"Kamu tahu soal pertunangan ini?" tanya Keyla pelan dengan perlahan agar orang lain tak mendengarnya berbicara. Padahal, kalau mendengar pun tak masalah. Namanya juga manusia, punya telinga dan memiliki kebebasan mendengar selama orang tersebut gendang telinganya tidak pecah.
"Tentu saja," jawab pria di sampingnya dengan santai. Datar dan seolah dia adalah pria yang paling tampan dan berwibawa di seluruh jagat raya ini. Meskipun jujur, Keyla juga mengakui itu secara diam-diam dan malu-malu seperti seekor kura-kura yang bersembunyi dalam tempurung miliknya.
"Kamu menyetujuinya?" tanya Keyla lagi. Penasaran. Habisnya, pemuda masa kini mana ada yang mau dijodohkan-jodohkan kecuali dia penyuka sesama jenis, cacat, atau bahkan ...? STOP! Keyla mulai memikirkan yang memang ingin dia pikirkan. Apakah pria berbadan tinggi tegap yang berdiri di belakangnya tidak bisa 'berdiri'?! Oh, No!! Lebih baik Keyla mati digigit Bulldog Ant yang masuk dalam Guinness World Records sebagai semut paling berbahaya di dunia.
"Tentu saja."
Arrrggghhh! Keyla mengeram. Kenapa Pria itu kalau ditanya jawabannya selalu sama? Apakah kosa kata yang ada di dalam otaknya itu-itu saja?!
"Tidak adakah jawaban lain selain tentu saja?" tanya Keyla jengkel setengah mati dan juga setengah lapar.
"Iya," jawabnya singkat padat jelas namun terdengar ambigu di telinga Keyla. Maksudnya apa? Iya, tidak. Atau iya, iya? Bingung, kan?!
Keyla mendengus kemudian berkata,"Bisakah kamu menyingkirkan tanganmu dari pinggangku? Aku merasa sedikit kurang nyaman."
"Tentu saja." Sekali lagi ia menjawab dengan jawaban 'tentu saja' kemudian menyingkirkan tangannya dari pinggang Keyla yang ramping lalu menoleh pada pria yang tiba-tiba muncul di sampingnya. Gadis itu mendongak ke atas agar bisa melihat seperti apa tampang pria yang terdengar sok tampan dan sok cool.
Jadi seperti ini wajah orang misterius yang sejak tadi muncul secara tiba-tiba? Lumayan juga meskipun tidak semanis Bima. Wajahnya blasteran, hidungnya tinggi seperti om Markus. Rahangnya kokoh, bibirnya tipis seperti tante Sabrina dan kulitnya kecoklatan. Batin Keyla.
Gadis itu hanya melihat sekilas dan diam-diam memperhatikan karena sorot mata Stevan Antonius sangat tajam sehingga Keyla tidak berani menatapnya secara langsung.
'Wooo ... rambut-rambut halus dibiarkan tumbuh dengan liar di wajahnya. Sekilas mengingatkanku pada Bima yang suka melakukan hal sama. Yaitu membiarkan jambangnya tumbuh dan tidak suka mencukurnya. Tampan!' Dan tanpa disadari, Keyla wajahnya memerah karena kekagumannya pada tunangannya sendiri.
"Bagaimana menurutmu? Apa aku cukup tampan dan masuk kriteriamu?" tanya Antonius yang sadar betul kalau Keyla diam-diam mencuri pandang dan memberikan penilaian akan dirinya.
"Tidak! Aku tidak menyukaimu. Wajahmu terlihat kotor dan kamu sama sekali tidak tampan!" jawab Keyla ketus. Ia sedang berusaha untuk menutupi rasa gugup dan Antonius pun hanya mengulum senyum.
"Sudah ... sudah. Ngobrolnya nanti lagi. Cepat pakaikan cincinnya, sayang." Tante Sabrina menghampiri sepasang sejoli yang menjadi pusat perhatian dan memberikan kotak cincin pada Antonius yang telah berganti memakai kemeja warna putih. Keyla mencuri pandang lagi, memperhatikannya dari jarak yang sangat dekat dan itu membuat jantungnya berdebar sangat cepat. Perutnya seolah diisi oleh kupu-kupu yang berterbangan dan membuatnya terasa mual, berkeringat dingin, dibarengi dengan perasaan aneh dan tidak biasa.
Kemudian, tanpa permisi, tanpa sepatah katapun pria itu meraih tangan Keyla dan menyematkan cincin bertatakan batu permata di sana. Benda berkilauan itu tidak besar, kecil sekali. Tetapi terlihat indah.
Keyla melirik ke arah Mama dan Papa, mereka terlihat gembira sekali. Rasa-rasanya, hal ini hasil bersekongkolan mereka yang telah direncanakan sejak lama. Begitu pula dengan om Markus dan tante Sabrina. Wajah mereka bersinar cerah sedangkan Keyla? Satu-satunya tak tahu apa yang sedang terjadi. Apa yang dialaminya hari selayaknya sebuah mimpi.
"Pakaikan cincin itu padaku." Antonius memerintah dan bodohnya Keyla menuruti kata-katanya tanpa bisa mengelak. Seharusnya, dia lari saja dari ruangan itu dan kabur dulu entah ke mana sampai suasana kondusif daripada harus bertunangan dengan orang asing dan sama sekali tidak ia cintai.
"Lauren!!! Akhirnya persahabatan kita menjadi besan!!" teriak Sabrina antusias.
"Oh, Sabrina sahabatku. Rasanya aku ingin menangis! Ini seperti mimpi buatku!!"
Dua wanita paruh baya itu berpelukan tanpa menghiraukan sekelilingnya. Mereka bersorak seakan-akan dunia milik mereka sendiri dan yang lain hanyalah numpang lewat. Dan sampai acara itu selesai, Keyla tetap belum mengerti apa yang sedang terjadi. Tubuhnya seperti melayang di awang-awang. Kakinya tidak menginjak tanah dan hatinya, terasa seperti buah plum yang masih belum masak. Kecut!
Di hari Minggu ini, semuanya serba tiba-tiba. Belum genap 24 jam Keyla putus dengan Bima, sekarang ai sudah bertunangan dengan pria yang tidak dikenal.
"Jadi, ini alasannya Papa mengajakku 'jalan-jalan' ke Bandung? Yang katanya ingin mengunjungi sahabatnya? Aku tidak menyangka Papa akan sekejam ini pada putrinya. Aku mengecam keras! Ini namanya eksploitasi terhadap anak dan melanggar HAM!" batin Keyla kesal ketika berhadapan dengan kedua orangtuanya.
"Mama dan Papa pamit pulang ke Jakarta dulu ya, sayang. Kamu stay di Bandung. Oke?" ucap Mama begitu acara telah selesai dan tamu undangan sudah meninggalkan kastil.
"Lho, kok gitu sih, Ma, Pa? Jelasin dulu dong ini maksudnya apa?" tuntut Keyla dengan kesal. Pasalnya, menurut Mama dan Papa ini adalah hal menakjubkan, luar biasa, pencapaian tertinggi dari orangtua yang berhasil mencarikan suami untuk anaknya. Tetapi, tidak untuk Keyla. Semata-mata ini adalah keegoisan orang tuanya yang sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaannya yang jatuh dalam kebingungan.
"Kamu harus terbiasa tinggal di sini. Sampai kamu menikah." Mama berusaha menenangkan putrinya yang sedang emosi. Mereka berdua lalu duduk di sofa. Sedangkan Papa berdiri di samping Mama. Dan pria itu ... maksudnya Antonius, berdiri di dekat jendela dan memperhatikan Keyla secara tidak langsung.
'Ngapain juga sih dia situ? Aku tahu ini rumahnya, tapi harusnya dia memberikan kami privasi untuk bicara.'
"Pa ...," rengek Keyla pada Papa yang sejak tadi tidak mau berkomentar.
"Papa tahu soal ini? Papa kok gitu, sih? Selama ini Key menganggap Papa yang lebih mengerti Keyla. Gak tahunya, Papa sama saja kayak Mama. E g o i s!"
Keyla berpaling dari mereka. " Dan kamu!" Gadis itu menunjuk ke arah Antonius yang sejak tadi mengejeknya dengan senyum simpul yang luar biasa manis dan membuat wajahnya makin terlihat tampan serta ... menggoda!
"Mau-maunya bersekongkol dengan mereka! Apa kau cacat mental? Penyuka sesama jenis?" lanjut Keyla yang sudah bertanduk.
"Hmmmm ... kalian sepertinya sudah akrab. Ayo, Pa. Kita balik ke Jakarta. Asik ... Mama akan segera dipanggil Oma, nih!"
Seakan tak menghiraukan kemarahan Keyla, Mama dan Papa melenggang meninggalkan putrinya.
' Aku tidak peduli lagi dengan mereka. Toh mereka juga tidak peduli dengan perasaan ku.'
****
Note Author : Kalau banyak yang komen, Author akan update.
Hampir sepuluh menit Keyla dan Darrel duduk di pinggir pantai. Matahari yang mulai meninggi memberi kehangatan di tubuh mereka. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir keduanya. Yang ada hanya Keyla yang duduk di depan Darrel dan diapit kakinya serta pelukan pria itu yang menenggelamkan tubuh Keyla di dalam dadanya."Kau ingin pulang?" tanya Darrel pada Keyla yang masih melihat ke arah laut lepas. Tempat di mana kapal yang dinaiki James perlahan menjauh dan mulai menghilang.Keyla menggeleng pelan. "Bisakah kita di sini lebih lama, Steve?""Oke. Kau aku akan menemanimu di sini. Kau ingin memesan sesuatu?""Tidak untuk sekarang," jawab Keyla sembari memejamkan matanya dan bersandar dengan nyaman di dada suaminya. Dia ingin lebih lama seperti ini dengan orang yang dicintai. Mencium aroma laut, ditemani desiran ombak yang tak begitu besar. Keyla seolah tak ingin waktu terus be
"James akan kembali ke Afrika hari ini," ucap Darrel di sela-sela sarapan mereka. Karena kaget, Keyla pun tersedak. "Kau yakin tidak ingin berbicara dengannya?" Darrel bertanya dengan nada rendah namun penuh penekanan. Dia penasaran apakah istrinya benar-benar tak ingin bicara pada James dan menyelesaikan masalah diantara mereka berdua?Keyla meletakkan roti yang baru ia gigit separo kemudian melihat ke dalam mata suaminya. "Haruskah?" Keyla bertanya ragu.Dia tak yakin apa yang ingin dia bicarakan dengan lelaki yang seharusnya masih berstatus suaminya itu. Setelah Darrel berbicara dengannya semalam, Keyla bisa memahami dan berusaha mengikhlaskan apa yang terjadi. Itu adalah pilihan hidup James, dan bagaimanapun juga, karena James menetap di Afrika dan memalsukan kematiannya lah dia bisa bertemu dan menikah lagi dengan Darrel.Ini adalah takdir, Key. Takdir Tuhan yang tak bisa dicegah atau dihentikan. Ucapnya pada diri s
"Sayang, James sudah pergi. Tolong buka pintunya," pinta Darrel yang sejak tadi mengetuk pintu kamar namun diabaikan oleh Keyla.Keyla tidak membalas. Dia lebih memilih diam karena dia sedang tak ingin bicara. Baik itu pada James atau Darrel. Keyla memang merasa tidak berhak menyalahkan apapun yang menjadi keputusan James. Tapi, tidak bisakah lelaki itu berkata jujur?Seandainya James menceraikan dirinya, Keyla juga tak menolak. Dia akan bisa menerima meski menyakitkan. Setidaknya, Bintang tidak kehilangan sosok ayah. Terlebih lagi, kematian James meninggalkan penyesalan di hati Keyla karena sampai detik-detik kepergiannya ke Afrika, Keyla belum bisa memberikan sepenuh hatinya pada pria itu. Dan itu juga lah yang mendasari penyesalan keyla. Dia sungguh merasa bersalah."Key ... kalau kau ingin marah, marah lah padaku. Kau boleh memukulku. Asalkan jangan diam, Key." Darrel mencoba mengetuk pintu itu sekali lagi. Dadanya n
Tidak ada satu patah kata pun yang yang keluar dari bibir Keyla. Matanya hanya tertuju pada pria yang berdiri di hadapannya. Antara kecewa, marah dan juga bingung. Bagaimana bisa James membohongi dirinya dan keluarganya? Memalsukan kematiannya dan membiarkan dirinya merawat anak-anak mereka seorang diri? Sebegitu berdosakah hingga James ingin menghukum dirinya? Mengkhianati kepercayaan dirinya?Mata Keyla mendadak buram oleh air mata yang ingin tertumpah namun ia tahan. Ia berharap ini bukalah hal nyata."Aku bisa menjelaskan semuanya, Key," ucap James dengan tatapan nanar dan tubuh yang makin mendekat ke arah Keyla. James tak pernah menyangka bahwa dia akan bertemu lagi dengan Keyla.Keyla mengambil langkah mundur. Meskipun dia meyakini itu James, Keyla tetap sulit menerima. Ini semua terlalu mendadak dan dia merasa dikhianati. "Kamu bohong. Kamu bukan James. Suamiku James sudah meninggal beberapa tahun lalu. Kamu pasti
"Selamat datang, Angel. Terima kasih telah meluangkan waktumu," sapa Keyla begitu Angel dan suaminya memasuki pintu rumah."Dengan senang hati, Keyla. Aku juga akan menghabiskan makananmu. Kau tak perlu khawatir!"Kedua wanita itu tertawa renyah sementara Darrel langsung mengundang suami Angel untuk duduk dan meminum wine yang telah disediakan. "Biarkan kedua wanita itu menggosip," ucap Darrel tersenyum ramah."Dan kita para pria membicarakan hobi?""Hahaha. Benar sekali. Karena lelaki tak suka bergosip.""Kecuali dia pria jadi-jadian," timpal suami Angel dengan renyah. Dan Darrel pun dengan cepat menjadi akrab dengannya. Dan memang begitulah pria. Mudah akrab tanpa harus berbasa-basiAcara makan malam yang sederhana dan hangat itu berjalan dengan lancar. Anak-anak sibuk bermain dan menonton film kesukaan mereka, para ayah mengobrol tentang hobi dan juga bisn
Keyla terperangah begitu mobil Darrel berhenti di depan sebuah gedung yang telah dikelilingi oleh wartawan yang terlihat sedang bersiap-siap meliput sebuah berita besar. Lampu flash dari kamera-kamera yang dinyalakan,membuat Keyla merinding. Keyla harap Darrel benar-benar tidak akan masuk ke dalam gedung itu untuk menemui Ammy. Tapi sayangnya, harapan Keyla sirna begitu Darrel mengajaknya untuk keluar."Kau sudah siap sayang?" tanya Darrel mengendurkan dasinya yang berwarna merah tua. Dia persis sekali seperti seorang direktur perusahaan. Jas dari benang woll asli yang terlihat mahal, jam tangan di sebelah kiri yang membuatnya makin terlihat maskulin serta rambut klimis yang mempertegas rahangnya yang kokoh.Keyla menatap mata suaminya. Berharap dia salah dengar. "Apa ini?" tanya Keyla ragu. Inikah alasannya Darrel memesankan gaun terbaik dan juga makeup artist untuk mendandani wajah serta rambutnya? Agar istrinya tak begitu memalukan saat tam
Keyla mengerang ketika merasakan sesuatu yang aneh terjadi pada tubuhnya. Matanya yang berat terpaksa ia buka. Ketika hendak menggerakkan tangan, kedua tangannya sudah ada di atas kepala dengan posisi terikat. Ketika mencoba menggerakkan tangan kembali, suaranya gemerincing. Barulah Keyla sadar bahwa yang melingkar di pergelangan tangannya adalah sebuah borgol."Kau sudah bangun, sayang?" tanya Darrel yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya sudah dikeringkan dan di pinggangnya terlilit handuk warna putih. Keyla bisa mencium aroma lelaki itu. Wangi sabun yang seperti embun pagi. Kalau habis mandi seperti itu, Keyla merasa suaminya seperti dewa yang gagah perkasa pada jaman Romawi kuno."Jam berapa sekarang, Steve? Apa yang kamu lakukan pada tanganku? Cepat lepaskan, Steve.""Enam lewat tiga puluh." Darrel membalas santai dan mengabaikan wajah panik Keyla.Mendengar kata enam tiga puluh, Key
"Bin, kau ingin adik perempuan atau laki-laki?" tanya Missy yang baru saja merebahkan diri di ranjang dan menutupi tubuhnya dengan selimut tepat di samping Bintang yang berbaring terlebih dahulu."Mana yang lebih lucu?" Bintang langsung memiringkan tubuhnya ke arah Missy.Gadis cilik itu menyipitkan matanya. Menaruh kedua jari telunjuk tepat di pelipis. "Kalau laki-laki, aku takut dia akan seperti Awan. Mmmm ... memang ganteng, tapi tidak lucu."Bintang manggut-manggut. Setuju dengan perkataan Missy. Kakaknya memang tidak lucu meskipun ganteng. Seperti kanebo kering!" ... jika perempuan, maka akan cantik dan lucu sepertimu!" lanjut Missy mencubit pipi Bintang yang lucu dan halus."Kalau begitu, sudah diputuskan. Kau harus meminta perempuan pada Papa dan Mamamu. Oke?"Mata Bintang yang bulat terlihat berkilauan. Ia mengangguk dan mulai membayangkan adik perempuan berambut hita
"Hhmmmmmmph!" Keyla berusaha melepaskan diri dari kegilaan suaminya. Mula-mula hanya melumat bibirnya. Tapi lama kelamaan, tangan kekar suaminya itu mulai meraba dadanya."Ssshhh," Darrel berdesis begitu Keyla menggigit bibirnya. "Kau membuatku semakin bergairah, sayang.""Steve, jagalah sikapmu. Kita sedang ada di jalan raya. Dengarlah suara klakson-klakson itu. Bagaimana kalau kita ditilang?" ucap Keyla kesal. Tapi, suaminya itu justru tersenyum sambil memegangi bibirnya yang sedikit berdarah."Bagaimana kalau kita bikin anak sekarang?" goda Stevan yang tak mempedulikan bunyi klakson dan umpatan dari pengendara lain.Keyla mendorong tubuh lelaki itu dengan gemas. "Steve, kumohon.""Apa, sayang?" Darrel menjilat lidahnya sendiri. Tatapannya terlihat tajam dan menggairahkan."Ya Tuhan! Lelaki ini terlalu sulit ditolak!" ucap Keyla pada dirinya sen