Catleya mendadak dijodohkan dengan Rajendra, seorang pemuda desa yang usianya terpaut enam tahun lebih muda darinya. Saat perempuan itu ingin menolak, Rajendra tiba-tiba menawarkan sebuah bantuan bila Catleya bersedia menjadi istrinya.... Lantas, apa tawaran Rajendra? Dan mengapa Catleya curiga dengan identitas asli pria itu yang sepertinya mencengangkan...?
Lihat lebih banyakLangkah Meliana terdengar memasuki rumah. Ia sudah selesai melakukan ritual perawatan dan juga makan malam di kafe. Sungguh, tak ada yang lebih menyenangkan daripada memanjakan diri bersama dengan teman-temannya.Namun, kebahagiaan Meliana langsung pudar saat ia mendengar suara laki-laki dan perempuan yang sedang mengobrol dengan akrab.“Jadi, anak muda di desamu banyak yang merantau ke Jakarta?” tanya Adrian pada Maya.“Iya, Mas. Rata-rata mereka ingin mencari pekerjaan yang lebih baik. Ada juga yang pergi untuk menghindari perjodohan. Di desa kami, masih ada tradisi menikah muda sebelum usia dua puluh tahun. Dulu, teman saya sampai pura-pura pingsan supaya tidak dijodohkan dengan juragan Surya yang berumur lima puluh tahun,” jelas Maya dengan mata berbinar.Adrian terkikik geli mendengar cerita Maya. Dari sorot matanya, nampak jelas bahwa perempuan itu sangat polos dan lugu. “Kalau kamu lebih suka di desa atau di kota?” tanya Adrian.“Uhm, saya belum tahu, Mas, karena baru beberapa
"Aaarrkkh!" teriak Maya dengan cukup lantang. Kemudian dengan cepat dia menyambar handuk dan menutupi tubuhnya dengan terburu-buru.Sementara itu, Adrian memejamkan matanya lalu berbalik badan. Pria itu menutup kembali pintu kamar mandi dan berjalan cepat menuju ruang tengah. Sungguh, Adrian benar-benar terkejut dengan kejadian yang di luar nalar itu.Di saat yang bersamaan, Adrian juga bertanya-tanya siapa wanita yang baru saja dia lihat. Kenapa dia bisa berada di dalam rumahnya, bahkan memakai kamar mandi dengan bebas? Mencoba berpikir positif, Adrian menebak bila wanita tadi adalah gadis desa yang dibicarakan oleh Meliana.Pria itu pun berusaha mencari keberadaan istrinya di ruangan lain, tetapi usahanya tidak membuahkan hasil, Meliana memang tidak ada di rumah. Akhirnya, Adrian memutuskan untuk bertanya baik-baik kepada wanita misterius itu.Di sisi lain, Maya sedikit ragu untuk keluar dari kamar mandi, dia merasa begitu malu. Rasanya ia ingin bersembunyi saja, tetapi mau tak mau
Usai menonton konferensi pers, Rajendra dan Catleya segera keluar dari kamar hotel. “Kita langsung berangkat ke bandara sekarang, Sayang. Urusan kita di sini sudah selesai,” kata Rajendra seraya mendorong koper miliknya dan Catleya.“Iya, Hubby,” jawab Catleya mengikuti langkah Rajendra.Mereka berdua masuk ke mobil sewaan yang sudah menunggu di depan lobi. Dalam perjalanan menuju ke bandara, Catleya tidak bicara karena ia yakin Rajendra masih memikirkan banyak hal. Dia lebih memilih untuk melihat-lihat kondisi jalan raya di kota Surabaya. Sebagai istri, tentu saja dia harus menjaga kenyamanan sang suami.Setelah menempuh perjalanan dari Surabaya ke Jakarta, mereka pun kembali ke apartemen dengan diantar oleh Pak Harun. Setibanya di unit apartemen mereka, Rajendra langsung mandi dan berganti pakaian.“Kamu mau pergi, Hubby?“ tanya Catleya terkejut.“Aku akan menemui Om Rinto untuk berdiskusi soal kasus Om Ibrahim. Sebelum jam sembilan, aku akan pulang,” kata Rajendra.“Kamu tidak maka
Pada akhirnya, Catleya memakan ikan asam manis yang sudah dipesan oleh Rajendra. Sebenarnya, dia juga kurang menyukai rasa masakan itu, tetapi tidaklah baik bila makanan terbuang begitu saja. Catleya pun makan pelan-pelan sambil ditemani oleh Rajendra. Lelaki itu menghabiskan makanannya lebih dahulu, sehingga sekarang Rajendra tidak punya kegiatan selain memandangi sang istri."Kenapa menatapku terus? Apa sekarang kamu ingin makan ikan?" tawar Catleya. Ia menjadi salah tingkah sebab gerak-geriknya diperhatikan oleh Rajendra dari dekat.Rajendra menggeleng pelan. "Tidak, aku hanya merasa kamu kelihatan lebih cantik akhir-akhir ini," puji Rajendra.Catleya hampir saja tersedak karena mendapat pujian berlebihan itu. Ia tidak habis pikir dengan perubahan sikap suaminya yang sangat cepat. Sebentar manja, lalu berubah kekanak-kanakan dan sekarang menjadi romantis.“Jadi, menurutmu aku dulu sangat jelek?” tanya Catleya cemberut. Tangan lelaki itu mencubit gemas pipi istrinya yang merona mera
Maya tersentak mendengar perkataan Nyonya Nandini. Terus terang, ia masih asing dengan istilah “inseminasi” yang dikemukakan oleh perempuan paruh baya itu. Hanya saja, ia berpikir bagaimana caranya bisa hamil dan melahirkan, sementara suaminya sudah lama tiada.“Bagaimana … caranya saya bisa mengandung, Nyonya? Saya tidak ….”“Kamu tidak perlu memikirkannya. Nanti dokter yang akan memberikan suntikan khusus kepadamu sampai kamu bisa hamil,” jawab Nyonya Nandini singkat.“Jadi, emansipasi itu artinya suntikan?” tanya Maya salah bicara.“Bukan emansipasi, tapi inseminasi.”Nyonya Andini menarik napas, kemudian memberikan penjelasan yang lebih detail kepada Maya.“Prosedur inseminasi itu adalah kamu akan disuntik di rumah sakit, agar bisa mengandung bayi dari putriku Meliana, dan suaminya Adrian. Selama hamil, kamu akan dirawat dengan baik oleh kami di Jakarta. Lalu, setelah melahirkan bayi kamu boleh kembali ke desa ini lagi. Intinya, kami hanya menitip bayi di dalam rahim kamu, atau bi
Ketika mereka sampai di hotel, Catleya berinisiatif membuatkan teh hangat untuk Rajendra. Ia berjalan perlahan ke arah sang suami, yang berdiri menatap jalan raya melalui jendela kamar mereka. Catleya tahu bahwa emosi Rajendra sedang labil dan sangat membutuhkan dukungan darinya.“Hubby,” panggil Catleya lembut.Rajendra menoleh sembari tersenyum kecil ke arah istrinya. Jelas terlihat bila senyuman itu ia paksakan.“Minum dulu teh hangat ini, supaya perasaanmu lebih tenang.”Tanpa berkata-kata, Rajendra menerima teh itu lalu meneguknya sampai habis. Kemudian, ia meletakkan cangkir yang sudah kosong di atas nakas.“Kamu baik-baik saja, Hubby? Aku khawatir kamu akan—”Belum sempat Catleya melanjutkan ucapannya, Rajendra langsung memeluk tubuh istrinya itu dengan erat. Seolah-olah Catleya adalah pegangan dalam hidupnya yang tak boleh diambil oleh siapapun.“Aku ingin tidur sebentar sambil memelukmu, apakah boleh?” tanya Rajendra dengan tatapan sendu. “Pikiranku sedang kacau. Aku sendiri
Ibu Rukmini terdiam, tak mampu menyangkal tuduhan yang dilemparkan Rajendra. Catleya pun mendekati perempuan itu sembari berusaha membujuknya.“Kalau Ibu bersedia membantu, kami berjanji tidak akan menyusahkan Ibu. Kami hanya minta Ibu menceritakan apa yang Ibu tahu dengan jujur, itu saja.”Bu Rukmini tak memberikan jawaban kepada Catleya. Ia justru menoleh kepada kedua anaknya yang berdiri di belakangnya.“Novi, Galih, kalian tolong bawa gorengan yang sudah matang ke warung depan. Ibu mau bicara dulu dengan tamu kita.”“Baik, Bu,” jawab anak itu serempak.Bu Rukmini kemudian mempersilakan Catleya dan Rajendra masuk ke rumahnya. Mereka duduk berhadapan di sebuah bangku yang terbuat dari kayu. Memang perabotan di rumah itu sangat sederhana, menandakan bahwa sang pemilik bukanlah orang yang berada.Rajendra hendak membuka suara, tetapi Catleya mencegahnya sampai anak-anak Ibu Rukmini keluar dari rumah. Sebagai wanita, Catleya bisa memahami jika Ibu Rukmini tidak ingin anak-anaknya mende
“Siapa dia, Ma?” tanya Adrian kaget.“Seorang janda muda dari desa, anak dari salah satu teman Bi Ijah. Dia sedang membutuhkan uang untuk pengobatan ayahnya. Pasti dia bersedia menyewakan rahim untuk menjadi ibu pengganti.”Seketika, Adrian pun kehilangan kata-kata. Percuma saja dia berdebat lebih lama dengan Nyonya Nandini, karena pendirian ibu mertuanya itu tidak akan goyah. Daripada membuang waktu, Adrian memilih untuk pergi supaya bisa menjernihkan pikirannya yang kusut. Setibanya di rumah, Adrian langsung disambut oleh Nyonya Pamela. Perempuan paruh baya itu sudah memutuskan untuk mengalah demi keutuhan mahligai pernikahan putranya. Sekarang, ia juga tidak sendirian di rumah, karena Adrian mempekerjakan seorang asisten rumah tangga. “Ma, aku akan mengemasi bajuku dan Meliana. Hari ini juga kami akan pindah ke perumahan Belano,” kata Adrian sambil berjalan menuju ke kamar.“Perumahan Belano? Bukankah kemarin kamu tidak mencari rumah di tempat itu?” tanya Nyonya Pamela heran.“Me
Mendengar pengakuan yang keluar dari mulut Nela, darah Rajendra berdesir hebat. Kedua pupil matanya melebar, sementara tangannya mengepal erat. Ekspresi wajah lelaki muda itu terkunci dalam kemarahan yang menyala-nyala. Membentuk garis-garis ketegangan yang tergambar jelas, layaknya sebuah gunung berapi yang siap untuk meledak.Melihat emosi suaminya yang sedang bergejolak, Catleya bergegas menghampiri Rajendra. Ia tahu dalam keadaan seperti ini, hanya dirinya yang mampu meredakan amarah sang suami. “Hubby, tenanglah,” ucap Catleya mengusap pelan punggung Rajendra.Merasakan sentuhan lembut Catleya, Rajendra mengangguk pelan. Setelah menarik napas untuk menenangkan diri, ia lantas berjalan ke arah Lita yang masih terisak di samping Nela.“Katakan, apa tantemu ini berkata jujur? Kalau sampai kalian menipu lagi, maka bersiaplah untuk menghabiskan sisa hidup kalian di penjara,” tegas Rajendra penuh ancaman.“Mana mungkin Tante Nela berani berbohong kepada Anda. Yang menyuruh kami memang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.