Ellen harus membatalkan penikahannya dengan Darren Pryordova karena pria itu terbukti telah menghamili kakaknya, Erica. Terlebih, Ellen akhirnya mengetahui bahwa Darren ingin menikah dengannya hanya karena warisan, hingga membuat Ellen merasa semakin jijik pada Darren. Namun, karena perjanjian masa lalu antara kedua keluarga harus tetap dilakukan, Ellen terpaksa harus menikah dengan Dimitri Pyordova, paman Darren, yang dikenal mengerikan dan miskin karena masih menumpang hidup pada ayahnya. Namun, siapa sangka bahwa ternyata Dimitri jauh dari apa yang dikatakan oleh semua orang!
Lihat lebih banyak“Aku sedang mengandung anak Darren.”
Kalimat itu berasal dari seorang Erica yang sedang menarik tangan Darren masuk ke dalam ruang tunggu untuk pengantin wanita ketika Ellen si mempelai wanita yang sudah di dandani cantik dengan gaun ballgown serta buket bunga di tangannya. Darren yang merupakan mempelai pria terlihat kebingungan.
"Apa ini?" tanya Ellen menatap sekitar sembari berdiri dengan wajah kebingunan. Beberapa orang yang mengikuti Erica masuk pun terlihat terkejut oleh penuturan wanita cantik model internasional. Mereka adalah Eric dan Ella, orang tua Erica dan Ellen yang merupakan saudara. Lalu David, kakek Darren yang juga masuk ke dalam ruangan itu.
"Itu semua omong kosong. Ellen, percayalah padaku. Dia hanya ingin menghancurkan pernikahan kita," ujar Darren.
"Aku sudah membawa buktinya," ucap Erica dengan penuh keyakinan.
Erica segera mengeluarkan secarik kertas. Itu adalah hasil test DNA janin yang ia kandung dengan DNA Darren. Ellen memperhatikannya dengan seksama. Hasil akhirnya adalah cocok sebagai ayah dan anak.
"Dasar bajingan!" teriak Ellen murka sambil memukul dada Darren dengan buket bunga di tangannya. "Apa yang telah kalian lakukan di belakangku?"
"Ellen, kumohon percayalah padaku. Erica sudah merekayasa ini semua," kata Darren sambil menggenggam kedua telapak tangan Ellen yang segera wanita itu tepis karena sudah muak.
"Darren mengatakan bahwa dia sangat mencintaiku. Dia juga sudah berjanji padaku untuk segera menikahiku," ujar Erica. "Jadi lebih baik kau batalkan saja pernikahan ini."
"Bagaimana bisa dengan mudahnya kau mengatakan itu semua? Kau ini kakakku," ujar Ellen lirih dengan isak tangis penuh rasa sakit. "Apa yang ada di otakmu ketika kau memilih untuk tidur dengan calon suamiku?"
Ella sang ibu mendekati Erica dan memeluknya dengan perasaan iba. "Apakah itu benar, Sayang? Jangan main-main dengan perkataanmu. Karena itu bisa menjadi boomerang untuk dirimu sendiri."
Erica mengangguk sambil menangis. Sementara Darren berusaha meyakinkan Ellen. "Dia tidur dengan pria lain dan hamil. Lalu kenapa bisa anaknya menjadi anakku? Ellen, percayalah padaku."
"Lalu bagaimana dengan hasil test DNA?" tanya Ellen frustasi. "Apakah test DNA itu juga bisa direkayasa?"
"Bisa saja. Dia itu licik, Sayang. Itu semua sudah dia rencanakan sejak awal," kata Darren.
"Dasar bajingan!" bentak Erica. "Kau sendiri yang menginginkannya. Kau mengatakan bahwa kau akan melepaskan Ellen."
"Darren, berhentilah berbohong. Erica mengatakan hal itu dengan bukti yang kuat," ucap Ellen. "Sangat kuat!"
"Ellen, aku sangat mencintaimu. Aku tidak akan pernah berkhianat. Hubungan kita bahkan sudah berjalan lima tahun dan hari ini adalah hari pernikahan kita," kata Darren.
"Pembohong!" bentak Ellen muak. Air mata bahkan tak henti keluar dari pelupuk matanya.
Ella mendekati Ellen dan memeluknya. "Ibu tahu ini berat. Tapi pikirkanlah kandungan Erica yang semakin lama akan semakin besar. Sebaiknya kau batalkan saja pernikahan ini dan relakan Darren bersama Erica," ucap Ella lembut.
Ellen mudur satu langkah menjauhi Ella. Dia tertawa kecil. "Kau pun turut serta menginginkan pernikahan ini batal," kata Ellen terkekeh.
"Ellen, pikirkanlah lagi. Dia itu juga kakak kamu. Kasihan dia," ucap Ella.
"Kakak tiri kan maksud Ibu?" Ellen terkekeh dengan kedua mata masih tak kuasa menahan air matanya. "Baiklah. Atas permintaan kalian, aku akan membatalkan pernikahan ini."
Ellen melepaskan mahkota kecil sebagai penyangga veil nya dan melemparkannya ke lantai. Eric, sang ayah, berjalan dan mengambilnya. Di tatapnya wajah Ellen yang sudah basah oleh air mata.
"Kau tidak boleh membatalkan pernikahan ini," ujar Eric. "Kau dan Darren harus menikah. Apapun yang terjadi, pernikahan ini harus tetap berlangsung."
"Ayah, bagaimana denganku?" tanya Erica panik.
"Itu salahmu sendiri!" bentak Eric. "Pernikahan ini harus tetap berlangsung. Ellen dan Darren harus tetap menikah."
"Sayang, sebaiknya pikirkan ini baik-baik. Erica sedang mengandung anak Darren," kata Ella lembut.
"Ini menyangkut citra keluarga," kata Eric. "Tapi bukan cuma itu saja. Keluarga kita berhutang banyak dengan keluarga Darren. Juga janji perjodohan di masa lalu yang mengharuskan Ellen menjadi menantu di keluarga Pyordova."
"Ini hidupku. Persetan dengan citra keluarga kita!" bentak Ellen. "Sudah cukup aku menuruti semua perintah kalian. Terutama Ayah. Sudah cukup, Ayah. Bahkan aku rela tidak melanjutkan sekolah hanya demi Erica, kakakku tersayang yang dengan tega menusukku dari belakang. Sudah cukup."
"Jika bukan dengan Darren lalu dengan siapa lagi? Di keluarga Prordova tidak ada lagi pria yang pantas untuk menjadi suamimu," ucap Eric pada anaknya sambil menghapus air mata Ellen. Tatapannya mengiba pada anak gadisnya itu.
"Ellen bisa menikah dengan pria lain dari keluarga kami," ujar David, kakek Darren. "Jika bukan dengan Darren, cucuku. Maka Ellen akan menikah dengan Dimitri, putra bungsuku."
Semua mata terkejut dengan usulan David. Bagaimana bisa Ellen menikahi Dimitri? Mereka tak saling mengenal. Dimitri juga bisa di katakan bukan anggota keluarga Pyordova. Karena pria itu tak pernah mendapatkan bagiannya seperti anak David lainnya.
"Sebaiknya kau tetap menikah dengan Darren," ujar Eric mencoba meyakinkan Ellen. "Semua keluarga sudah setuju kau menikah dengan Darren. Mereka akan sangat kecewa jika kau menikah dengan orang lain. Terlebih ini Dimitri. Pikirkanlah sekali lagi."
"Ayahmu benar. Sebaiknya kau jangan menikah dengan pamanku yang satu itu. Dia bahkan tidak lebih baik daripada aku," ujar Darren mencoba meyakinkan Ellen. "Monster gila yang bisa mengamuk kapan pun dan dimanapun. Dia sangat mengerikan."
"Semua orang di keluarga kita akan sangat kecewa padamu jika kau menikah dengan Dimitri. Pria itu adalah pengecualian di keluarga Pyordova," tambah Eric berusaha meyakinkan.
Ellen yang berlinang air mata menatap ke depan. "Baiklah. Aku akan tetap menikah," ujar Ellen datar.
"Sayang, aku tahu kamu pasti akan tetap melangsungkan pernikahan kita. Aku sangat bahagia. Kita akan segera menikah dua jam lagi," ucap Darren tersenyum lega. "Aku tahu kau percaya padaku. Erica berbohong dan kau tahu itu."
“Aku bersedia menikah dengan paman Dimitri daripada dengan bajingan seperti Darren!”
***
Momen dramatis terjadi ketika Ellen pertama kali bertemu dengan Arthur Byorka. Dia adalah ayah kandung Ellen. Keduanya larut dalam haru dan rasa bahagia. Mereka bahkan tak henti-hentinya saling menatap satu sama lain. "Aku tidak pernah tahu sebelumnya bahwa aku memiliki seorang putri," ujar Arthur ketika sedang berjalan beriringan dengan Ellen di sekitar kebun bunga mawar milik Dimitri."Aku juga tak pernah mengira bahwa aku bukanlah putri dari istri kedua melainkan anak orang lain yang dengan sengaja Eric perdaya untuk kepentingan pribadi," kata Ellen sambil mengusapi perutnya. Senyumnya merekah di tengah hangatnya sinar mentari pagi."Kau sangat di nantikan. Andai aku tahu bahwa Celine, ibumu tengah mengandung, sudah pasti aku akan menikahinya segera. Dan kita akan menjadi sebuah keluarga harmonis. Kau tak perlu berkecil hati atau semacamnya," kata Arthur dengan raut wajah penuh penyesalan. "Sudahlah, Ayah. Semua sudah berakhir. Kita hanya harus bahagia saja," kata Ellen tersenyum
"Aku tidak peduli dengan harta Byorka. Yang ku inginkan hanyalah dia," celetuk Eric menatap tajam ke arah Arthur dengan suara bergetar dan degub jantung tak terkendali.Arthur tak pernah menyangka sang kakak akan dengan mudahnya mengatakan itu semua. Dia menginginkan wanitanya. Itu sungguh diluar nalar. Bagaimana mungkin seorang Eric yang menyayanginya sanggup melakukan itu?"Cinta telah membutakan segalanya. Aku sadar akan hal itu. Tapi perasaanku padanya tak pernah semu. Itu nyata," tambah Eric tertunduk sedih mengingat wanita yang mereka bicarakan bahkan sudah tiada."Bagaimana dengan istrimu, Ella? Bukankah kau sangat mencintainya?" tanya Arthur bingung. "Aku tidak lagi mencintainya ketika aku mulai melihat Celine. Bagiku dia adalah segalanya dan Ella bukanlah siapa-siapa. Meski sampai sekarang aku masih bersamanya. Kami hanya menjalani kehidupan sebagai partner saja," ujar Eric santai. Pria itu seolah telah berdamai dengan dosanya. "Kau sudah gila!" bentak Arthur marah."Cinta
Ellen menatap wajah Dimitri dalam. Pria di hadapannya terlihat sangat serius dengan ucapannya. "Jangan menatapku seolah surat kaleng itu benar adanya," kata Dimitri frustrasi. "Kau membuatku berpikir bahwa kau memang akan menyekapku dan bayi ini," kata Ellen kesal."Apakah sekarang kita harus berdebat lagi mengenai surat sialan itu?" tanya Dimitri mulai naik pitam. "Kau memang orang yang sangat mungkin melakukan hal itu. Terlebih kau itu pria obsesif yang entah bagaimana memiliki kepribadian ganda," omel Ellen membuang muka. "Apa kau bilang? Berkepribadian ganda?" tanya Dimitri tak habis pikir. Dia tak pernah mendapat julukan itu dari siapa pun sebelumnya. "Sebaiknya kau periksakan dirimu dulu. Mungkin saja kau memiliko kepribadian lain selain sebagai pria lemah lembut lalu pria obsesif dan entah apa lagi," kata Ellen dengan nada kesal. "Ellen, cukup! Kau mengatakannya dengan sadar bukan? Kau tahu aku ini orang seperti apa. Aku hanya bertingkah lembut padamu," kata Dimitri."Kau
"Marc! Mana ayam panggangku!""Marc! Bawa kemari semua mainanku!""Marc! Kau bisa cepat datang kemari atau tidak!""Marc!""Marc!""Mana pesawat terbangku!"Pagi ini rumah serasa sangat ramai oleh ocehan Dimitri yang seperti anak kecil memanggil Marc. Ellen hanya bisa diam dengan makanannya yang ia nikmati sebisa mungkin. "Mar, kau bisa pergi."Perintah itu keluar dari bibir seorang Ellen yang dengan anggun menatap Marc iba. Dia tahu saat ini Marc sangat tertekan karena ulah Dimitri. "Tapi ..."Seolah takut dengan langkahnya Marc mencoba menolak. Namun tatapan mata Ellen tak bisa di pungkiri. Wanita itu terlihat bahkan lebih menakutkan daripada sang tuan. Marc pun membungkukkan badan dan pergi. Sementara itu Dimitri berlarian kecil ke arah Ellen dan menatapnya mengiba. "Kenapa kau biarkan dia pergi?" tanya Dimitri. "Itu karena kau sangat berisik!" bentak Ellen."Ellen, sungguh aku tak pernah mengira kau akan membentakku seperti itu," kata Dimitri menangis. Ellen menghela napas pa
Ellen mulai menerima Dimitri kembali. Wanita itu bahkan membiatkan pria itu tidur di sampingnya sambil terus memeluknya. Dia tersenyum sesaat. Namun kemudian Ellen terkejut ketika Dimitri tiba-tiba terbangun dan berlari kekamar kecil. Dengan panik Ellen mengikutinya. "Apakah kau baik-baik saja?" tanya Ellen cemas. "Aku baik-baik saja," jawab Dimitri lalu segera membuka pintu. Wanita itu menatapnya cemas. Jelas pria di hadapannya itu muntah di washtafel. Entah apa yang terjadi. "Kau tidak perlu khawatirkan aku. Sungguh aku baik-baik saja," kata Dimitri tersenyum dengan napas tersengal-sengal. "Tapi kau terlihat pucat dan tadi kau muntah," kata Ellen. "Sungguh aku menginginkannya," kata Dimitri tersenyum lembut. "Apa maksudmu?" tanya Ellen bingung."Ketika kau menyangkal kehamilanmu, aku tahu itu sebuah penyangkalan. Kau berbohong padaku," kata Dimitri."Itu. Maafkan aku. Tapi bagaimana kau yakin dengan itu?" tanya Ellen. "Aku menderita sindrom couvade," jawab Dimitri.Ellen ber
Giana membawa Ellen ke sebuah ruangan. Di sana sudah ada beberapa meja dan beberapa alat jahit serta keperluan para desainer baju pada umumnya. Wanita itu merasa bosan dan memulai dari sana. Ellen mendesain baju bahkan menjahitnya sendiri di kala senggang. "Giana, apakah ini perintah dari Dimitri?" tanya Ellen. "Sungguh dia berusaha membuatku tetap tinggal dengan nyaman di tempat ini.""Tuan sangat memperhatikan Nyonya. Dia memilih sendiri semua yang ada di tempat ini," ujar Giana. Ellen tersenyum. "Pria tua itu berusaha membuatku luluh," gumam Ellen. "Sangat menyebalkan.""Apakah tak ada sedikit saja celah untuk memaafkan tuan?" tanya Giana. "Yang aku mau hanya kembali ke Paris. Hanya dengan begitu aku bisa memaafkannya," kata Ellen menatap Giana serius. "Tuan ingin Nyonya berada di tempat yang aman. Sampai semua yang membahayakan Nyonya tiada," kata Giana.Deg!Tidak. Apa maksud Giana? Mungkinkah Dimitri berniat menghabisi seseorang?"Tolong jangan salah paham. Tuan Dimitri menc
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen