Malam yang telah ditunggu-tunggu pun tiba. acara pesta ulang tahun Sanjaya corporation yang diselenggarakan di salah satu hotel bintang 5 sudah dipenuhi oleh para tamu undangan. Tamu undangan seperti klien penting dan beberapa karyawan kantor dan karyawan pabrik. Semua ikut merayakan kebahagiaan.Alvin yang baru saja tiba di gedung hotel bersama Fitri dan juga Asih, ketiganya langsung turun dari mobil Setelah tiba di ballroom. Seorang wanita yang datang menyambut kedatangan Alvin langsung menghentikan langkahmu dan bersembunyi di balik punggung beberapa security hotel itu. Wanita cantik itu, mengepalkan kedua tangannya hingga buku-bukunya memutih. Ia begitu kesal melihat Fitri berjalan bersama dengan atasannya bahkan Alvin sampai menyempatkan diri untuk menjemput Fitri. Wanita itu pun tersenyum menampilkan seringainya yang licik, "Kamu akan menyesal Fitri setelah menyakitiku!" gumam wanita cantik itu. Di tempat lain Mamat melihat jika Fitri berangkat dengan Alvin. Ia ingin sekali m
"Michael tadi ada di sini tante, dan ia sebelumnya juga berbincang dengan beberapa klien di sana, tapi sekarang entah ke mana anak itu," jawab Alvin yang kesakitan sambil kedua tangannya memegang lengan Mona yang terus-menarik telinganya. "Tante Kenapa ada di sini? bukannya Tante dan Om bilang tidak akan hadir di acara penting ini?" sambung Alvin lagi sambil mengusap telinganya yang sudah memerah setelah Mona melepaskan tarikan tangannya di telinganya. "Pa, anak nakal itu tidak ada di sini!" lirih mona pada Ronald yang telah berdiri di sampingnya."Mungkin ia tengah berkumpul dengan relasi yang dan klien lainnya, Ya sudah biarkan saja Ma. lebih baik kita pulang saja tidak baik untuk Mama semakin malam di sini," ajak Ronald pada Mona. "Jika nanti kau melihat Michael langsung saja suruh pulang jangan mampir ke mana-mana lagi!" pinta Mona sebelum beranjak pergi pada Alvin yang hanya bisa menggukan kepalanya."Padahal Michael bukan anak umur 5 tahun lagi lo tante," gerutu Alvin namun Mo
Damar begitu khawatir memikirkan Fitri yang sudah tengah malam belum tiba di rumah. Bahkan saat ia hendak membuat secangkir kopi dan mengambil gelas di tempat yang agak tinggi dan Damar tidak bisa menggapainya ia dengan susah payah mengambil gelas itu namun gelas yang tidak dapat dijangkau oleh Damar menjadi jatuh dan pecah di lantai. "Ada apa ini?" gumam Damar kemudian ia tidak jadi untuk membuat secangkir kopi. lebih baik ia mengarahkan kursi rodanya ke arah teras dan menunggu istrinya di luar rumah.Hingga ada sebuah mobil yang berhenti di halaman rumahnya dan itu adalah mobil Alvin yang tadi datang menjemput istrinya. Alvin mengantarkan Asih namun Damar tidak melihat adanya Fitri pulang bersama Asih dan Alvin. "Asih, di mana istriku? Kenapa kau tidak pulang bersamanya?" tanya Damar setelah Asih berada di hadapannya. Alvin dan Asih pun saling pandang saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Damar."Bukannya Fitri sudah pulang sejak tadi?" Asih balik bertanya kepada Damar
Praang!"Mas, kamu kenapa, Mas? Kenapa kopinya kamu buang, Mas?" tanya Fitri pada suaminya yang terlihat tetap diam dan terkesan tak peduli.“Kamu gila?! Kopi masih panas gini dikasih kepadaku?!” sahut Damar, suaminya.Fitri tertahan menahan rasa sesak di dadanya. Hatinya sakit seperti diremas, bulir-bulir kristal bening tanpa permisi mengalir dari ujung netranya. Ia mencoba tersenyum di tengah rasa sakit yang ia rasakan. Ia pun berjalan dan menghampiri suaminya, lalu berjongkok dan menatap tepat di mata sang suami sambil menggenggam erat tangan Damar.“Sudah kakiku lumpuh, sekarang kamu juga mau buat lidahku mati rasa, iya?!” Damar kembali berteriak. Fitri menggeleng. "Tidak begitu, Mas. Maaf," ucap Fitri lembut.Suaminya mengalami kecelakaan di hari pernikahannya. Kecelakaan itu telah merenggut kebebasannya sebagai seorang laki-laki dan sebagai seorang suami, yang mengharuskannya menjalani hari-hari dengan duduk di kursi roda akibat kelumpuhan.Fitri merasa perubahan suaminya sema
“Maaf, Ibu bilang apa?" tanya Fitri memastikan kembali apa yang didengarnya tidak salah.Wanita paruh baya itu terkejut dan langsung menggelengkan kepalanya. Sepertinya ia tidak menduga kalau Fitri mendengar ucapannya tadi.“Bukan apa-apa, Nak,” jawabnya. "Saya pulang dulu, ya, semoga saja suatu hari nanti kita bertemu lagi.”Fitri melihat lagi gulungan uang seratus ribuan di tangannya. Ia tidak percaya kalau doanya dikabulkan Tuhan secepat ini. Sambil mengucap rasa syukur sekali lagi, Fitri pun kembali ke pasar. Ia ingin membeli ayam untuk suaminya.Waktu masih menunjukkan pukul 06.00, ia masih mempunyai waktu sekitar 2 jam ke depan untuk memasak buat makan siang suaminya hingga makan malam. Setelah sampai di rumah Fitri langsung mempersiapkan Semua bahan-bahan yang akan ia masak setelah itu ia langsung eksekusi secepat mungkin.Setelah semua masakannya sudah matang, Fitri pun memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum sarapan dan mengajak suaminya untuk makan bersama."M
Fitri berjalan cepat ke arah dua orang itu dan berdiri di sampingnya. Wanita muda dengan pakaian merah yang sedikit terbuka itu cukup terkejut melihat Fitri.“Maaf Mbak, Mbak tidak boleh kasar seperti itu pada masnya ini, meskipun ia hanya seorang OB!” Fitri langsung menepis tangan wanita cantik itu yang hendak menyiramkan kopi panas ke wajah seorang OB.“Kau ini siapa, hah?” tanya wanita itu sambil menatap tajam Fitri. Ia memperhatikan Fitri dari ujung rambut hingga ke ujung kaki, lalu menyeringai dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.“Aku belum pernah melihatmu sebelumnya di sini, Apakah kau ini karyawan baru?” tanya wanita muda itu dengan tatapan sinis.Fitri berusaha untuk tidak memperdulikan wanita itu, dan fokus kepada si OB yang masih menundukkan kepala. Pria itu tampak seperti menghindari tatapan khawatir Fitri. Ya terus-terusan bergerak gelisah.“Mas, masnya tidak apa-apa kan?” tanya Fitri pada OB itu yang dibalas dengan anggukan kepala.“Lebih baik masnya ke pantry
Fitri tiba di rumah tepat saat adzan maghrib berkumandang. Walaupun ini hari pertamanya bekerja, tapi pekerjaannya begitu banyak. Seluruh badannya terasa pegal. ia sudah membayangkan wajah Damar yang menyambutnya dengan senyuman.Namun saat membuka pintu, ia malah disambut oleh suaminya dengan tatapan yang tajam."Assalamualaikum, Mas," Fitri mengucap salam kemudian menghampiri suaminya dan mencium tangannya."Dari mana saja kau baru pulang?" tanya Damar pada Fitri."Maaf Mas tadi macet, karena ada kecelakaan lalu lintas–" "Sudah aku katakan, jika kau bekerja harus pulang tepat waktu! Tidak harus keluyuran ke mana-mana!" Damar memotong ucapan Fitri dengan suara keras sambil mencengkram rahang Fitri yang tengah berjongkok di hadapan Damar."Sakit, Mas… sakit!" Fitri mencoba melepaskan diri dari cengkraman tangan suaminya, dan Damar melepaskan tangannya di rahang Fitri sambil mendorong istrinya hingga terjengkang."Kau jangan seenaknya berbuat macam-macam di luaran sana ya! Jangan kau
Damar menatap Fitri dengan tatapan tajam di dalam rumah sederhana itu. Melihat sang istri baru pulang ketika jam menunjukkan pukul 07.00 malam, membuat emosi Damar meledak seketikaSuaranya naik satu oktaf dan ketus saat dia bertanya, “Kenapa jam segini kamu baru pulang?! Jangan jadikan ini kebiasaan baru, Fitri! Kamu pasti senang kan cari-cari kesenangan, sedangkan suamimu yang LUMPUH ini cuma bisa diam di rumah?!”Fitri terdiam, berusaha untuk tidak terpancing oleh kata-kata Damar yang semakin hari semakin melukai hatinya.“Maaf, Mas. Tadi aku lembur di kantor, jadi baru pulang lewat magrib…,” ucap Fitri dengan nada lemah, berusaha menjelaskan pada suaminya. Namun Damar hanya diam, matanya tidak menatap Fitri. Tanpa berkata apa pun, pria itu memutar kursi rodanya sendiri menggunakan kedua tangannya dan meninggalkan Fitri. “Semakin hari, kau semakin kurang ajar! Dasar Istri durhaka!”Fitri masih bisa mendengar umpatan Damar sebelum pria itu masuk ke dalam kamar. Ia pun hanya bisa me