Home / Urban / Suami yang Dikhianati kini Mendominasi / Kecerdasan Bukan Keberuntungan?

Share

Kecerdasan Bukan Keberuntungan?

Author: Dewanu
last update Last Updated: 2024-08-23 14:35:50

Malam itu, Andra masuk dan meletakkan apel kesukaan Sofi di meja sudut kamar mereka. Ia melihat istrinya itu tidak merespon sedikitpun apa yang ia bawakan untuknya.

Andra mengerti, Sofi mungkin sudah kenyang dengan buah-buahan mewah itu sehingga ia tak menawarkan bawaannya.

Andra duduk di samping Sofi yang berbaring sambil tersenyum-senyum sendiri.

"Aku berharap suamiku bisa setara dengan para pria sukses di sana. Memakai jas mahal, arloji mewah... Rasanya menyenangkan sekali saat menjadi pusat perhatian," ujar Sofi, matanya berbinar mengenang pesta itu. "Aku sadar saat berdiri di dekat Riko, aku merasa sangat dihargai oleh tatapan para wanita itu," lanjutnya.

Deg!

Tangan Andra mengepal kuat, ia tak pernah menyadari sisi lain dari Sofi istrinya. Selama ini Sofi terlihat idak perduli dengan penampilan luar seseorang sehingga ia menyukainya.

Dia tak pernah berpikir Sofi sama dengan ibu dan kakak perempuannya. Akan tetapi... apakah dia sungguh telah berubah?

"Kau senang memiliki kehidupan seperti itu, atau kau justru menyesal menikah denganku?" tanya Andra kemudian.

Sofi tersentak, ia tau Andra mungkin tersinggung. Ia mulai merapatkan bibirnya yang keceplosan.

"Bukan begitu, Andra. Aku akan bekerja dengan baik. Setelah mereka memberiku jabatan tinggi, aku akan membawamu serta dan bekerja di perusahaan besar," bantahnya gugup. "Kak Sera memperkenalkan beberapa orang hebat, aku yakin mereka punya pekerjaan untukmu."

Semburat merah terukir di wajah Andra, dia berusaha keras untuk menahan kemarahannya.

"Tidurlah, aku sudah bekerja sekarang. Kau tidak perlu mencarikan aku pekerjaan."

Sofi menunduk saat melihat sorot mata Andra yang menakutkan sehingga iapun menarik selimutnya dengan cepat untuk menghindari tatapan Andra.

Sementara Andra tidur dengan gelisah. Bayangan wajah Sofi yang penuh kekecewaan terus menghantuinya. Ia ingin sekali menceritakan segalanya soal jati dirinya sekarang, namun kata-kata Sofi tadi membuatnya ragu.

Semburat merah masih terlihat jelas di wajahnya. Ia menatap langit-langit kamar, pikirannya melayang jauh. Rencana untuk mengungkapkan identitasnya sebagai pewaris Andromeda sirna begitu saja. Kata-kata Sofi tadi seperti pukulan telak baginya, membuat suasana hatinya memburuk.

Pagi harinya, seperti biasa Andra akan memasak sarapan untuk Sofi karena Sofi sangat suka dengan nasi goreng buatannya.

Ia sudah melupakan sikap Sofi yang membuatnya kecewa tadi malam. Ia berharap Sofi akan kembali seperti sebelumnya.

Saat kembali ke kamar dengan sepiring nasi goreng, ia melihat Sofi sudah bangun dan asyik dengan ponselnya.

"Sofi, makanlah dulu nasi goreng buatanku sebelum bekerja. Aku juga menambahkan irisan sosis yang sudah digoreng," katanya dan mengulurkan piring ke hadapan Sofi.

"Iya, tunggu sebentar, aku sedang membalas pesan Riko."

"Riko? Kau terlalu dekat dengan atasanmu?"

"Ayolah, Andra. Aku asisten pribadinya, aku akan sering bertemu dengannya."

Andra meletakkan piring di atas nakas, jakunnya mulai naik turun menahan perih di dadanya, rasa cemburu mulai menyergapnya. "Berhentilah bekerja, aku sudah bekerja sekarang."

Sofi menatap Andra termangu, "Apa kau sadar dengan ucapanmu? Aku baru beberapa hari bekerja dan kau sudah mau mengacaukan hidupku!" katanya sarkastik.

"Sofi... aku...Aku sungguh bisa mencukupi hidupmu. Apa yang kau inginkan? Aku akan membelikan apa saja yang kau inginkan selama kau berada di dekatku. Berhentilah bekerja, aku berjanji padamu untuk menjadi suami yang mewujudkan keinginanmu."

Sofi benar-benar dibuat terperangah dengan ucapan Andra. "Kau baru saja berkhayal? Selama pernikahan ini kau bahkan tidak bisa membelikan aku sepatu yang kuinginkan. Tapi dalam tiga hari, Riko mewujudkan semuanya untukku!"

Andra mencengkram sisi tempat tidur di bawahnya, ia mungkin terlambat, tapi ia sungguh mampu melakukannya sekarang.

"Kau sungguh berpikir bisa membeli apa yang kuinginkan?" ujarnya dengan senyum mengejek dan menepis sentuhan Andra.

"Sofi, aku berjanji akan membeli apa yang kau inginkan, percayalah padaku," kata Andra masih berusaha meyakinkan.

Sofi tak menjawab, ia turun dari tempat tidur dengan wajah cemberutnya. Hal itu membuat Andra kecewa lagi.

"Sofi, kenapa kau dulu menyukaiku?" tanya Andra pelan.

Sofi masih diam lalu melepaskan piyama tidurnya untuk menuju kamar mandi.

"Jawablah, aku ingin mendengar apa pendapatmu sekarang."

Sofi yang sudah melilitkan handuk di tubuhnya segera berbalik menatap Andra yang masih duduk di tempat tidur.

"Aku pikir kau dulu punya keberuntungan karena kecerdasanmu. Akan tetapi aku sadar sekarang, bahwa kecerdasan bukanlah keberuntungan," katanya lalu meninggalkan Andra.

Andra merenungi ucapan Sofi barusan. Memang benar Sofi sangat menyukai bagaimana ia sangat populer karena tampan dan cerdas.

Sofi tak perduli kalau dirinya hanyalah anak seorang pengrajin bambu yang dijual di pasar.

Akan tetapi setelah dua tahun menikah, sepertinya Sofi telah berubah.

Tidak jauh dari pemikiran Sofi, ia dulu juga merasa bersyukur karena memiliki wajah tampan dan cerdas. Karenanya ia bisa meraih hati Sofi yang ia kagumi. Ia berpikir mereka akan bahagia dan saling mencintai selamanya. Akan tetapi, ia telah salah mengira!

Tiba-tiba sebuah panggilan masuk ke ponselnya.

"Tuan Andra, Anda harus menghadiri pertemuan di Convert Hall malam ini, untuk itu Anda harus mempersiapkan diri. Saya akan segera menjemput..."

"Tunggu, aku akan pergi sendiri. Jangan pernah menjemputku!"

Isabel terkejut, ia sampai menjauhkan ponselnya karena Andra berteriak saat mengatakannya.

"Baik tuan, terserah Anda."

Setelah menutup telepon, tak lama dari itu Sofi keluar dari kamar mandi. Ia sempat mendengar Andra berteriak tadi.

"Siapa yang menelponmu?" tanyanya.

"Ah, tak ada, cuma masalah pekerjaan."

"Oh."

Segera Andra masuk kamar mandi dan membalas sikap acuh Sofi. Ia benar-benar merasa hancur.

"Aku tak percaya, bagaimana bisa kau membandingkan aku dengan uang?" lirihnya.

Prakk!!

Pukulan keras menghantam kaca wastafel sehingga tergambar pola retakan.

Setelah puas meluapkan, Andra segera keluar kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Pada saat itu Sofi mendekatinya.

"Andra, sebenarnya aku, Sera dan ibuku sudah bermusyawarah," katanya sedikit canggung. "Aku memutuskan untuk bercerai darimu."

Andra mengangkat pandangannya pada wanita yang menunduk dengan selembar kertas di tangannya.

"Untuk itu, tanda tangani saja surat perceraian ini," katanya dan meninggalkan Andra di kamar itu, begitu saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami yang Dikhianati kini Mendominasi   Siapa Aku Bagimu

    "Untung saja aku lewat sini dan melihat salah satu pengawal ayahmu. Kalau tidak, kalian pasti kewalahan melawan anjing gila hanya dengan cangkul." Isabel sempat kebingungan karena Andra tiba-tiba muncul dengan beberapa orang. "Apa yang kau lakukan di sini? Bukannya kau..." "Itulah sebabnya aku tidak mau menemani ayahmu di klub, itu karena aku tidak mau kamu melakukannya sendirian." Entah mengapa, udara dingin yang tadinya mencekam berubah menjadi hangat dan penuh keberanian. Kehadiran Andra membuatnya penuh semangat untuk melanjutkan misinya. "Di mana lokasinya?" tiba-tiba Andra bertanya. Isabel memandu langkah menuju jalan setapak yang dipenuhi belukar. Cahaya bulan mengiringi langkah mereka. Setelah Isabel menunjukkan tempatnya, beberapa orang diantara mereka mulai menggali tanah. Mereka sangat waspada, akan tetapi Isabel terlihat gelisah dan mengeluarkan air mata. "Andra, aku ingin memindahkan jasad ayahku," lirihnya. "Tidak Isabel, ini bukan waktu yang tepat. Tuj

  • Suami yang Dikhianati kini Mendominasi   Bantuan

    Untuk beberapa saat Isabel hanya bisa terdiam cemas. Tidak mudah melalui semua ini sendirian, dia sungguh membutuhkan Andra. "Nanti malam, bisakah kau meminta ayahku datang mengunjungimu? Aku ingin kau mengecoh ayah untuk beberapa waktu," kata Isabel pelan. "Apa maksudmu? Memangnya apa yang mau kau lakukan?" "Tentu saja aku akan membongkar makam ayahku dan menemukan chip itu sebelum ayahku mendapatkannya." Andra merenung, lalu menatap Isabel. "Aku tidak bisa, sebaiknya kau meminta Zein saja mengobrol dengan ayahmu. Aku bisa meyakinkan Zein tanpa dia tau apapun." Isabel benar-benar tak menduga jawaban Andra yang menolak membantunya. "Tapi..." "Serahkan saja soal Zein padaku dan aku sebenarnya tidak setuju kalau kau yang membongkar makam ayahmu." "Kenapa tidak? Inilah satu-satunya jalan untuk menemukan kebenaran pembunuhan ayah, aku putrinya, aku yang akan bertanggung jawab sepenuhnya," pungkas Isabel. Andra menatapnya datar, "Benarkah? Ah ya, kau memang seorang pember

  • Suami yang Dikhianati kini Mendominasi   Harapan

    Jika dipikirkan kembali, Sofi merasa menyesal membuat hubungan mereka hancur berantakan. Akan tetapi Sofi juga bersyukur Andra bukanlah pendendam. Siapa tau hubungan mereka bisa diperbaiki kembali, Sofi tak keberatan. Pada dasarnya Andra terlihat sangat memperhatikan dirinya, meskipun sudah tahu mereka sudah bercerai dan menjalin hubungan dengan Riko. "Kamu keren," tiba-tiba Sofi memuji Andra membuat Andra tersenyum tipis. "Dulu kau juga memujiku begitu, tapi sepertinya aku pantas dibilang keren." Sofi terdiam sebentar, memikirkan dulu saat dia memuji Andra si bintang kelas yang tampan. Cerdas, cool dan juga tampan wajahnya. "Kau memang pantas." Sofi menatap Andra yang tidak memberikan respon lebih baik. Pria itu malah melemparkan pandangan ke arah lain tanpa bersuara. Lalu Andra segera mengambil makanan yang tadi sudah dipesan untuk melahapnya. Sofi sedikit canggung, Andra terlihat murung. "Kamu terlihat sedih, apa ada masalah?" Sejenak Andra menatapnya, "Ya, ayah

  • Suami yang Dikhianati kini Mendominasi   Kemampuan

    Daren mengerutkan dahinya, berpikir soal jalan pikiran Andra yang selangkah lebih maju dibandingkan dengannya. Dia sedikit menyesal karena bersikap kasar pada putranya. "Aah... seharusnya kau bilang sejak awal..." "Ayah nggak nanya dulu. Lagipula ayah sudah mempercayakan Andromeda untukku, tapi Ayah masih juga menganggap aku anak kecil." "Ekhem... bukan begitu. Setidaknya kau ceritakan saja rencanamu, jadi ayah nggak akan protes." Andra sudah merapikan berkas lalu duduk di sofa dengan wajah berkerut seolah memikirkan sesuatu. "Apa yang kau pikirkan?" tiba-tiba sang ayah menegurnya. Andra menatap sejenak ayahnya, "Ayah, jasad Paman Burhan, bagaimana kita menemukannya? Aku penasaran bagaimana paman Gendon menyembunyikan." "Kita akan lihat nanti, sepertinya dia sudah mulai gelisah karena Isabel mulai ketahuan menyelidiki kematian ayahnya." Andra tertegun, "Bukankah itu terlalu berbahaya?" "Lalu harus bagaimana, dia pasti menduga akulah yang memprovokasi Isabel. Itulah

  • Suami yang Dikhianati kini Mendominasi   Sadar?

    "Setelah semua kesalahan yang kita lakukan, ternyata Andra masih membantumu juga membantuku. Tidakkah kamu merasa aneh?" katanya dengan mimik wajah serius, "Aku memikirkannya, apakah mungkin dia sebaik itu?" Riko tertegun, Andra memang tidak terkesan mendendam. Andai semua itu terjadi pada dirinya, bisa saja dia membunuh lelaki itu atau bahkan wanitanya. Andra punya kemampuan untuk melakukannya tapi dia sangat baik dan sempurna untuk berlapang dada. "Benar juga, aku hanya merasa dia lelaki lemah yang tidak berani melakukan apapun pada orang lain. Tapi siapa yang tau kalau dia merencanakan sesuatu?" Sofi juga Riko terdiam, mengenang betapa besar jasa Andra terhadap perusahaan mereka. "Aku sadar sekarang, sepertinya kita sudah dalam jeratan yang disiapkan Andra untuk menjadi bagian dari Andromeda...," tiba-

  • Suami yang Dikhianati kini Mendominasi   Berubah

    Dulu Andra tak seperti ini. Pria ini lemah lembut dan tidak mudah marah. Sangat aneh karena perubahan karakter terjadi hanya karena dia berkuasa. Perubahan emosi yang menggebu biasa dikarenakan ketidak puasan atas sesuatu tapi apa yang diharapkan Andra saat ini? Dokter Mark juga merasakan perubahan sikap Isabel yang semakin cerewet dan membantah ucapan Andra tanpa merasa bersalah. Seolah membuat Andra marah adalah sebuah cara untuk menunjukkan keterikatan dan menguji seberapa jauh Andra perduli dengannya. Saat ini dokter Mark justru sengaja membuat Andra meledak dengan mencoba memprovokasi Andra menyebutkan betapa perhatiannya Zein pada gadis ini. "Eh eh, kenapa kau bilang itu kolaborasi bodoh?" Andra tak menggubris lalu melenggang pergi meninggalkan dokter Mark bersama Isabel. Isabel terkekeh, merasa mendapatkan pembelaan dari dokter Mark. Saat dokter Mark melihatnya, Isabel hanya mengedikkan bahunya. "Kau bisa dipecat karenanya," dokter Mark memperingatkan. "Memang itul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status