LOGINWarning Area dewasa 21+ "Jika kamu ingin benar-benar sembuh maka lebih baik ceraikan suami mu." "Maksud anda apa Dokter Raditya? aku tidak mengerti?" ====================================== Terjebak dalam pernikahan yang toxic, membuat Airin Putri direndahkan serta mendapatkan tekanan dari suaminya Adrian dan ibu mertuanya di saat kondisinya tengah sakit. Demi mewujudkan tuntutan harus memberi keturunan, Airin pun tak menyerah hingga ia berobat ke sebuah rumah sakit terbesar pusat kota. Namun takdir mempertemukannya dengan masa lalunya yang belum selesai. Akankah Airin tetap teguh mewujudkan keinginan Adrian meskipun pernikahannya seperti neraka? Atau kesetiaannya goyah saat mendapatkan sikap lembut dan perhatian dari sang mantan kekasih? Yuk simak.
View More"Uggh pelan, mas...”
Suara ringisan terlontar dari bibir merah wanita itu, terdengar menggema di kamar mewah dalam suasana temaram. “Diamlah, aku baru saja mulai,” desis suaminya, kembali menghentakkan tubuhnya lebih keras di sela-sela erangan. Sebagai seorang istri, Airin tahu jika ia tidak berhak menolak atau pun menghentikan suaminya saat ini. Namun, rasa sakit di bagian bawah sana tak bisa ditahan lagi. Kedua jemari lentiknya reflek mendarat tepat di dada bidang Adrian, lalu perlahan mendorongnya. “Ma–maafkan aku mas, aku ijin ke toilet dulu,” sesal Airin, lalu turun dari atas ranjang, dan terburu-buru ke kamar mandi. Adrian mendengus kesal, raut wajahnya tampak muram, tangan besarnya meraih segelas air putih yang sudah tersedia di atas meja, lalu meneguknya penuh emosi. Sementara Airin yang berada di kamar mandi, terlihat menahan sakit. Ia duduk di atas kloset yang tertutup dan meringis. “Aakh, sakit sekali…,” keluh Airin sambil menggigit bibir, merasakan perih luar biasa di bagian intimnya. Ini sudah berlangsung setengah tahun. Setiap kali bercinta dengan suaminya, ia merasakan sakit tak terkira. Namun, Airin tidak ingin pernikahannya hancur karena masalah ini. “Aku tidak boleh mengecewakan mas Adrian,” gumamnya. “Aku harus bisa menahannya.” Setelah membulatkan tekad, Airin lalu meraih gagang pintu dan membukanya. Wanita itu berjalan menuju ranjang yang kini terlihat sepi, tak ada tanda-tanda keberadaan Adrian. Airin mengernyit bingung. “Mas Adrian?” Beberapa kali Airin memanggil, tapi tidak ada jawaban. Ia lantas keluar dari kamar dan mencari suaminya ke ruangan lain. Baru saja menuruni tangga, tak sengaja Airin berpapasan dengan sang ibu mertua. “I–ibu, apa melihat mas Adrian?” Airin memberanikan diri bertanya meskipun rasa ragu menyelimuti hati. Wanita setengah baya itu menatap nyalang penuh emosi. “Adrian sudah pergi! Kamu pasti membuatnya kecewa lagi kan?!” cecar Nyonya Rosa kesal. “Dasar istri tak berguna, memuaskan suamimu saja tak mampu apalagi memberikan keturunan!” Airin mematung, lidahnya seolah kelu tak mampu membalas kata-kata. Karena ia tahu salah. “Bu, maafkan aku. Aku janji akan membahagiakan mas Adrian…,” katanya berusaha menenangkan. “Cih, sudah berapa kali kau berkata seperti itu, tapi mana buktinya?! Hanya omong kosong saja! Lebih baik Adrian ganti istri saja jika kau begini terus!” Kedua bola mata Airin berkaca-kaca mendengarnya, hatinya seperti ditusuk ribuan belati. Umpatan kasar ibu mertuanya sudah menjadi makanan sehari-hari dan biasanya ia telan sendiri. Namun, mengapa saat ini rasanya terlalu menyakitkan? Tiba-tiba terdengar suara mesin mobil. Cemas, Airin meminta izin pada ibu mertuanya dan setengah berlari ke arah halaman rumah. “Mas Adrian! Kamu mau ke mana mas?” panggil Airin, berusaha mengetuk jendela mobil Alphard hitam itu. Adrian membuka kaca jendela sembari menatap tajam penuh amarah, “Minggir! Jangan halangi aku, dasar istri tak berguna!” hardik pria itu kesal. Airin menghela nafas berat, ia berusaha membujuk agar Adrian tidak pergi. “Mas, kumohon maafkan aku. Bisakah kita bicara baik-baik?” “Tidak perlu, aku sudah tidak berselera lagi!” decih Adrian, lalu kembali mengemudikan mobilnya, tidak peduli pada Airin yang tersentak hingga jatuh ke tanah. Wanita itu duduk tak berdaya. Ia selalu saja tidak sengaja membuat suaminya marah karena kondisi kesehatan yang kurang bagus. “Aku tidak bisa begini terus…,” gumamnya sedih. Malam berganti pagi, Airin kini sudah berdandan cantik dan rapi. Ia turun dari taksi setelah sampai di kantor suaminya. Mengingat Adrian tidak pulang semalaman, Airin semakin merasa bersalah lalu ingin menebus semuanya. Airin sengaja mengambil inisiatif untuk mengantarkan makan siang, berharap permintaan maafnya membuat hati sang suami luluh kembali. Beberapa karyawan melemparkan senyum tipis kepada dirinya yang sudah dikenal sebagai istri pemilik perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan itu. Karena sudah cukup sering ke kantor, Airin tanpa ragu memasuki lift VIP yang sering digunakan oleh suaminya. Tak lama, ia tiba di depan ruangan Adrian. Namun, orang kepercayaan suaminya berkata jika hari ini Adrian tidak menerima kunjungan dari siapapun. Airin mendesah kecewa. Ia tahu Adrian masih marah. Airin pun menitipkan kotak makanan, lalu pergi tanpa bertemu dengan sang suami lebih dulu. Baru ia berjalan keluar pintu utama, terlihat satu pesan masuk dari ibu tirinya, membuat keningnya berkerut heran. “Pulang ke rumah! Ada hal penting ingin ibu bicarakan.” Mengingat kondisi sang ayah beberapa bulan lalu kurang sehat, membuat Airin segera bergegas menghentikan taksi dan pergi ke rumah lamanya. Tidak berselang lama, ia tiba dan ibu tirinya menyambutnya dengan ekspresi muram. “Cepat masuk!” ujar wanita paruh baya itu dengan suara tinggi, seolah tak ingin dibantah. Airin hanya mengangguk patuh, langkah kakinya mulai menginjak ruangan utama. Terlihat ayahnya masih terduduk di kursi roda. “Ayah! Lama tidak bertemu, apakah ayah baik-baik saja?” Airin tersenyum bahagia, ia tak lupa memberikan kue yang sengaja dia beli dulu tadi. Tapi tiba-tiba saja ibu tirinya mendekat dan menepis kue itu. “Ayahmu tidak butuh makanan seperti itu, Airin!” Suara wanita itu menggema di sana, membuat Airin terhenyak kaget dan tak habis pikir bagaimana bisa ibunya berbicara seperti itu. “Apa maksud ibu?” Wanita setengah baya itu menyeringai sinis. “Pagi ini ibu mertuamu menelpon jika kamu membuat Adrian marah lagi, dasar anak tak bisa diandalkan!” cacinya. Belum sempat Airin merespon, sebuah tamparan keras lebih dulu mendarat tepat di wajahnya, membuat tubuhnya limbung ke sofa. Airin terkejut, menatap nanar ibu tirinya seraya memegang pipinya yang terasa panas dan memerah. “Kenapa ibu menamparku?” “Masih bertanya?” balas wanita itu sengit. “Sudah berapa kali aku bilang jangan membuat Adrian dan Nyonya Rosa marah, apa kamu bodoh?!”Setibanya di depan pintu rumah, Airin masih sedikit tegang mengingat kejadian tadi bersama dengan Dokter Raditya yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun sebisa mungkin, ia berusaha menghilangkan rasa gelisah nya, melihat jarum jam di tangan menunjukkan pukul empat sore membuatnya bernafas lega, karena masih ada dua jam lagi saat Adrian pulang kantor. Baru saja Airin memasuki rumah dengan pintu yang sudah terbuka, kehadiran Adrian sudah duduk santai sembari membaca koran membuatnya terhenyak kaget. “Ma-mas Adrian sudah pulang?” Tanyanya bergetar dan gugup. Adrian melirik tajam, saat mendengar suara lembut istrinya yang berasal dari arah samping. “Iya, aku sengaja pulang lebih awal, malam nanti berangkat, sekarang aku ingin istirahat sebentar,” Balas Adrian datar, pandangannya membidik ke arah tangan Airin tengah menggenggam map coklat dan juga paper bag transparan berisi obat-obatan. Pria itu beranjak dari tempat duduk, lalu berjalan dengan langkah lebarnya meng
Jantung Airin berdegup sangat kencang saat suster membantunya membaringkan diri tepat di atas brankar, dalam kondisi tubuh bagian bawahnya hanya ditutupi sebuah selimut tipis.Ia berusaha menenangkan diri, dengan mengingat tujuan utamanya datang ke sini. Airin ingin sembuh agar tak terus menerus mengecewakan suami, agar ibu mertuanya tidak mencemooh dirinya lagi yang selalu dicap tak mampu memuaskan suami.“Buka kedua kakimu,” kata sang Dokter, suara khas beratnya kembali menggema, sikapnya terlihat jelas sangat datar dan dingin.“A-apa?” sahut Airin, kedua bola matanya membulat sempurna. Lagi-lagi dia dibuat canggung dan bingung. Tapi tidak punya pilihan lain lagi selain patuh.Tanpa mengulur waktu lagi, dokter pun mulai fokus pada tugasnya, yaitu memeriksa bagian intim Airin di bawah sana. Bahkan perlahan mulai menyentuh bagian sensitifnya untuk memastikan.“Aaah…!” Airin terhenyak kaget, sampai terduduk dan reflek dia memegangi tangan lelaki berjas putih itu. Tatapan mereka
Jam sembilan pagi, Airin sudah melayani beberapa pengunjung di butik yang sudah cukup ramai. Ditemani oleh Tasya, sahabat sekaligus karyawan kepercayaannya.Tasya dari tadi juga tak kalah sibuk, ia tidak sengaja melihat Airin tidak bersemangat seperti sedang memikirkan banyak hal, hingga perlahan memberanikan diri menghampirinya.“Airin, kamu sedang memikirkan apa?” tanya Tasya seraya menepuk bahunya pelan.Airin terkesiap, lalu melirik ke sahabatnya itu. “Ah, tidak, aku hanya…” Airin terlihat ragu saat akan menjawab. Namun, Tasya begitu paham dengan sifat Airin. “Rin, kamu tahu aku bisa dipercaya kan? Kamu boleh cerita apapun, jangan dipendam sendiri, nanti jadi penyakit.”Airin terdiam. Ia menghela napas panjang, lalu mulai menceritakan masalah yang dihadapinya. Tentang suami dan ibu mertua yang selalu menekan dan mengeluhkan dirinya yang belum juga memberikan anak. Ia juga menceritakan masalah kesehatannya. Mendengar hal itu, Tasya tak tega. Kemudian ia teringat salah satu
Airin tersentak, lamunannya buyar seketika. “Ti-tidak mas, tunggu sebentar ya aku buatkan dulu.”“Jangan lama!” Adrian menggelengkan kepala, dia melempar jasnya ke sembarang arah, lalu duduk bersandar di atas sofa.Sesampainya di dapur, Airin terlihat begitu lesu. Ia mulai menakar beberapa sendok kopi dan gula yang sudah dicampurkan dalam satu gelas. Lalu ia seduh sembari mengaduk-ngaduk dengan tatapan kosongnya.Ia terus berpikir, entah ke mana lagi nanti akan mencoba berobat. Padahal hampir semua dokter spesialis sudah Airin coba, namun hasilnya tetap nihil.Tapi dia tidak ingin menyerah. Setelah selesai membuat kopi, Airin segera kembali ke kamar. Namun tidak sengaja melihat ibu mertuanya terlihat berbincang melalui panggilan telepon.Langkah Airin terhenti sejenak, karena tak sengaja mendengar namanya disebut, bahkan dicemooh oleh ibu mertuanya.Airin menggigit bibir, merasa kecewa karena selalu saja ibu mertuanya menceritakan masalah rumah tangganya pada teman-teman ari












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews