Share

Egois

Penulis: ZEEFANN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-16 03:53:32

Pagi itu, Rindu tenggelam dalam pekerjaannya. Jari-jarinya dengan lincah mengetik di atas keyboard, sementara matanya terpaku pada layar monitor. Deadline yang menumpuk membuatnya tak punya waktu untuk berpikir tentang hal-hal lain, termasuk tentang pernikahan yang baru saja ia jalani dengan Tristand. Untuk sejenak, pekerjaannya adalah pelarian dari kenyataan yang rumit.

Namun, di tengah kesibukannya, ponselnya bergetar di atas meja, mengirimkan notifikasi pesan baru. Tanpa berpikir panjang, Rindu meraih ponsel itu, berharap pesan tersebut berasal dari salah satu klien atau rekan kerjanya yang membutuhkan konfirmasi cepat. Namun, alisnya berkerut ketika melihat nomor tak dikenal di layar.

Pesan itu singkat namun langsung membuatnya tertegun.

“Kita makan siang bersama hari ini. Aku akan menjemputmu saat istirahat. – T”

Rindu menghela napas panjang. Hanya satu orang yang mungkin mengirim pesan dengan inisial itu: Tristand. Pria itu baru saja masuk ke kehidupannya sebagai suami, dan sekarang tiba-tiba memutuskan bahwa mereka harus makan siang bersama tanpa bertanya terlebih dahulu.

'Iblis ini bagaimana dia tahu segalanya? pertama dia tau tempat kerjaku dan sekarang nomor handphoneku, aku harus berhati-hati dengannya' monolog Rindu dalam hati melihat Tristand yang selalu tau segalanya.

"Pesan dari siapa? kenapa hanya bengong?" tanya Sari teman kantornya yang melihat Rindu terbengong memegang Hp nya setelah membaca sebuah pesan.

"Ah... tidak penting. Orang iseng saja sepertinya" jawab Rindu singkat dan disambut dengan anggukan kepala oleh Sari.

“Sepertinya dia tidak pernah bertanya apakah aku mau atau tidak,” gumam Rindu pelan sambil meletakkan ponselnya kembali di meja. Rasa kesal mulai merayap di hatinya. Bagaimana bisa Tristand begitu saja memutuskan sesuatu tanpa meminta persetujuannya? Padahal, mereka hampir tidak mengenal satu sama lain, dan sekarang ia harus mengikuti keinginan pria itu tanpa diberi pilihan.

Rindu kembali mencoba fokus pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terganggu. Ia memikirkan bagaimana seharusnya ia merespons pesan itu. Haruskah ia menolaknya? Namun, bagaimana jika itu akan membuat pria itu marah? Tetapi, di sisi lain, mengapa Tristand tidak memberinya ruang untuk menolak?

Pikiran-pikiran itu berputar-putar di kepala Rindu, membuatnya tanpa sadar mulai mengomel pada dirinya sendiri. “Apa dia pikir aku ini bonekanya yang bisa diatur sesuka hati? Apa dia tidak paham aku sedang sibuk? Dasar laki-laki tidak berpendirian, kemarin bilang jalani hidup masing-masing tanpa saling mengganggu dan sekarang dia malah mengganggu hidupku! Dasar Egois”

Suara kecil yang terus menggerutu di dalam dirinya akhirnya terdengar oleh seseorang di dekatnya. Sari yang duduk di meja sebelah, mendongak dari pekerjaannya. Ia menatap Rindu dengan tatapan penasaran yang bercampur geli.

“Rindu,” panggil Sari dengan nada menggoda, “dari tadi aku dengar kamu ngomel sendiri. Ada apa?”

Rindu tersentak, baru sadar kalau dia telah berbicara keras-keras. Ia segera memalingkan wajahnya dari layar monitor dan berusaha tersenyum pada Sari, meskipun senyum itu lebih terlihat seperti cengiran canggung.

“Ah, Sari, maaf ya. Aku nggak sadar ngomong sendiri. Banyak hal yang... ah, gimana ya, bikin kepalaku pusing,” jawab Rindu, mencoba meredam kegelisahan yang tiba-tiba terasa begitu besar.

Sari menatap Rindu lebih lekat, lalu menarik kursinya lebih dekat. “Ada apa sih? kamu ada masalah?”

Rindu menghela napas lagi, kali ini lebih panjang. Sari memang selalu bisa menangkap perubahan kecil dalam sikapnya, dan Rindu tahu, sahabatnya itu tidak akan berhenti bertanya sampai ia mendapat jawaban yang memuaskan.

“Tristand ngajak makan siang” jawab Rindu ketus

Mata Sari melebar sedikit. “Oh, jadi kamu sudah sering diajak makan siang sama suami kamu? Wah, romantis dong! Eh, tunggu… tapi kok kamu jutek gitu? Bukannya itu bagus?”

Rindu menggeleng. “Bukan itu masalahnya. Laki-laki itu tidak berprinsip. Kemarin bilang apa sekarang bilang apa. Aneh...” jawab Rindu sambil terus melanjutkan pekerjaannya

Sari tersenyum, mencoba memahami situasi yang diceritakan Rindu. “Oo... gitu. Eh ngomong-ngomong Richard kemana? apa Tristand sudah cerita kemana perginya adiknya itu”

Rindu hanya menggeleng pasrah, mengingat setiap ia bertanya tentang Richard, selalu diikuti oleh kemarahan dari Tristand.

Sari menepuk bahu Rindu pelan, memberikan dukungan yang tak terucap. “Mungkin Tristand memang yang terbaik untuk kamu Rindu, apalagi rumor tentang Richard yang sudah menghamili Renata” Sari segera menutup mulutnya. Ia lagi-lagi keceplosan di depan sahabatnya itu. Rindu sangat percaya kepada Richard dan tentang rumor itu, beberapa kali Richard sudah menjelaskan bahwa itu hanya fitnah yang ditujukan kepadanya.

***

Saat jam istirahat tiba, Rindu keluar dari kantor dan melihat Tristand sudah menunggu di depan gedung dengan mobil hitamnya. Rindu merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Kita akan pulang sekarang!" ucap Tristand tiba-tiba saat Rindu baru saja masuk ke dalam mobil.

"Pulang? ini belum waktunya pulang. Kamu bilang kita akan makan siang, bukan pulang" Rindu mengernyitkan dahinya melihat ke arah Tristand yang mulai melajukan mobilnya.

Melihat Tristand tidak merespon pertanyaannya membuat Rindu semakin kesal.

"Kamu pikir kamu siapa? seenaknya menentukan hidup orang. Kemarin kamu bilang kita jalani hidup masing-masing tapi sekarang apa? heh... Dasar pria tidak punya pendirian" Umpat Rindu kepada Tristand namun tidak digubris olehnya, dia tetap dengan wajah datar dan fokus mengemudi.

'aku akan membuat perhitungan denganmu Tristand, kamu pikir aku akan diam saja diperlakukan seperti bonekamu' pikir Rindu yang merasa sangat kesal dengan sikap Tristand.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami tanpa Pilihan   Ceraikan aku

    Di suatu malam yang sunyi, di dalam kamar villa mereka, Rindu berdiri di dekat jendela, menatap gelapnya langit Bali. Hatinya dipenuhi oleh kelelahan yang menumpuk. Rasa kecewa yang tak pernah ia ungkapkan kini mendesak keluar. Sudah terlalu lama ia merasa tidak dipahami. Malam itu, perasaan itu mencapai puncaknya.Tristand sedang duduk di ranjang, sibuk dengan laptopnya, mengetik pesan atau mungkin menyelesaikan beberapa pekerjaan. Rindu menghela napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara.“Tristand,” Rindu memulai dengan suara pelan, namun tegas.Tristand mengangkat kepalanya sebentar, lalu kembali ke layar laptopnya. “Ada apa?” jawabnya singkat, seakan tak terlalu tertarik dengan percakapan ini.Rindu menggigit bibirnya, menahan kemarahan yang sudah menumpuk. Dia mengambil napas dalam lagi sebelum mengatakannya. “Aku sudah lelah. Aku ingin kita bercerai.”Tristand langsung menghentikan aktivitasnya. Dia menutup laptopnya dengan suara keras, menatap Rindu den

  • Suami tanpa Pilihan   Kalut

    Rindu dan Mario melangkah kembali ke dalam aula hotel, setelah insiden di luar tadi. Udara dingin dalam ruangan tak bisa menghilangkan kecanggungan yang menyelimuti Rindu. Pikirannya masih melayang-layang pada kejadian yang baru saja terjadi, bagaimana Mario menyelamatkannya dari serangan pria asing itu. Namun, saat mereka masuk ke aula, tatapan tajam yang datang dari kejauhan menyentakkan Rindu dari lamunannya. Tristand berdiri di sana, memandang mereka dengan wajah dingin.Rindu merasa ada sesuatu yang tidak beres. Mario tampak lebih tenang, namun saat Tristand mulai melangkah mendekat dengan cepat, Rindu bisa merasakan hawa ketegangan yang akan segera meledak."Darimana saja kamu?" Tristand bertanya dingin begitu sampai di depan Rindu, tanpa menunggu jeda.Rindu terkejut dengan nada bicaranya. "Aku—""Dan kenapa kau malah berjalan bersama Mario?" Tristand melanjutkan, suaranya semakin rendah namun penuh dengan kecurigaan.Mario, yang berdiri di samping Rindu, mencoba menjelaskan si

  • Suami tanpa Pilihan   Pria tidak dikenal

    Rindu merasakan hawa panas yang tidak biasa di lorong tempat dia berjalan. Tubuhnya terasa kaku, dan detak jantungnya berdegup semakin cepat. Malam itu, setelah merasa bosan karena Tristand lebih sibuk dengan urusan bisnisnya, Rindu memutuskan untuk mencari udara segar di luar hotel.Dia berjalan keluar sendirian, mengelilingi taman kecil di belakang hotel. Cahaya remang-remang dari lampu taman tidak terlalu membantu menghilangkan rasa gelisah yang tiba-tiba melanda. Suasana sepi, suara dedaunan yang tertiup angin menggores keheningan, membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Kenapa aku ke sini? Seharusnya aku tetap di dalam ruangan, pikirnya sambil memegang erat gaunnya yang tipis. Perasaan takut tiba-tiba menyergapnya, membuat Rindu merasa ada sesuatu yang mengawasinya dari balik pepohonan.Langkah Rindu melambat saat dia mendengar suara ranting patah di belakangnya. Matanya menajam, mencoba mencari sumber suara. Namun, ketika ia menoleh, tidak ada siapa pun di sana.Mungkin hanya pe

  • Suami tanpa Pilihan   Bertemu kembali

    Rindu akhirnya menyerah pada ketakutannya. Pikirannya masih dilingkupi rasa takut sejak menonton film horor dan mendengar cerita hantu dari Tristand. Villa besar yang tadinya tampak indah kini terasa menyeramkan. Tidak ada pilihan lain, ia memutuskan untuk ikut Tristand ke acara bisnisnya. Daripada harus sendirian di villa, ia lebih baik bosan di acara pertemuan tersebut.Pagi itu, seperti biasa, Tristand membawanya ke sebuah butik mewah untuk makeover. Ia tahu betul bahwa Rindu tidak pernah terlalu peduli dengan penampilan. Sebagai putri kesayangan ayahnya, Pak Surya, Rindu terbiasa dengan kehidupan yang lebih santai dan sederhana. Jiwa bebasnya membuatnya sering kali menolak untuk berdandan, meskipun ia sadar bahwa sebagai istri dari seorang pria sukses seperti Tristand, penampilan sangat penting. Namun, ayahnya tidak pernah memaksanya. Pak Surya membiarkan Rindu menjalani hidup sesuai keinginannya, karena tidak ingin melihat putrinya yang ceria itu tertekan."Kenapa harus ke butik

  • Suami tanpa Pilihan   Jumpa fans

    Pagi itu, Rindu bangun dengan perasaan yang sangat segar. Udara di villa terasa sejuk, dan sinar matahari yang menerobos masuk lewat jendela kamar menambah semangatnya. Hari ini adalah hari pertama ia benar-benar bisa bersantai setelah tiba di Bali. Ia memutuskan untuk menikmati fasilitas villa yang luar biasa lengkap, termasuk gym pribadi yang tersedia di sana. Dengan senyum lebar, Rindu langsung berganti pakaian olahraga dan turun ke ruang fitness.Villa ini benar-benar mewah. Tidak hanya besar dan artistik, tetapi juga dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap—dari kolam rena⁵⁵ merasa betapa beruntungnya ia bisa tinggal di tempat seperti ini, setidaknya untuk seminggu ke depan. Di ruang gym, ia memulai rutinitas olahraga dengan menggunakan treadmill dan beberapa alat lainnya.Setelah selesai, tubuhnya terasa segar dan otot-ototnya lebih rileks. Keringat membasahi tubuhnya, tetapi Rindu senang. Dengan tubuh yang lebih bugar, ia berjalan menuju dapur untuk mengambil sarapan yang sudah

  • Suami tanpa Pilihan   Otak Bisnis

    Setelah panggilan Whilliam berakhir, suasana di meja makan menjadi sunyi. Tristand tetap tenang, mengunyah makanannya, sementara Rindu merasa sedikit canggung. Permintaan ayah mertuanya tentang cucu perempuan masih terngiang di telinganya, menciptakan perasaan aneh di antara mereka.Rindu memainkan garpunya, menatap piring tanpa nafsu makan. Dalam pikirannya, ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya dipikirkan Tristand tentang permintaan itu. Namun, seperti biasa, ia terlalu enggan untuk bertanya. Tristand, di sisi lain, tampak tidak terlalu memikirkan hal itu, seolah-olah percakapan tadi hanyalah hal kecil yang tak penting.Di tengah keheningan itu, Tristand tiba-tiba berbicara dengan nada datar. "Besok aku akan menghadiri pertemuan. Kau mau ikut atau tidak?"Rindu mendongak, terkejut dengan pertanyaan itu. "Pertemuan?" ulangnya, ingin memastikan ia tidak salah dengar."Iya, pertemuan bisnis," jawab Tristand sambil menyuap nasi goreng, masih tanpa menatap Rindu. "Kau pikir kita di sini

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status