🥀🥀🥀🥀
#POV: Humaira
"Laras ...." pekik Bang Imron kaget.
"Laras? siapa dia Bang?" Ucapku.
"Pegawai baru di perusahaan" imbuhnya
"Ngapain kamu kesini? Kan bisa urusan kantor diselesaikan besok saja," imbuhnya lagi.
"Aku kesini mau menanyakan kejelasan hubungan kita," ucap Laras sambil menatap Bang Imron, dan sedikit pun seperti tak menganggap keberadaan ku.
"Aduh, apa pulak kamu ini," ucap Bang Imron yang mulai gusar.
"Ini, coba lihat!"ucap Laras sambil menyerahkan selembar kertas surat pernyataan dari dokter.
"Ka.. ka... Kamu hamil?" Ucap Bang Imron gugup.
"Oh, jadi begini kelakuan mu di luaran Bang, baiklah sudah jelas semuanya sekarang," ucapku mulai tersulut emosi, pantas saja dengan mudahnya ia mengucapkan kata talak, aku pun segera berlalu pergi, tak mau lagi berlama-lama disini, menonton drama percintaan suami pelit bersama selingkuhannya, muak rasanya melihat mereka berdua.
"Dan jangan lupa, aku tunggu surat cerai dari mu" imbuhku sambil ku tahan air mata jangan sampai terjatuh disini di depan mereka.
"Bagus lah, ga ada lagi halangan ku untuk mendekati Bang Imron," ucap Laras dengan penuh kemenangan.
Aku pun menghentikan langkah ku seraya menoleh dan berkata, "Baiklah silahkan kalian bersenang-senang kalian memang cocok, yang satu jahat dan pelit, yang satu lagi gatal ternyata, " Ucapku sambil ku atur nafasku agar tak meledak kemarahan ku.
Aku selalu diam bila selama ini Bang Imron marah atau berbuat kasar padaku, tapi tidak untuk kali ini, ini tidak bisa dibiarkan.
"Kau!" tiba-tiba Bang Imron menghampiriku hendak menamp*rku, dengan cepat aku melengos, sehingga tampar*nanya meleset.
"Tak kubiarkan lagi kamu menyakitiku, aku sudah bukan siapa-siapa mu lagi," ucapku menantang aku pun berlalu pergi tanpa menoleh lagi meninggalkan rumah penuh duka itu.
Tak kusangka ada beberapa kamera yang mengabadikan kejadian barusan, beberapa tetangga seputaran komplek rumah, yang mendengar kami ribut-ribut.
"Apa ini, kalian sana bubar-bubar..." Ucap Bang Imron kepada para tetangga kepo itu.
"Hu... ! " Ucap mereka kompak
"Eh Bang Imron, ga baik berduaan dengan wanita yang bukan muhrim," ucap Bu Romlah.
"Ayo ibu-ibu kita usir wanita ini, sebelum terjadi yang tak diinginkan," ucap yang lain.
"Eh... Eh apa-apaan ini ga bisa, aku ini calon istri Bang Imron, kalian ga bisa seenaknya" ucap Laras
"Dasar pelakor tak tau malu" ucap yang lain.
***
Akhirnya aku berhasil keluar dari kerumunan para tetangga di sekitar halaman rumahku, meninggalkan mereka yang sedang beradu mulut, tak ku peduli kan lagi semua itu, ku berjalan kaki menyusuri komplek perumahan yang mungkin takkan pernah lagi aku akan kembali. Rumah itu memang punya Bang Imron aku ga ada hak didalamnya, walaupun ada harta bersama kami didalamnya, aku tak terlalu berharap, aku harus mandiri, aku akan buktikan, aku bisa.
Malam semakin larut, kaki ini masih melangkah, bermodalkan uang 20 ribu sisa hasil kerja tadi siang, aku hemat-hemat. Tak tau kemana kaki ini akan melangkah, untuk pulang ke kampung ku jelas tak akan cukup, sepanjang jalan aku berdoa dalam hati semoga dilindungi dan dijauhkan dari marabahaya.
Ketika hendak menyeberang jalan, tiba-tiba...
Brakkk....
sempat kulihat pria keluar dari mobil Xenia warna hitam, setelah itu pandangan ku gelap
***
Beberapa hari kemudian
Kulihat sekeliling berwarna putih, aku berusaha untuk duduk, "A.. aku di.. dimana ini."
"Eh, kamu sudah siuman, " ucap seorang pria
"Kamu siapa?" ucapku sambil memegang kepala, aku masih sedikit pusing.
"Kenalkan Aku Angga, maaf aku yang membawamu kesini, hampir saja kamu tertabrak olehku,"
Beberapa saat kemudian, dokter pun datang bersama perawat.
Lalu memeriksa ku
"Keadaannya sudah mulai membaik, tinggal lecet-lecet sedikit, kalau nanti siang sudah kuat, sudah boleh pulang." ucap dokter, sambil berlalu meninggalkan kami.
"Baik, dok..." Dalam hati aku bingung akan kemana setelah ini
"Udah jangan bengong, nanti aku antarkan pulang. O ya, rumah kamu dimana? Atau ada keluarga kamu yang bisa dihubungi ga?"
"Keluarga ku jauh ada di kota lain" jawabku, aku masih enggan menceritakan padanya kalau aku pergi dari rumah.
"Tak apa, biar aku antar"
Ucap Angga dengan tulus
"Terimakasih, tidak usah repot-repot," ucapku sungkan.
"Ngga apa-apa, nggak repot juga, sudah seharusnya aku bertanggung jawab" ucapnya lagi.
"Terimakasih banyak Angga," imbuhku lagi.
"Iya, sama-sama, aku juga minta maaf udah nyerempet kamu, untung kamu ga kenapa-napa" ucapnya.
Tiba-tiba pintu terbuka, dan muncullah keluarga Angga
"Rani!" ucap Humaira terkejut.
"Huma!" balasnya.
"Lo... kalian sudah saling kenal" ucap Angga keheranan
"Iya, Huma ini teman kerjaku dulu waktu di catering" ucap Rani
"Tapi setelah menikah, saya sudah tak bekerja lagi" ucapku
"Om, Tante, " kusalami kedua orang tua Angga yang baru saja masuk.
"Gimana apa sudah baikan mmm..."
Ucap Tante Rena
"Huma, Tante... Alhamdulillah sudah mendingan, siang ini sudah boleh pulang." ucapku
"Keluarga mu apa sudah diberitahu, Nak" ucap Om Burhan
"Belum Om, keluarga saya jauh, disini saya tinggal dengan suami saya, tapi baru saja kami bercerai" ucapku dengan berderai air mata, malu sebenarnya jika harus jujur, tapi aku tak tau harus bagaimana, mengingat keluarga ku jauh, dan uang pun tak punya.
"Kamu sudah bercerai dengan Bang Imron?" ucap Rani kaget.
"Kasian sekali kamu Huma, tinggal di rumahku saja dulu, ya kan Ma, Pa?" imbuhnya lagi.
"Iya, sementara kamu dirumah kami dulu," ucap Om Burhan.
"Terimakasih Om, Tante tapi saya tidak mau merepotkan kalian," ucapku.
"Tidak merepotkan kok, nak Huma, biar kamu tinggal sama kami sementara waktu, baru nanti pulang kampung nya, setidaknya sampai benar-benar pulih," ucap Tante Rena.
"Baiklah Om, Tante, terimakasih banyak atas kebaikan keluarga Om."
"Iya sama-sama," ucap Om dan Tante Rena.
"jangan sungkan ya, anggap kami sebagai keluarga mu juga," ucap Tante Rena lagi.
"Iya Tante, terimakasih untuk semua kebaikan keluarga Om dan Tante" ucapku terharu.
"Ayo kita siap-siap, sebentar lagi kan kita mau pulang," ucap Angga menyadarkan ku, lalu Rani dan Tante Rena membereskan barang-barang ku, Om Burhan pergi ke bagian administrasi rumah sakit, Angga mengangkat barang-barangku ke mobil milik Om Burhan.
Suster pun datang memeriksa keadaanku terlebih dahulu, sebelum kami pulang.
"Sebelum pulang makan dulu lalu minum obatnya ya? "
"Dan ini resep dokter yang harus ditebus, untuk beberapa hari kedepan setelah obatnya habis, cek lagi kesini ya" ucap Suster dengan ramahnya.
"Baik, Sus terimakasih" ucapku
Setelah makan dan minum obat, kami pun pulang, aku dituntun oleh Rani dan Tante Rena.
Ketika menuju parkiran aku seperti melihat seseorang yang sudah tak asing lagi
"Huma" seseorang berteriak memanggil ku.
***
"Kenapa, Kal? Bolak-balik aja," ucap Hadi,"Mendingan makan dulu, keburu dingin nanti!" imbuhnya lagi."Ini Teh Huma, belum nyampe juga jam segini, aku kan jadi khawatir, Kang" jawab Haikal."Telepon juga nggak aktif," imbuhnya lagi."Coba telepon Laura, handphone Huma paling lowbat." Kang Hadi menambah porsi makannya."Ayo makan dulu, biar bisa berfikir jernih," ucap Hadi."Iya deh." Haikal bergabung bersama Kang Hadi di meja makan.Keesokan harinya, Imron dan keluarga sudah bersiap-siap untuk
# Beberapa hari kemudianSuasana pagi hari di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta cukup ramai, Haikal, Hadi dan keluarga Bang Togar, berjalan beriringan menaiki kapal KM Kelud yang berkapasitas dua ribu orang penumpang, yang tidak lama lagi akan berangkat.Mereka hendak berlayar menuju ke pelabuhan Belawan Medan Sumatera Utara, namun harus transit di beberapa titik sebelum sampai di tujuan akhir, mereka akan berlayar selama tiga hari dua malam.Haikal dan Kang Hadi sangat menikmati perjalanan panjang mereka, ini merupakan pengalaman mereka yang pertama menaiki kapal laut, karena selama ini belum pernah bepergian jauh keluar dari pulau Jawa.Humaira dan beberapa orang yang lainnya akan terbang menaiki pesawat dari bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Bandara Kualanamu kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara tiga hari kemudian.Saat ini ia sedang bersiap-siap m
"Mungkin Laras sama Laura mau ikut." Humaira menoleh ke arah Laras dan Laura.Laras dan Laura saling berpandangan, kemudian mereka menjawab hampir bersamaan."Tengok saja nanti," jawab mereka."Nanti kalau mau pergi, sama-sama kita ya?" ucap Togar.Ketika sedang asyik berbincang, tiba-tiba gawai milik Togar berbunyi, ia pun segera mengangkat telepon."Kebetulan sekali, si Imron video call, kuangkat dulu ya,"ucapnya.["Assalamualaikum Imron apa kabar? "] Togar melambaikan tangannya ke arah layar handphonenya.["Horas bah! Macam mana kabar di sana, kawan?"] balas Imron.["Kamipun sehat-sehat semua di sini,"] jawab Togar.["Bagaimana Togar sudah kau bilang sama keluarga Humaira tentang acara pernikahanku itu?"] tanya Imron.["Sudah, tengok ini! Kami lagi ngumpul di rumah Haikal."] Togar mem
Laras berubah menjadi pendiam dan selalu mengurung diri di dalam kamar, kejadian beberapa hari yang lalu membuatnya menjadi sadar, ia menyesali perbuatannya selama ini."Ayuk! Dipanggil sama mamah Yati, disuruh makan." Laura masuk ke dalam kamar, ia kasihan melihat kakaknya selalu termenung dan menyendiri di dalam kamar."Ayuk nggak lapar," jawabnya singkat.Laura duduk di tepi ranjang, ia menatap Laras yang semakin kusut, rambut dibiarkannya tergerai berantakan, seolah tidak ada lagi semangat hidup."Ayuk pegang apa itu?" Laura melihat Laras menggenggam sesuatu.Laras membuka genggaman di tangannya. kemudian memperlihatkanny
Alex mengambil sesuatu dari saku celananya, kemudian ia hendak menyumpal mulut Laura dengan saputangan yang sudah ia olesi dengan obat bius.Laura mundur beberapa langkah, sehingga Alex yang posisinya masih berada di dalam mobil, sedikit kesulitan untuk melakukan aksinya."Sudah aku duga, kau akan memakai cara-cara licik seperti ini, seperti waktu itu saat kau menjebakku."Laura menatap Alex dengan penuh kebencian."Gara-gara ulahmu itu terpaksa aku menerima lamaranmu," imbuhnya lagi."Bagaimanakah kau bisa mengenaliku, Sayang?" tanya Alex, dengan suaranya yang tidak lagi dibuat-buat."Walaupun kau merubah penampilanmu, tapi a
"Seandainya saja tadi Ayuk aku bisa kita ajak kerjasama untuk menemukan Alex dan komplotannya," ucap Laura."Aku mewakili kakakku, mohon maaf kepada keluarga di sini, atas kelakuannya itu," ucap Laura."Iya, sudah kami maafkan kok, jangan khawatir Laura." balas Humaira."Kamu benar Laura, kakak kamu itu bisa kita ajak kerjasama."Haikal menatap Laura."Laura, tolong ambilkan laptop-ku di kamar," imbuhnya lagi.Laura bangkit dari duduknya, lalu bergegas menuju kamar Haikal, tidak lama kemudian ia pun sudah kembali membawa laptop berwarna hitam dengan layar 14 inci.Haikal mulai membuka laptopnya, ia melihat rekaman CCTV, kini semua orang yang berada di ruang tamu fokus melihat ke arah benda segi empat tersebut."Sepertinya aku kenal dengan pria itu," ucap Laura, ketika melihat Laras turun dari mobil diikuti oleh Hen
Humaira menikmati pemandangan di jalanan kota Bandung yang ia lalui melalui jendela mobil taksi, sudah berbulan-bulan meninggalkan kota ini membuatnya rindu akan tanah kelahirannya itu, sementara Maulida nampak tertidur pulas di sampingnya."Masih lama lagi kah, Kak Ira?" tanya Maulida ketika ia membuka matanya."Nggak lama lagi kok," balas Humaira."Kalau masih ngantuk, tidur aja lagi, nanti kakak bangunin," imbuhnya lagi."Udah nggak ngantuk lagi, kok!" balas Maulida.Tak' lama kemudian, mobil pun berhenti di depan rumah Humaira, ia beranjak turun dari mobil, kemudian mengeluarkan semua barang bawaannya, dibantu oleh Maulida dan sopir taksi."Rumah kakak bagus ya?"Maulida mengedarkan pandangannya ke arah rumah Humaira dan rumah disekitarnya."Ayo masuk!" Humaira tersenyum."Assalamualaikum!" uca
Laras melemparkan gawainya ke atas tempat tidur, ia merasa kesal karena Laura begitu saja memutuskan sambungan telepon."Sial! Nanti sore pula, katanya! Mana sudah lapar kali' ini," umpatnya sambil memegangi perutnya.Ia berjalan mondar-mandir mengitari kamar, sesekali meremas rambutnya yang hitam sebahu.Laras tersenyum, ketika tiba-tiba mendapatkan sebuah ide cemerlang, kemudian membongkar tas koper besar berisi pakaian, ia mencari sebuah baju yang didalamnya terdapat uang yang ia curi dari keluarga Tuan Kenzi.Beberapa lembar uangkertas yang terdiri daripecahanmulai 1.000yen, 2.000yen, 5000yen, hingga 10.000yen, ia kumpulkan kemudian merapikannya."Sebaiknya aku tukarkan dulu uang Yen ini dengan rupiah, baru aku beli makanan dan langsung pergi ke Bandung," Laras tersenyum puas.Laras mengambil handphonen
"Aku pagi ini disuruh ke kantor polisi untuk memberikan kesaksian peristiwa kebakaran kemarin," ucap Haikal.Laura menoleh sekilas ke arah Haikal kemudian kembali menikmati sarapannya."Laura, kamu ikut yuk! Temani aku, aku takut nih, berurusan dengan polisi." Haikal menatap Laura.Laura menoleh ke arah Ceu Yati untuk meminta persetujuan, kemudian Ceu Yati menganggukkan kepalanya."Kalau Neng Laura sudah baikan, boleh pergi kok," ucap Ceu Yati."Tapi catering gimana, Mah?" tanya Laura."Urusan catering biar mamah yang urus." Jawab Ceu Yati.Haikal bangkit dari duduknya, kemudian menoleh ke arah Laura."Aku siap-siap dulu, nanti nyusul ya?" ucapnya."Iya" jawab Laura singkat."Mamah juga mau ke tempat catering Hilma, mau ngawasin pegawai." Ceu Yati bangkit dari duduknya lalu ia beranjak p