Tiba di apartemen Ilham, Akbar langsung menuju kamar sang kakak. Ilham terlihat tertidur berbaring sementara Lidya tengah bermain boneka sendiri.Melihat pemandangan seperti itu, membuat Akbar merasa ngilu. Ia juga merasa kasian dengan sang kakak dan keponakannya Ditinggal Pergi untuk selamanya oleh istrinya, membuat Ilham seperti lelaki yang kesepian. Segala kebutuhan keponakannya Ilham yang urus.Bahkan terkadang, sang kakak akan menjelma menjadi seorang ibu yang bisa memasak dan mengerjakan kegiatan lainnya yang biasanya dilakukan wanita.Sementara, saat tubuh sang kakak sudah tumbang seperti sekarang. Maka waktu dirinyalah yang harus ambil alih. Merawat dan mengurus kebutuhan lainnya.Dan kegiatan seperti ini, rutin ia lakukan tiap sang kakak sakit. Akbar sama sekali tidak mengeluh, sebab jika bukan dirinya siapa lagi? Keluarga? Mereka tidak memiliki. Lebih tepatnya mendadak semua keluarga menjauh dari mereka setelah kedua orang tua mereka meninggal. Dan semuanya mendapatkan bagi
"Sejak kapan kakak tertarik padanya? Akbar gak percaya kakak bisa menyukainya. Akbar tahu selera kakak,'' ujar Akbar yang tahu persis bagaimana selera atau tipe-nya.Bukan maksud Akbar merendahkan. Karena pada dasarnya selera Ilham memang tinggi. Lalu sekarang tahu jika wanita yang disukai Ilham hanya baby sitter membuat Akbar takut. Jika sang kakak hanya menjadikannya pelarian semata "Tidak! Sekarang kakak bukan orang seperti itu. Semenjak bertemu dengan dirinya.""Akbar tidak percaya. Dan Akbar harap kakak tidaklah mempermainkan hati wanita itu. Anggap Akbar percaya, jika kakak sudah berubah. Dan kakak benar-benar tulus mencintai dia," Akbar berkata begitu panjang lebar, ini membuat senyum di bibir Ilham luntur."Akbar kamu benar-benar penghancur suasana hati. Kamu tenang saja, kakak tidak akan menyakitinya. Yang ada kakak akan menjaganya.""Syukur kalau begitu, Akbar turut senang mendengarnya."Akbar lalu kembali menemani Lidya. Ketimbang terus menyangka-nyangka apakah benar kakak
Keesokan paginyaAkbar menghangatkan bubur yang ada di dalam kulkas. Yang katanya buatan dari baby sitter Lidya. Yang katanya juga adalah wanita yang sudah membuat sang kakak jatuh cinta lagi.Ada perasaan takut di hati Akbar. Takut jika kakaknya hanya sekadar menjadikan wanita tersebut mainan saja. Ia tidak terima jika harus melihat sendiri bagaimana sang kakak melakukannya.Akbar sangat menghormati seorang wanita, oleh karena itu ia tidak rela jika Ilham memiliki niat buruk pada baby sitter Lidya. Ia tahu dirinya tidak kenal. Tapi tetap saja ia tidak ingin sang kakak melakukannya.Disela menghangatkan bubur, Akbar berpikir menyusun rencana bagaimana caranya untuk bertemu dengan baby sitter Lidya. Ia ingin meminta agar baby sitter Lidya hati-hati. Bukan ingin menjelekkan sang kakak, Akbar hanya sekedar berjaga-jaga agar tidak ada lagi wanita yang disakiti Ilham.Akbar tahu, sang kakak adalah orang baik dan setia. Tapi.... Itu dulu sebelum sang istri meninggal. Selepas itu semuanya b
Baik Nada ataupun Akbar mereka sama-sama terkejut. Mereka sama sekali tidak menyadari jika orang yang sering dibicarakan oleh Ilham adalah orang yang sama. Begitu pula dengan Nada, ia terkejut ternyata orang yang disebut adik oleh Ilham adalah Akbar. Dunia memang terasa begitu sempit. Padahal mereka berada di satu lingkaran kehidupan yang sama. Berada diedar yang sama.Akbar langsung berdiri, ia lalu menatap secara bergantian pada Nada dan Ilham. Lalu fokus utamanya pada Nada."Mbak Nada apa kamu baby sitter Lidya keponakanku?" Tanya Akbar."Iya, Bar. Dan kamu.... Adiknya...." Nada tidak melanjutkan perkataannya, sebab Ilham kepalang menyela."Apakah kalian berdua saling mengenal?" Tanya Ilham seraya menatap bergantian pada Akbar dan Nada.Saat Nada hendak menjawab pertanyaan Ilham. Akbar malah menarik lengan Nada. Membawanya sedikit menjauh dari jangkauan Ilham.."Akbar apa yang kamu lakukan?" Tanya Nada, ia bingung kenapa Akbar tiba-tiba menariknya."Berhenti dari pekerjaan ini, M
Jam istirahat tiba, Akbar berniat untuk pulang terlebih dahulu. Ia ingin kembali memastikan. Memastikan jika sang kakak tidak akan pernah mempermainkan Nada.Jika pun benar sang kakak mencintai Nada, maka ia akan meminta bersaing secara sehat untuk mendapatkan Nada.Tidak butuh waktu lama, Akbar sampai di rumah Ilham. Karena terburu-buru ia tidak mengucapkan salam. Ia langsung masuk dan mencari sang kakak.Saat ia masuk, rupa-rupanya apartemen sang kakak kosong. Ia panggil berulang kali pun tidak ada yang merespons. Kuat dugaan jika mereka tengah keluar."Aku tidak akan bisa tenang sebelum benar-benar memastikan. Jika kakak tidak akan mempermainkan Nada," gumam Akbar. Ia lalu merogoh saku celananya mengambil handphone dan hendak menelepon sang kakak.Sambungan telepon tersambung, namun pemilik nomor tidak kunjung mengangkatnya. Lalu, Akbar pun mengirim pesan pada Ilham."Di mana? Akbar mau bicara sama kakak,"Seperti itulah bunyi pesan yang dikirim oleh Akbar untuk Ilham.Beberapa men
"Om Akbar,"Lidya berteriak seraya berlari ke arah Akbar, saat gadis kecil itu melihat om-nya datang. Akbar berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi Lidya."Om ayo makan. Ayah udah pesenin kesukaan om." Terang Lidya."Oh ya." Ujar Akbar seraya ekor matanya menatap ke arah Ilham."Iya dong, Om. Ayo cepat. Lidya sengaja gak dulu dihabisi makannya biar bareng sama Om.""Aduh, om terharu banget."Akbar berdiri ia berjalan ke arah meja seraya memegang tangan Lidya."Selamat siang Nazril, mbak Nada, kak Ilham. Makasih sudah memesankan makan siang buat Akbar." Ucap Akbar. Akbar bisa melihat dengan jelas perubahan ekspresi Ilham.Akbar menatap satu-satunya ke arah piring yang terlihat masih penuh dengan makanan."Lo Baru pada pesan, ya. Kok pada masih banyak?" Tanya Akbar."Kamu datang mendadak. Enggak enak kan kalau kami makan duluan sementara kamu belum datang. Bisa-bisa kamu datang kami sudah pada selesai," Tutur Ilham. Ia sebenarnya sedikit kesal. Saat makanan pesanan mereka samp
"Nada, bisa kita bicara sebentar?" Tanya Ilham saat mereka baru saja tiba di apartemen."Bisa Tuan." Jawab Nada, lalu ia meminta pada Nazril dan Lidya untuk bermain bersama."Nazril sama nona Lidya main dulu berdua, ya. Nanti Tante nyusul ," Ujar Nada dan disetujui Lidya.Lidya lalu menarik tangan Nazril. Meski sebenarnya Nazril terlihat enggan untuk bermain bersama Lidya.Setelah kedua anak kecil itu hilang dari pandangan Nada. Nada langsung kembali mengarah pada Ilham."Tuan mau bicara apa?" Tanya Nada."Kita bicara sambil duduk. Enggak enak jika harus berdiri seperti ini."Apa yang dikatakan Ilham memang benar. Rasanya tidak nyaman jika berbicara sambil berdiri meskipun sebentar.Mereka pun akhirnya duduk di kursi tamu. Saling berhadapan. Belum ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Ilham. Ia masih diam mungkin bibirnya terasa kelu. sementara Nada dengan sabar menunggu apa yang akan disampaikan oleh Ilham."Nada aku mau...."Perkataan Ilham menggantung di udara. Mendadak ia m
Dua bulan sudah Nada pergi dari Lampung. selama dua bulan itu ada satu pria yang mendadak seperti orang kesetanan. Bahkan bisa dibilang ia seperti orang gila. Bagaimana tidak? Selama dua bulan itu hanya ia habiskan mabuk dan merancau nama Nada. Ya, orang ini adalah Yudi. Salah satu alasan kenapa Nada memilih untuk segera meninggalkan tanah kelahirannya.Trang“Nada! Kamu ke mana sayang? Kenapa kamu tinggalkan aku?”“Aaah!”Yudi terus saja meracau memanggil-manggil Nada. Dia terlihat frustrasi, bagaimana tidak? Yudi teramat menginginkan Nada. Baginya Nada adalah obsesi terbesarnya dalam hidup. Dari dulu saat Nada masih gadis sampai sekarang Nada punya anak obsesi itu masih bersarang di benaknya.“Kau harus menikah denganku, Nada! Jika tidak ... maka orang lain pun tidak boleh memilikimu.”Botol minuman yang isinya tinggal setengah itu. Ia minum dalam sekali tegukan setelah itu ia lempar dengan keras hingga pecahannya berhamburan ke mana-mana.Yudi mabuk. Setiap kali merasa gagal mendap