Jangan lupa vote. like, dan komen ya
Menjelang waktu makan malam, Catleya membereskan pekerjaannya kemudian turun ke lantai tiga. Di sana Ineke dan yang lain sudah menunggu. Rupanya staf wanita yang tadi makan siang bersama Catleya belum puas menggoda. Mereka kembali membahas kedekatan Catleya dengan Milly sambil bisik-bisik.Catleya memilih untuk tetap diam daripada bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin mengikrarkan pernikahannya dengan CEO, jadi biarlah para staf itu berasumsi sendiri selagi masih bersikap masuk akal. Toh, dia juga tidak bisa mengendalikan ucapan dan pemikiran setiap orang/ Rombongan dibagi menjadi dua. Staf pria ikut mobil Pak MK, sedangkan yang wanita ikut mobil Ineke. Sepanjang jalan, Catleya juga tidak banyak bicara. Hanya menatap gedung-gedung tinggi yang berkelebatan melalui jendela mobil."Leya, nanti kamu pulang bareng kami lagi, kan?" tanya Ineke."Mungkin nanti aku pulang naik taksi saja," jawab Catleya. Ineke tidak tahu tempat tinggal barunya ada di mana. Bagusnya juga tidak perlu tahu.
Sementara para staf sibuk memesan makanan, Bintang membuka obrolan dengan Rajendra. Sebagai tuan rumah acara itu, dia merasa perlu menawarkan lebih dulu kepada sang tamu penting. Meski jujur, Bintang merasa kesal karena Rajendra datang tanpa diundang. Entah ini tak disengaja atau Rajendra memiliki tujuan tertentu untuk mengacaukan acara penting divisinya.“Pak Rajendra mau pesan apa?” tanya Bintang. “Sama dengan Pak Bintang saja,” balas Rajendra juga memakai bahasa yang formal.“Baik kalau begitu kita pesan menu favorit di kafe ini.”Bintang lalu memanggil pelayan kafe untuk menanyakan menu unggulan dari kafe tersebut. Ternyata yang paling banyak dipesan oleh pengunjung adalah steak wagyu. Bintang langsung memesan makanan tersebut untuk dirinya dan Rajendra. Akan tetapi di luar dugaan, Rajendra kembali memanggil pelayan itu.“Mbak, saya pesan steak wagyu satu porsi lagi, satu brownies, dan satu mochi ice cream,” ucap Rajendra. Semua orang kembali dibuat tercengang. Mungkinkah CEO Ch
Iris mata Catleya terbelalak lebar. Pertanyaan macam ini. Apakah Rajendra sekadar iseng atau pria ini memiliki maksud terselubung? Sialnya pertanyaan Rajendra itu membuat gejolak aneh muncul dalam diri Catleya. Pipinya terasa memanas. Lebih parahnya lagi pikirannya langsung ke mana-mana, membayangkan sesuatu yang tidak seharusnya. Sebelum Rajendra menyadari reaksinya, Catleya buru-buru menundukkan wajah. Enggan untuk bertatapan langsung dengan sang suami. Namun Rajendra menggamit dagu Catleya dan memaksanya untuk bersitatap.“Apa kamu berminat punya anak?” tanya Rajendra sekali lagi. Catleya pun menahan napas lantaran ujung hidungnya hampir bersentuhan dengan Rajendra. Mundur pun tidak mungkin karena punggungnya sudah menempel pada pintu. “S-saya pernah bilang tidak mau hamil, dan itu juga tidak mungkin terjadi,” jawab Catleya gugup. “Kenapa tidak mungkin? Kamu adalah wanita yang bersuami,” kata Rajendra.“Tapi suami saya adalah Bapak dan kita sudah berjanji untuk tidak saling me
“Apa Bapak tidak mengidolakan Maharani? Dia punya banyak fans pria,” celetuk Catleya tiba-tiba.“Saya tidak menyukai perempuan yang agresif dan berpenampilan terbuka,” jawab Rajendra.Pemuda tampan itu semakin mengeratkan pelukannya, menghirup harum aroma vanila dari tubuh sang istri. Aroma manis ini yang telah memikatnya sejak mereka bertemu untuk pertama kali. Sayang sekali Catleya belum juga mengingatnya hingga detik ini. Berbeda dengan Rajendra yang merasa nyaman, Catleya justru sangat kepanasan. Bukan hanya karena bajunya yang berlapis-lapis, melainkan akibat dipeluk oleh Rajendra. Detak jantungnya juga berdebar makin kencang. Jika begini terus mungkin dia tidak akan tidur sepanjang malam.Catleya pun memutar otak, bagaimana supaya dia bisa melepaskan diri dari Rajendra. Tak ada cara lain, kecuali dia harus melakukan sesuatu yang cukup ekstrem. “Bapak sudah tidur?”“Hmmmm,” gumam Rajendra. “Maaf, saya mendadak ingin ke toilet. Bisa lepas sebentar, Pak?”Dengan malas, Rajendra
Saat ini Catleya sedang kepikiran mengenai tugas berat yang harus ia jalani. Namun, ia tidak boleh menyerah begitu saja. Lagi pula belum tentu juga dia akan bertemu dengan Adrian di perusahaan. Justru ini adalah kesempatan bagus untuk membuat Rajendra merasa risih dengan dirinya.Usai sarapan, Rajendra langsung masuk ke ruang kerjanya. Entah untuk bekerja atau sekadar menghindar, Catleya juga tidak tahu. Yang jelas ia akan melanjutkan rencananya untuk bersikap agresif. “Pak, saya duluan, ya. Saya akan mempersiapkan dokumen yang akan kita bawa ke Verdana Group,” ujar Catleya seraya melongok ke dalam. Rajendra hanya menanggapi dengan anggukan sembari mencatat sesuatu di buku agendanya. Melihat sang suami dalam mode serius, sebuah ide gila mendadak muncul di benak Catleya.Tanpa permisi, ia menyelonong masuk kemudian mendekati Rajendra yang sedang duduk menghadap meja. Kedatangan Catleya otomatis membuat Rajendra berjengit kaget. Belum juga ia menghindar, Catleya tiba-tiba merampas pul
Rajendra datang sekitar pukul sembilan dan langsung memanggil Pak Haikal beserta kru iklan ke ruangannya. Pria itu kembali membahas tentang proses syuting iklan yang akan dimulai besok bersama Maharani. Selama itu juga Catleya menyibukkan diri, memeriksa kelengkapan berkas yang akan dibawanya ke Verdana Group. Sekarang ini tugasnya hanyalah mengerjakan setiap instruksi yang diberikan sang CEO tanpa membantah. Soal hubungan antara Maharani dan Rajendra, biarlah waktu yang akan menjawabnya. Lagi pula bukankah dia memang ingin berpisah dari Rajendra setelah tujuan mereka tercapai?“Leya, kita berangkat lima menit lagi.” Begitu selesai meeting, Rajendra langsung menghubungi Catleya melalui interkom.“Baik, Pak.”Catleya segera meraih tas, map file, dan laptop yang telah disiapkannya sejak tadi. Rajendra sudah menunggunya di depan pintu, lalu mereka berjalan beriringan menuju ke lift. Sepanjang jalan menyusuri lobi, para karyawan yang berpapasan dengan Rajendra mengucapkan salam penuh hor
Catleya menyimak setiap penjelasan yang diberikan Adrian dengan seksama, lalu mencatat point penting pada laptopnya. Bagi Catleya keberadaan Adrian tidak berpengaruh apa-apa, sama seperti kolega bisnis pada umumnya. Lagi pula ini adalah sebuah ajang pembuktian kepada Rajendra bahwa dia telah melupakan Adrian. Tak ada lagi ruang yang tersisa bagi pria itu. Sementara Adrian sendiri berusaha mengatasi rasa gugupnya. Berdiri di hadapan mantan kekasih dan suaminya, tentu saja bukanlah hal yang mudah. Apalagi mereka menjadi klien perusahaan yang harus dihormati. Adrian pun sempat lupa dengan apa yang harus dikatakannya, hingga harus mengulangi beberapa kalimat.Beruntung dalam beberapa menit terakhir, Adrian mulai fasih dalam melakukan presentasi. Bagaimanapun dia sudah terlatih untuk pekerjaan semacam ini selama hampir lima tahun. Hanya saja situasi ambigu di dalam ruang rapat membuatnya hilang fokus. Selepas Adrian menyelesaikan presentasinya, Pak Anggara mengambil alih. Dia merasa sung
“Terima kasih atas makan siangnya, Pak Anggara. Kami harus kembali ke kantor sekarang,” ujar Rajendra mohon diri.“Sama-sama, Pak Rajendra. Lain kali saya akan mengajak Anda makan malam di tepi pantai saat kita berkunjung ke Bali.”“Baik, Pak, sampai jumpa lagi.”Setelah berjabat tangan dengan Pak Anggara, Rajendra mengajak Catleya keluar dari restoran. Sementara Adrian hanya bisa menatap punggung Catleya yang kian menjauh. Entah mengapa ada rasa tak rela di dalam hatinya ketika melihat Catleya bersama pria lain.Hanya saja ia tidak mampu kembali ke masa lalu. Roda waktu terus berputar ke depan, begitu pula dengan kisah asmaranya. Lebih baik ia berdamai dengan keadaan dan memusatkan perhatian kepada calon bayinya di dalam rahim Meliana. Mungkin Catleya memang tidak ditakdirkan untuk menjadi pendamping hidupnya, dan ia harus belajar menerima hal itu.***Berbeda dengan tadi, dalam perjalanan pulang ke kantor Catleya memilih duduk di samping Pak Harun. Dia tidak berani dekat-dekat dulu