di depan dada. Di sisi lain, Abizar sendari tadi hanya diam memperhatikan Keyra dari kejauhan. Mata gadis yang sedang duduk di ayunan itu nampak berapi-api. Secarik senyum tipis terbit di wajah kaku Abizar. Keyra yang sel
Di sebuah ruangan bawah tanah kediaman Sanjaya, dua pria dewasa berjalan di lorong gelap dengan bantuan senter. Mereka berhenti di salah satu ruangan dengan pintu besi. Saat kunci pintu telah dibuka, terdengar deritan berat dari besi yang berkarat.Di dalam sana, seorang wanita duduk menatap tajam kedua pria yang mengunjunginya. Kaki dan tangan wanita itu dirantai dengan bola besi. Hanya 1 lampu temaram yang menjadi penerangan di ruangan itu. Meski begitu, mata berkilat marah dari wanita itu tetap terlihat meski dalam kondisi gelap.“Kinara..., apa kabar?” Wira terkekeh melihat kondisi mantan istrinya.“Lepaskan aku! Apalagi maumu, Wira? Mengapa kamu mengurungku di sini- lagi?!” pekik Kinara seraya berdiri menunjuk marah wajah Wira.CTAKK! CTAKK!“Arghhhh!”Tangan Kinara dipukul dengan rongkat kayu. Wanita itu berteriak sakit karena pukulan itu tak main-main kerasnya. Bahkan dirinya sampai jatuh karena tak kuat menahan keseimbangan.“Diam Kinara! Jangan memberontak lagi. Kami hanya in
“ARRGGHH! KELUARR!”Ketika Abizar membuka pintu, Keyra sementara ganti baju. Pemuda itu mematung lantaran kaget dengan teriakan Keyra sekaligus bingung dan canggung.Sontak saja Keyra menutupi tubuhnya (yang sebenarnya masih memakai baju dalaman tipis). Lalu dia mendorong Abizar untuk keluar, sebelum kembali menutup pintu kamarnya. Tak peduli kondisi Abizar yang terjungkal di sana.“Sshhh..., sakit sekali! Haruskah sekasar itu?!” keluh Abizar lantaran bongkongnya mendarat begitu keras.Pemuda itu bangkit dengan bertumpuan tembok. Pinggulnya terasa nyeri karena berbenturan dengan lantai marmer yang keras. Aduh.., tulang ekornya terasa cenat cenut.“Ah, tunggu dulu! Bukankah kami sudah menikah? Seharusnya Hallal untukku melihat tubuhnya,” guman Abizar yang baru menyadari Keyra masih istrinya.‘Sudahlah..., tujuanku datang ke sini untuk membujuknya, bukan memarahinya. Lebih baik aku mengalah!’Abizar menarik napas dalam-dalam seraya mengelus dadanya untuk menebalkan kesabaran. Dia masih
Telinga Keyra terasa berdenging sesaat, tak percaya dengan ucapan Abizar. Pemuda itu hanya fokus ke arah jalan dengan wajah datar. Sesekali mulutnya mendumel tak jelas dengan berdecak kesal entah pada siapa.Harapan Keyra kembali tenggelam. Dia pikir Abizar berbicara dengannya. Ternyata dirinya lah yang berhalusinasi Abizar memberitahunya bahwa sudah ada informasi mengenai Ibunya.Anggap saja dia salah dengar!Keyra memilih untuk serong ke jendela dengan tangan menyilang di dada. Biarlah dia merajuk saat ini. Lagipula itu salah Abizar yang membuatnya berharap mengenai ibunya. Iya, kan?‘Pokoknya aku nggak mau bicara sama dia lagi!’ putus Keyra bulat.Abizar yang baru saja mengendalikan laju mobil karena hampir bertabrakan saat ingin berbelok mendadak bingung saat melirik Keyra lagi. Ada apa dengan gadis itu?Bukankah seharusnya dia senang jika diberitahu tentang Ibunya? Apa ini? Kenapa Keyra malah bersikap memusuhinya?“Keyra!” panggil Abizar.Keyra tak menjawab. Hanya lirikan sinis y
Bel pulang sekolah telah menggema membuat kebanyakan siswa menghela napas lega. Berbondong-bondong mereka bersemangat mengemasi barang-barang ke dalam tas.Berbeda dengan Keyra yang malah melamun memperhatikan luar jendela. Tepukan ringan di bahunya membuat gadis itu terjingkat. Ternyata Giselle dan Ririn telah berdiri di sampingnya.“Ra, udah waktunya pulang. Kamu nggak mau pulang, kah?” tanya Ririn.“Jelas mau, lah! Kamu juga bertanya yang nggak penting gitu,” cibir Giselle sambil menepuk dahinya. Heran dengan pertanyaan absurd Ririn.Keyra tersenyum malu karena tak memperhatikan sekitar. Saat ini kelasnya hampir kosong. Hanya menyisakan mereka bertiga.“Ma-maaf, aku nggak fokus sampe nggak sadar kalo udah jam pulang. Ya udah, yuk, pulang!” kata Keyra mulai membereskan perlatan tulisnya.“Nggak usah minta maaf, Ra. Lagian salahnya Ririn juga asal nyablak. Btw, kamu merasa dia beda nggak?” tanya Giselle.Keyra meringis bingung, lantas menggeleng. Dia menatap Ririn dari atas sampai ba
Kegiatan sekolah semakin menumpuk saat mendekati ujian semester. Keyra yang belum stabil sepenuhnya tetap harus bersekolah. Gadis itu melangkah di koridor dengan wajah lesu, seolah telah kehilangan cahayanya.3 hari Keyra izin dengan alasan sakit. Sejak kejadian di kediaman Sanjaya waktu itu, Keyra menjadi pusat perhatian sejak muncul kembali di sekolah. Sepanjang jalan yang dia lewati ke arah kelasnya, banyak siswa siswi yang berbisik mengungkit kejadian ‘Kolam Berenang’.“Hey, Keyra!” sapa Giselle yang langsung merangkul Keyra. Dia juga baru tiba di sekolah. Melihat Keyra sudah bisa hadir, betapa bahagianya Giselle.Akan tetapi, Keyra hanya membalas dengan tersenyum tipis. Reaksi tak bersemangat dari Keyra itu cukup mengganggu Giselle. Dia yakin pasti ada hubungannya dengan kejadian di pesta Ulang tahun si Kembar.“Ra, are you okay?” tanya Giselle.“Oh-umnt..., Oke, kok. Emang kenapa?” balas Keyra.Giselle tahu bahwa Keyra hanya berusaha terlihat baik-baik saja. Jadi dia tak ingin b
Tante Sandra duduk di tepi ranjang sambil menggenggam tangan Keyra yang masih pingsan. Wajahnya tampak cemas, sementara Kak Rangga menatap ke arah jendela dengan rahang mengeras. Di dalam benaknya, dia mulai menyambungkan benang merah untuk kejadian ini.“Sebenarnya apa yang direncanakan Keluarga Sanjaya? Mengapa mereka tiba-tiba mengonfirmasi jika Tante Kinara telah meninggal?” ujar Kak Rangga perlahan.Tante Sandra menggeleng pelan. “Mama juga tidak tahu, Rangga. Sepertinya..., mereka telah melakukan sesuatu kepada Kinara,” kata Tante Sandra mulai menangis.Penyesalan dan rasa bersalah kembali merebak di dadanya kala teringat bahwa dirinya lah yang menjadi Mak Comblang sahabatnya, Kinara, dengan Wira yang merupakan teman suaminya.Seandainya dia tahu Wira seorang bajingan yang kasar dan licik, dia tak akan mendekatkan Kinara pada iblis itu. Namun apalah daya. Nasi sudah menjadi bubur. Yang tersisa hanyalah penyesalan dan tak mungkin bisa memperbaiki hubungannya kembali dengan Kinara
Perlahan mata Keyra mulai terbuka. Dia mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Sesaat otak Keyra masih memproses ingatannya. Hingga gadis itu benar-benar sadar sepenuhnya."ARRGHHH!"Sontak gadis itu memekik heboh sambil melompat dari ranjang. Dia ingat terakhir kali masih berada di kediaman Sanjaya dalam rangka merayakan ulang tahunnya. Lalu sampai kejadian terakhir saat dia jatuh ke kolam bersama Keyla dan dimarahi ayahnya.Keyra menutup mulutnya yang hampir berteriak lagi saat melihat dirinya di pantulan cermin. Dia sudah berganti dengan piyama tidur. Siapa yang mengganti gaun basahnya?Dia ingat, Abizar yang datang untuk menyelamatkannya. Hanya saja, setelah itu dia tak tahu apa yang terjadi karena sakit kepalanya kumat.'Pasti keluarga Bimantara membawaku pulang. Astaga, apa yang harus aku katakan pada mereka? Aku belum siap bertemu mereka.'Gadis itu menggigit bibir bawahnya teringat hal yang disampaikan oleh Ayah dan Kakeknya mengenai Ibu. Meski
“Abizar, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Tante Sandra.Saat ini mereka telah berkumpul di ruang keluarga setelah menggantikan pakaian basah Keyra serta memastikan gadis itu terlelap. Tante Sandra gelisah melihat kondiis Keyra yang masih sedikit sesegukan meski matanya sudah terpejam.Abizar yang ditanyai menghela napas berat. Dia menegakan tubuhnya dengan wajah yang berkerut, mengingat kejadian di kediaman Sanjaya.“Tadi kami sudah pindah ke halaman depan, Ma. Hanya Keyra dan Keyla yang berada di samping kolam. Setelah itu, kami mendengar suara teriakan dari arah kolam. Saat aku ke sana, mereka sudah sama-sama tenggelam,” jelas Abizar.Mendengar penjelasan itu, Kak Rangga mendengus pelan. Sepertinya dia sudah bisa menebak apa yang terjadi dengan si Kembar. Apakah Abizar tak bisa melihat kebenarannya? Atau hanya berusaha menutupi kebenaran demi gadis kesayangannya?Reaksi Kak Rangga barusan membuat semua orang menatapnya heran. Terutama Abizar, karena Kakaknya terlihat sedang terta