"Terus kamu kira aku nggak bisa nemuin kamu?!!"Riri terperanjat saat mendengar suara Leon dari arah belakangnya, karna sepengetahuannya Leon tadi berada di depannya.Leon menyeret Riri menuju ke ruangan rahasia tadi, namun anehnya Leon menyuruh dokter itu untuk memeriksa kepala Riri.“Tapi kan yang sakit kepala kamu!” Ujar Riri saat melihat dokter itu sudah memegang kelapanya.Leon tak menjawab dan memilih untuk memperhatikan Riri yang sedang mengoceh tak henti-hentinya.“Tidak ada yang terluka tuan, nyonya hanya mengalami stres ringan saja.” Ucap dokter itu setelah memeriksa Riri.Leon mengangguk lalu mempersilakan dokter itu untuk pergi, namun secepatnya Riri menghentikan langkah sang dokter agar tak pergi dari sana.“Tunggu sebentar! Yang sakit itu bukan saya, tapi suami saya.” Ucap Riri sambil menunjuk kearah Leon.Dokter itu melirik kerah Leon yang terlihat baik-baik saja.“Pergi sekarang!!” Usir Leon.Dokter itu pun mengangguk lalu berjalan keluar kearah pintu, namun untuk yang
Riri menatap kesal kearah Leon yang sedang mencarikan baju ganti untuknya. Di saat nyawa Riri belum terkumpul semuanya, Leon mengendong Riri dan membawanya ke kamar mandi.Sekujur tubuh Riri menggigil saat air yang hangat menyentuh kulitnya, air yang hangat sekalipun tak mampu membuat Riri merasa lebih baik, malahan air hangat itu terasa berkali-kali lipat lebih dingin di banding air biasa pada umumnya."Ini." Ucap Leon sembari memberikan sebuah pakaian.Riri menatap sepasang pakaian yang di berikan oleh Leon, untuk yang kesekian kalinya Riri menolak pakaian yang di pilihkan oleh Leon, dan akhirnya gelengan kepala darinyalah yang memberikan jawaban atas beberapa helai pakaian yang di pilihkan oleh suaminya."Ini udah yang ke delapan loh! Kamu mau pakai apa memangnya?!" Tanya Leon yang sudah kesal dengan tingkah Riri.Riri memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapan Leon yang tajam.Riri sendiri pun sebenarnya heran dengan apa yang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini, emosi yang tak
“Aku nggak tahu kenapa semua wanita itu selalu berpikiran negatif, tapi yang pasti aku nggak pernah selingkuh.”Riri menatap kecewa karna jawaban yang dia inginkan tak sesuai dengan apa yang keluar dari mulut Leon. “Kamu belum jelasin yang kemarin loh.”Dengan tatapan bertanya-tanya Leon mencoba untuk mengingat tentang kejadian yang harus dia jelaskan kepala Riri. ‘Apa aku punya hutang penjelasan ke Riri? Perasaan nggak ada.’“Kenapa? Nggak mau jujur?... Ya aku tahu sih kalau semua laki-laki itu nggak akan bisa puas sama satu wanita, tapi nggak harus terang-terangan juga dong selingkuhnya. Di kira aku nggak punya hati sama perasaan apa.”Riri melepaskan pelukannya lalu pergi ke luar apartemen untuk mencari udara segar, tapi sepertinya Riri melupakan bahwa sekarang dirinya berada di kota metropolitan yang penuh dengan berbagai kendaraan dan polusi udara.“Di saat-saat seperti ini aku jadi kangen rumah, ibu sama ayah apa kabar ya?”Riri menatap langit yang sepertinya mendung dan akan tu
Riri menatap tajam pada lubang di pintu yang menampilkan dua orang wanita yang tak kunjung pergi juga dari sana.Berbagai umpatan Riri suarakan dalam hatinya untuk melampiaskan kemarahannya yang tak dapat dia suarakan.Dengan sabar dan penuh pengertian Riri mendengarkan keluh kesah Leon yang terdengar seperti suara gumaman.Karna melihat kedua wanita yang dari tak pergi-pergi dari depan apartemennya, Riri berusaha untuk mengangkat kakinya lalu mengambil sandal dan melemparkannya kearah lubang di pintu.Untung saja lubang yang di buat Leon cukup besar, jadi dengan mudah sandal Riri melayang melewati lubang di pintu dan hampir mengenai Naina.‘Mampus! Makan tuh sandal!’Setelah melihat kepergian Naina dan mamah tiri Leon, Riri mengajak Leon untuk duduk dan berbicara agar suasana hatinya lebih tenang.“Mas, mereka udah pergi kok, kamu tenangin diri dulu ya, nggak baik berlarut-larut dalam kesedihan, mamah juga pasti nggak mau lihat mas Leon bersedih.”Mendengar ucapan istrinya, dengan ber
“Untuk seukuran orang normal itu nggak masuk akal.”Riri mengangguk setuju, memang tak masuk akal jika suaminya di suruh untuk menemui sepupunya yang sedang melakukan aksi mogok makan.“Ini di cuekkin aja?”“Kamu mau aku temui dia lalu dia godain aku?”Seketika Riri mengingat beberapa perkataan budenya yang selalu bilang bahwa ada Ariza yang siap menggantikannya, kini Riri mengerti apa maksud dari pesan yang di kirimkan oleh pamannya. “Nggak! Jangan! Bisa gawat kalau kamu ketemu sama dia.”Riri menggelengkan kepalanya kuat-kuat saat ingatan tentang Ariza yang pernah mengambil salah satu crush nya.Ariza yang terkenal sumpel dan friendly selalu berada di atas Riri, dia selalu berambisi melakukan sesuatu yang lebih Riri dari yang bukanlah apa-apa.Waktu itu saat mengetahui bahwa Riri memiliki seseorang yang di sukai, Ariza melakukan berbagai cara untuk mendapatkan hati dari crush Riri yang ternyata juga menyukai Riri. Dan hasilnya Ariza bisa mendapatkan apa yang dia mau.“Mas! Kamu har
“Selamat malam bos, saya sudah menemukan nyonya.”Leon memutar badannya lalu berjalan cepat kearah anak buahnya yang baru saja masuk ke dalam apartemennya. “Di mana?!” Tanya Leon sambil mencekam kerah baju anak buahnya.“Nyonya ada di rumah orang tuanya bos.”Leon melepaskan kerah baju anak buahnya lalu berpikir sejenak tentang kesalahan apa yang sudah di perbuatnya hingga Riri pergi meninggalkan apartemen dan pulang ke rumah orang tuanya.Namun sekeras apapun Leon berpikir, dia tetap tidak bisa mengetahui alasan dan kesalahannya.“Apa karna aku katai bodoh?! Tapi kan habis itu langsung aku puji! Masa iya dia masih marah!”Tanpa berpikir lama lagi Leon mengambil kunci motornya lalu pergi ke rumah orang tuanya Riri.Dengan kecepatan yang sangat cepat dan tak main-main Leon melesatkan motornya untuk mencari keberadaan istrinya.Sudah lebih dari satu jam Leon mengendarai motornya, dan akhirnya dia sampai di depan rumah mertuanya.Tanpa berbasa-basi lagi Leon mengetuk pintu rumah itu denga
“Tunggu! Aku bisa jelasin!”“Jelasin apa?!... Kamu bilang kamu nggak kenal dan nggak tahu siapa dia kan? Terus kenapa dia bisa peluk kamu?!”“Aku lupa! Aku beneran nggak ingat siapa dia!”Mata Leon berkaca-kaca sambil memegang tangan Riri yang hangat. Entah kenapa filingnya mengatakan bahwa akan ada masalah besar yang akan datang.“Kamu lupa sama aku?... Wajar sih, kan kita bertemu empat tahun yang lalu saat di bar.” Ucap wanita itu dengan senyum manis di wajahnya.Alis Leon mengkerut untuk mengingat-ingat tentang wanita itu di empat tahun yang lalu.“Ouh iya, kamu tahu dari mana kalau Leona sedang di rawat di rumah sakit ini?” Tanya wanita itu sambil bergelayutan manja di lengan Leon.“Lepas!!...” Bentak Leon sambil menepis tangan wanita itu dengan kasar. “Aku nggak kenal siapa kamu! Dan aku nggak ada hubungannya sama kamu!” Setelah mengatakan itu Leon menarik tangan Leon untuk masuk ke dalam ruang inap ayah mertuanya.Leon bernafas lega saat melihat kedua adik Riri dan ayah mertuanya
“Heh bocah! Pergi sana!... Saya bukan papah kamu ya, jadi lebih baik kamu pergi jauh-jauh dari saya.”Dengan gemetaran Riri memegang tangan Leon yang sedang berusaha untuk menjauh dari anak kecil itu.“Jangan kasar gitu, dia masih kecil dan nggak tahu apa-apa.”Leon mendengus kesal lalu menatap tajam kearah Leona yang masih memeluk kakinya.Leona yang di tatap tajam oleh Leon akhirnya menjauh dengan sendirinya, bahkan badannya sudah bergetar karna ketakutan.“Pergi!!” Usir Leon.Mereka berdua pergi meninggalkan Leon dan Riri yang sedang di landa dilema hebat.Dengan perasaan yang bercampur aduk Leon mengajak Riri untuk masuk ke dalam ruang inap ayah mertuanya. Leon memegang tangan Riri dengan lembut.Perlakuan yang sangat berbeda dari Leon membuat wanita tadi yang ternyata bersembunyi di balik tembok menjadi menyimpan dendam pada Riri. “Lihat saja kamu, aku akan mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku.”Satu persatu air mata Riri terjatuh saat kakinya melangkah mengikuti Leon