Dimitri terkejut dengan apa yang ia dengar tentang ibunya dari Arthur. Mungkinkah ibunya juga ada hubungannya dengan ini semua?"Chatrine Norman. Dia yang menjebak Celine Laurent untuk tidur dengan kakaknya. Dia pasti di suruh seseorang dari Norman untuk memisahkan kami berdua," kata Arthur. "Apakah kau tahu dengan semua bukti-buktinya?" tabya Dimitri perlahan. Sorot matanya seolah memohon ini semua bukan hal yang sebenarnya terjadi. "Kakakku yang mengatakannya padaku," kata Arthur penuh keyakinan. "Kau begitu percaya pada kakakmu," ujar Dimitri. "Apakah kau yakin dia bisa di percaya?""Dia itu kakakku!" teriak Arthur tidak terima jika kakaknya di pandang buruk oleh orang lain. "Dia sangat menyangiku. Tidak mungkin dia berbuat hal buruk padaku.""Lalu siapa yang mengurungmu di tempat itu?" tanya Dimitri."Itu ..." Arthur sedikit kesulitan dengan ingatannya. Dia mencoba mencari. Namun tak juga ia ingat siapa orang yang mengurungnya. "Apa kau tidak ingat?" tanya Dimitri menatap waja
"Siapa kau?"Pertanyaan itu keluar dari bibir pria lusuh itu ketika dirinya di ajak keluar dari ruangan mengerikan itu. Kini dia sudah terlihat lebih baik. Pria itu sudah mencukur rambut nya serapi mungkin. Lalu membersihkan tibuhnya dan berpakaian layaknya manusia. Mengenakan kemeja pitih dan celana kain berwarna biru benhur."Tuan terlihat tampan sekarang," kata pria yang menolongnya, Dimitri. Pria itu mengubah penampilan pria lusuh itu. Arthur Byorka. Pria itu sekarang duduk di hadapan Dimitri Pyordova dengan secangkir teh hangat. Dia tersenyum, tersipu malu."Benarkah?" tanya Arthur tertunduk malu. "Aku akan segera menikah. Calon istriku berasal dari keluarga terhormat di Paris.""Kau pasti sangat mencintainya," kata Dimitri tersenyum."Tentu saja," jawbnya antusias. "Celina Laurent adalah wanita tercantik di dunia. Aku bahkan rela melepaskan diri dari Byorka demi bisa menikahinya."Dimitri tersenyum menatap wajah berseri Arthur. Dia terlihat seperti seorang pria yang akan menika
"Katakan padaku, Mia."Desak Madelaine dengan nada bicara santai dan lembut. Terdengar elegan dan anggun. "Itu ..."Keringat dingin mulai bermunculan di wajah cantik Mia. Dia teramat takut untuk berucap. Salah sedikit saja bisa fatal akibatnya. Jika Madelaine sampai tersulut emosi, kemungkinan besarnya dia akan berada dalam kondisi membahayakan. "Mia, apakah Dimitri berselingkuh?" tanya Madelaine. Mia tidak bisa terus bungkam. Dia mengangguk perlahan dengan perasaan penuh rasa bersalah. Dia tahu sekarang pasti Madelaine sangat kesal. Tidak hanya satu kali tapi dua kali Ellen mengalami hal serupa. "Jika kau dan Ellen mengira bersamanya Dimitri dengan Erica adalah sebuah perselingkuhan, maka kalian salah besar."Madeline tersenyum menatap Mia. Lalu tertawa kecil. Dia tahu semuanya tapi selama ini Madelaine hanya terdiam membisu. Seolah tak mengerti apa pun. "Apa?" Mia sangat terkejut. Di tatapnya wajah Madelaine dengan penuh tanya dan keterkejutan. Dia ingin bertanya tapi banyakny
Madeline tersenyum lembut ke arah Mia usai wanita muda itu menjelaskan bahwa Ellen telah berada di tangan Dimitri. "Tak masalah jika harus bersama dengan suaminya bukan?" tanya Madeline. "Tapi nona muda sangat membenci tuan Dimitri. Bagaimana jika dia tidak nyaman?" tanya Mia cemas. Sedari tadi dia hanya berjalan mondar mandir kesana kemari karena pikirannya terarah pada bagaimana Ellen tinggal di tempat terpencil bersama Dimitri."Mia, kemarilah. Mendekatlah padaku," kata Madelaine lembut sambil memberi isyarat tangan u tuk Mia mendekat. Wanita muda itu bergegas duduk di samping Madelaine. Tatapan matanya menunggu wanita itu berbicara. Meski dia tak lepas dari rasa cemas atas Ellen. "Pulau itu dulunya milik keluarga Chatrine. Dia memang bukan wanita sembarangan. Wanita itu berasal dari keluarga bangsawan Inggris yang beberapa abad yang lalu sempat tersohor pada masanya," kata Madeline. "Apakah Nyonya juga mengetahui pulau aneh itu?" tanya Mia antusias. "Tentu saja. Pulau itu se
Darrel dan Margaret duduk bersebelahan. Keduanya tengah menunggu sang putra sadar dari koma. Raut wajah yang tak bisa di tutupi. Rasa cemas, panik, sedih serta perasaan bersalah bersarang di kedua wajah yang sudah tak lagi muda itu."Apakah sekarang kau masih tetap memyalahkan Dimitri?" tanya Darrel memulai pembicaraan di tengah heningnya suasana lorong rumah sakit. Margaret tertunduk lesu. Selama ini apa yang terjadi pada keluarganya, dia selalu menyalahkan Dimitri. Namun sekarang Darrel bahkan seolah bangkit dari kematian pun juga karena Dimitri. "Anak itu tidak bersalah. Dia bukan berasal dari ibu sembarangan. Chatrine adalah keturunan bangsawan Inggris yang entah bagaimana bisa jatuh cinta pada ayahku di usia nya masih terbilang sangat belia," kata Darrel. "Aku bahkan tak pernah menyangka Chatrine bukan orang sembarangan," gumam Margaret menyesal. "Di bandingkan dengan nya bahkan Pyordova tak ada apa-apanya. Dia wanita terhormat yang jatuh cinta pada pria yang salah. Tapi dia
"Jika kau keberatan maka kita bisa pakaikan nama Byorka."Pernyataan itu keluar dari bibir seorang wanita yang saat ini tengah bergetar ketakutan. Hal itu membuat Dimitri menjadi sangat kesal. Bagaimana mungkin Ellen bisa se takut ini terhadapnya?"Apapun boleh asal kau jangan marah," kata Eleln dengan kedua mata sudah mulai berair. "Dia anakku dan dia akan memakai nama Pyordova di belakang namanya!" bentak Dimitri kesal. "Tapi anak ini akan menjadi anak tidak sah. Apa kata orang-orang jika dia tetap memakai nama belakang keluarga ayahnya?" tanya Ellen dengan suara bergetar. "Ellen, kenapa kau masih belum mengerti juga?" tanya Dimitri kesal.Ellen terdiam sejenak. Perutnya terasa sangat sakit. Dia bahkan tak bisa menahan rasa sakitnya. Ellen mengaduh kesakitan."Ellen, jangan membuatku takut. Katakan padaku apa yang kau rasakan?" tanya Dimitri panik."Sakiitt ... Perutku sakit sekali," ujar Ellen kesakitan sambil memegangi perutnya.Dimitri pun segera mengangkat tubuh wanitanya lal