Pencarian jejak sang suami pun Nada hentikan. Dirinya belum siap mendengar sesuatu yang lebih menyakitkan dari ini. Sebuah kenyataan jika sang suami bisa saja menjadi korban insiden kecelakaan kerja itu.Lalu jika sudah seperti ini bagaimana dengan rasa rindunya? Apakah benar rasa rindunya ini tidak akan pernah ada ujungnya? Tidak akan ada akhirnya? Dan tidak akan pernah usai.Terlebih Nazril, bagaimana dengan dia? Nada telanjur memberikan harapan dan kini harapannya hanya jadi angan saja.Tak terasa motor yang Akbar kendarai sudah sampai di rumahnya. Dan Nada sama sekali tak menyadari. Ia terlalu larut dalam lamunannya, suara Akbar pun mengembalikan angan Nada hingga Nada menyadari jika dirinya telah sampai di rumah Akbar. Baru saja Nada hendak turun dari motor, dari arah rumah Nazril berlari dan memanggil namanya. Nada yang melihat Nazril langsung memasang wajah ceria, ia berjongkok serta merentangkan tangan meminta Nazril masuk ke dalam dekapannya.“Bunda,” teriak Nazril lalu mem
Sebenarnya Nada sudah tak memiliki lagi semangat. Harapannya seketika hilang saat mendengar jika lima tahun lalu ada insiden kecelakaan kerja di tempat suaminya dulu kerja. Nada merasa memang telah terjadi sesuatu pada suaminya. Dia tahu betul bagaimana sifat sang suami. Ia termasuk pria jujur, bertanggungjawab dan sangat mencintai dirinya. Mengetahui kenyataan jika sang suami tidak pulang-pulang membuat Nada ragu dan bertanya-tanya. Apakah terjadi sesuatu pada suaminya? Jawabnya benar, sekarang terjawab sudah. “Mbak... hari ini jadikan mencari suami Mbak lagi?” tanya Akbar ingin memastikan.“Apa harus Akbar?” Nada malah balik bertanya.“Harus Mbak. Ini baru sehari, kemungkinan suami Mbak hidup masih tinggi.”Nada menghela napas kasar. “Kau benar. Kenapa aku malah putus asa seperti ini? Aku akan siap-siap kalau gitu.”Nada berjalan ke kamarnya, ia meyakinkan diri jika banyak kemungkinan suaminya masih hidup. Ia tidak boleh menyerah kecuali jika ia memang ikhtiarnya sudah deras tapi
Tut... tut...“Halo assalamualaikum, Akbar. Tumben kamu hubungi Kakak,” ucap seseorang di balik telepon.“Memang Akbar enggak boleh hubungi kakak sendiri, gitu?”“Haha. Bukan begitu juga Akbar. Kamu kan kalau enggak Kakak yang telepon duluan, enggak bakalan telepon kakak. Ada masalah penting ‘kah?” terka sang Kakak.Dari balik telepon sana, Akbar menghela napas berat. Ia seolah-olah ragu untuk mengatakanya. Sang kakak yang menyadari hal tersebut langsung kembali bertanya.“Ada apa, Dik? Ceritalah sama Kakak. Jika ada masalah jangan dipendam sendiri. Kamu sekarang tanggung jawab Kakak,” sang Kakak mencoba untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Akbar.“Anu... Kak. Mengenai kejadian lima tahun lalu yang menyebabkan ayah kita terkena serangan jantung dan memakan banyak korban. Akbar....” Perkataan Akbar di menggantung di udara.“Itu peristiwa dulu, Dik. Jangan diingat lagi. Jika mengingat itu membuat Kakak merasa bersalah sama ayah karena tidak bisa berada disisinya,” sesal san
Dia....”“Apa Pak? Suami aku kenapa?” “Sebagai bentuk pertanggungjawaban. Tuan kami menampung semua korban yang memang rumahnya jauh. Kalau tidak salah ada sekitar sepuluh orang yang tinggal di sini, salah satunya suami neng. Dari kesepuluh orang itu hanya ada tiga orang yang mengalami luka berat. Ada yang kepalanya di perban, tangan dan kakinya patah bahkan ada juga yang harus kehilangan satu kakinya.”“Astagfirullah,” Nada beristighfar mendengar penjelasan dari satpam itu.Satpam lalu melihat penuh iba pada Nada. Ia harus mengatakan walau wanita yang ada di hadapannya ini akan syok berat.“Dan orang yang harus kehilangan satu kakinya adalah Aziz, orang yang ada di foto itu orang yang neng sebut suami Neng.”Jleb....Nada bergeming dengan air mata yang berjatuhan dari kedua pelupuk matanya. Ia menggeleng seraya terus meracau.“Tidak, tidak mungkin!”Akbar yang merasa iba, berusaha menenangkan Nada. Meski dirinya pun merasa terkejut luar biasa.“Bapak bohong kan?” tanya Nada pada sat
Nada terdiam beberapa saat, lalu ia menatap ke arah Akbar. Ia hampir melupakan pemuda itu, pemuda yang menurutnya sudah banyak membantu dirinya. Entah dengan cara apa dirinya harus membalasnya, ucapan terima kasih saja rasanya tidak cukup."Akbar, kita pulang. Terima kasih untuk bantuan hari ini," tutur Nada dengan tak bertenaga. Untuk kedua kalinya ia gagal menemukan keberadaan suaminya.Akbar tahu saat ini Nada sedang tidak baik-baik saja, perasaan bersalahnya pun semakin besar. Karena secara tidak langsung dirinya lah penyebab suami Nada hilang. Entah hilang atau memang sudah meninggal.Akbar menghela napas, ia tersenyum simpul lalu mengiyakan ajakan Nada. "Baiklah Mbak. Menurutku pulang solusi yang terbaik. Masih ada hari esok dan esok untuk mencari keberadaan suami Mbak Nada " tutur Akbar seraya dirinya naik ke atas motor.Nada bergeming, tiba-tiba ia skeptis. Apa mungkin ia bisa menemukan keberadaan suaminya? Entahlah dirinya pun tidak tahu."Mas sebenarnya kamu di mana?" Bati
Ini adalah hari ketiga pencarian jejak suaminya. Setelah semalam ia menelepon nomor yang diberikan Pak Wanto. Dan pemilik nomor itu mengatakan jika Aziz dulu memang pernah tinggal bersamanya selama satu tahun. Setelah itu Aziz memutuskan untuk pergi. Orang tersebut malah memberikan sebuah alamat. Ia meminta Nada untuk mencarinya di sana. Dan kini dia ada di sini. Di daerah tanah Abang. Hari ini Nada pergi sendiri. Awalnya Akbar ingin menemani Nada namun Nada menolak. Setelah ia berpikir matang-matang, ia bertekad untuk tidak menyusahkan lagi Akbar. Ia tidak terbiasa menyusahkan orang lain. Dan tentunya ia terbiasa melakukan segala sesuatu sendiri. Sedangkan Nazril seperti biasa ia titipkan pada Bi idah.Nada kembali membaca alamat yang tertera di handphone, ia takut salah alamat. Setelah dipastikan alamat tersebut sesuai dengan yakin Nada melangkah. Ia berharap kali ini dia bisa menemukan suaminya.Langkah kaki Nada terasa berat, saat ia semakin jauh melangkah ia justru semakin mel
Alamat baru sudah ada ditangan, kini waktunya untuk kembali berkelana mencari jejak suaminya. Namun, nada teringat sesuatu. Dia tidak terlalu kota Jakarta. Lantas ia harus bagaimana? Apa kembali meminta bantuan pada Akbar? Ah, tidak boleh! Akbar tidak boleh terus ia susahkan. Cukup memberikan ia tumpangan saja.Sejenak, Nada melihat jam yang terpasang di tangan kirinya. Waktu baru menunjukkan pukul sepuluh pagi. masih banyak waktu dan ia bertekad akan nekat mencari suaminya.Diperempat ia hendak naik angkutan umum. Jujur dia tidak tahu harus pergi ke arah mana, naik kendaraan apa. Alhasil ia pun bertanya terlebih dahulu sebelum ia naik angkutan umum. Nada melihat seorang ibu-ibu melintas, buru-buru Nada menanyakan alamat tersebut."Permisi, Bu. Mau tanya. Ibu tahu alamat ini tidak?" Tanya Nada seraya memperlihatkan alamat yang tertera di atas selembar kertas itu.Ibu itu membacanya dengan saksama. "Oh, tahu Mbak. Kalau dari sini dekat kok. Mbak tinggal naik bus. Lima belas menit nya
Nada memutuskan untuk pulang, hari sudah sore dan ia sama sekali belum mendapatkan apa-apa. Terlalu fokus mencari jejak keberadaan suaminya membuat ia melupakan Nazril, seharian ini ia harus rela tanpa Nazril. Di saat ia hendak menghubungi Bi idah, Nada dikejutkan dengan tiga puluh panggilan tak terjawab dari nomor yang sama Akbar.Ya, dia lupa jika handphone miliknya memakai mode silent. Buru-buru Nada menghubungi balik Akbar. Ia takut ada sesuatu hal yang penting hingga Akbar melakukan panggilan sebanyak itu.Baru saja ia ingin menghubungi Akbar, Akbar sudah terlebih dulu menghubungi dirinya. Nada pun langsung mengangkat panggilan tersebut."Halo, assalamualaikum," sapa Nada pada Akbar."Waalaikumsalam, Mbak akhirnya teleponku diangkat juga. Akbar khawatir Mbak, ini sudah sore tapi belum juga pulang. Mbak sekarang di mana?"Serentetan pertanyaan Akbar layangkan untuk Nada, membuat Nada bingung sendiri pertanyaan mana yang harus dijawab terlebih dahulu."Maaf sudah buat kamu khawati