Fitri berjalan cepat ke arah dua orang itu dan berdiri di sampingnya. Wanita muda dengan pakaian merah yang sedikit terbuka itu cukup terkejut melihat Fitri.
“Maaf Mbak, Mbak tidak boleh kasar seperti itu pada masnya ini, meskipun ia hanya seorang OB!” Fitri langsung menepis tangan wanita cantik itu yang hendak menyiramkan kopi panas ke wajah seorang OB.“Kau ini siapa, hah?” tanya wanita itu sambil menatap tajam Fitri.Ia memperhatikan Fitri dari ujung rambut hingga ke ujung kaki, lalu menyeringai dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.“Aku belum pernah melihatmu sebelumnya di sini, Apakah kau ini karyawan baru?” tanya wanita muda itu dengan tatapan sinis.Fitri berusaha untuk tidak memperdulikan wanita itu, dan fokus kepada si OB yang masih menundukkan kepala. Pria itu tampak seperti menghindari tatapan khawatir Fitri. Ya terus-terusan bergerak gelisah.“Mas, masnya tidak apa-apa kan?” tanya Fitri pada OB itu yang dibalas dengan anggukan kepala.“Lebih baik masnya ke pantry saja dulu,” pinta Fitri akhirnya karena merasa kasihan dengan pria itu.“Terima kasih,” ucap OB itu pelan, kemudian meninggalkan Fitri yang masih berdebat dengan wanita cantik dan seksi itu.Sekarang, Fitri bisa fokus pada wanita tadi. Ia masih menatap Fitri sinis dan terkesan marah. Meskipun begitu, Fitri masih berusaha bersabar. Ia saja bisa menghadapi emosi suaminya di rumah, jadi pasti bisa menghadapi situasi ini juga.“Heh, aku tanya tadi! Kau ini karyawan baru kan?! Masih baru aja sudah sok pahlawan!” Wanita itu maju selangkah, lalu mendorong sebelah bahu Fitri.“Saya bukan sok pahlawan, Mbak. Tapi memang Mbak sudah bertingkah berlebihan tadi,” jawab Fitri.“Tahu apa kamu?! OB itu melakukan kesalahan, wajar dong kalau aku marah!”“Mbak bisa beritahu secara baik-baik.”“Halah! Jangan sok suci deh!”“Ada apa ini?” tanya sebuah suara berat dari arah samping.Fitri dan wanita itu begitu terkejut saat melihat seorang pria berjalan mendekat. Fitri mengenal pria itu sebagai salah satu pimpinan di perusahaan ini. Kalau tidak salah, namanya Pak Alvin. Mereka bertemu saat interview waktu itu.“Maaf, Pak, ini hanya ada kesalahpahaman saja,” ucap Fitri dengan suara yang lembut.Atasannya berdecak, lalu beralih pada wanita itu. “Cindy, apa yang kau lakukan di sini? Bukannya tadi aku menyuruhmu untuk membawakan berkas penting yang akan aku pakai untuk meeting siang ini?”“Maaf, Pak, sebelumnya aku ke pantry dulu karena–”“Sudah! Ambilkan berkas itu sekarang juga karena aku harus pergi meeting!”“B-Baik, Pak!”Fitri melihat Cindy segera berbalik badan menuju ruang rapat. Di hati Fitri, ia menyayangkan kecantikan Cindy tertutup dengan sikap arogannya tadi. Kalau saja Cindy berkata lembut, Fitri pasti sudah menjadi penggemarnya.“Kamu karyawan baru, kan?” pertanyaan Alvin membuat Fitri menoleh seketika.“I-iya, Pak,” jawab Fitri jujur.Melihat pria yang menjadi atasannya itu tersenyum ramah, Fitri pun merasa senang. Ia bersyukur mendapatkan atasan yang baik seperti Pak Alvin, padahal Fitri selalu membayangkan jika atasannya itu seperti CEO galak yang suka menjadi pemeran utama di novel-novel yang selalu ia baca.Tanpa sadar, Fitri pun terkekeh karena hanyut dalam pikirannya, hingga mengundang perhatian Alvin. Buru-buru Fitri pun berdeham untuk menutupi perasaan malunya. Akhirnya, mereka pun beranjak dari tempat itu.Karena ruangan Fitri berada di dekat ruang meeting, mereka pun berjalan bersama. Sesekali ada obrolan ringan di antara mereka.“Semoga kamu betah di sini ya! Jangan sungkan meminta bantuan kepadaku jika ada masalah!” ucap Alvin sebelum memasuki ruang rapat kepada Fitri,Fitri pun mengangguk, kemudian ia berpamitan pada Alvin.Setelah itu, Fitri pun kembali ke ruangannya. Namun, ia begitu berbalik di lorong, ia terkejut dengan kehadiran OB tadi.“Permisi, Bu.”“Astaga!” Fitri ketika melihat objek tinggi itu tiba-tiba muncul di depannya. “Kalau muncul jangan tiba-tiba kau membuatku kaget saja!”Fitri memegang dadanya, berusaha menetralkan detak jantungnya karena terkejut. Baru kali ini ia melihat wajah OB dengan jelas. Ternyata, ia lebih tinggi dari yang dibayangkan Fitri sebelumnya.“Mas udah tidak apa-apa?” tanya Fitri pada OB yang memiliki tahi lalat besar di dekat hidung itu.“Tidak apa-apa, Mbak, terima kasih sudah menolongku. Perkenalkan namaku Mamat,” ucap Mamat sambil membenarkan letak kacamatanya, lalu mengulurkan tangannya.“Aku Fitri…,” sahut Fitri sambil meraih tangan Mamat.“Mbak, sekali lagi terima kasih karena kamu menolongku. Hari ini adalah hari pertama kali aku bekerja di sini sebagai OB, jadi aku masih bingung dengan pekerjaanku ini,” ucap Mamat lirih.“Ooh, ya?”“Aku juga di sini masih baru. Hari ini adalah hari pertama aku bekerja di sini juga,” sahut Fitri sambil tersenyum sumringah.Mamat tampak sangat terkejut dan membulatkan kedua bola matanya setelah mendengar Fitri mengatakan jika ia juga adalah karyawan baru di sini.“Alhamdulillah, ya Allah….”Fitri mengerutkan keningnya mendengar Mamat mengucap syukur. Ia pun tertawa melihat tingkah Mamat yang menurutnya berbeda dengan pria yang lain.“Kamu ini sangat humoris, ya?” celetuk Fitri pada Mamat yang langsung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.“Mbak, tolong bimbing aku, ya, kasih tahu juga jika aku melakukan kesalahan,” pinta Mamat pada Fitri.“Aku juga masih baru Mas, kita sama-sama belajar aja, saling mengingatkan,” sahut Fitri.Fitri senang bertemu dan mengenal Mamat. Setidaknya, ia sekarang punya teman baru selain Asih. Mamat terlihat seperti pria baik dan juga humoris. Dari dulu, Fitri memang tidak memandang status sosial atau pekerjaan seseorang, yang terpenting adalah perilaku mereka.“Ya sudah, Mat, aku kembali dulu ke ruangan, ya,” ucap Fitri sambil pamit undur diri.“Iya, monggo, Mbak.”Mamat juga beranjak dari sana, mungkin langsung menuju pantry lagi. Satu hal yang mereka tidak sadari adalah ada sepasang mata dari balik dinding, dekat ruang rapat, tengah memperhatikan interaksi karyawan baru itu dengan sang OB.Ia pun tersenyum menyeringai.***Seorang pria berseragam OB dengan name tag “Mamat” menghentikan motor bututnya di halaman rumah mewah. Terlihat raut wajah yang berbinar dari wajahnya, sambil bersiul mendendangkan sebuah lagu.Pria itu mulai melepaskan kemeja OB yang ia kenakan, sambil berjalan menuju teras. Namun, alangkah terkejutnya saat ia bertemu dengan wanita paruh baya yang sudah berdiri di sana sambil berkacak pinggang.“Ya ampun, Michael… Kenapa kamu memakai pakaian seperti itu? Dan itu juga, sejak kapan kamu bawa-bawa motor Mang Asep?”“Hehehe, sejak tadi pagi, Ma,” sahut pria itu sambil cengengesan.Mamat, nama yang terkesan kampungan itu sebenarnya hanya penyamaran dari Michael, seorang CEO Sanjaya Corporation. Bukan tanpa alasan dia berpenampilan sebagai OB seharian ini. Ia sedang dalam misi untuk mengejar gadis pujaannya.Mamanya lalu mengajak Michael masuk ke dalam rumah. Setelah putranya duduk di meja makan, ia segera langsung bercerita soal kegiatannya hari ini.“Tadi Mama ke pasar dan bertemu dengan seorang gadis dia cantik lembut dan juga baik. Gadis itu mengingatkan Mama saat masih muda dulu,”Michael hanya diam, sesekali mengangguk sambil menikmati camilan di atas meja. Ia mendengarkan sang Mama bercerita karena jika ia menyela pembicaraan sang Mama itu tidak baik untuknya.“Dulu Mama pernah bekerja seperti gadis itu, menjadi seorang kuli panggul di pasar sebelum ketemu Papa.”Lagi-lagi, Michael hanya mengangguk. “Aku pernah denger ceritanya dari Papa waktu itu.”“Iya, dan Mama mau kau menikah dengannya!”Uhuk! Uhuk!Michael sampai tersedak saat mendengar rentetan kata terakhir yang diucapkan oleh sang Mama karena ia tengah menyeruput secangkir kopi.“Mama…!” seru Michael yang langsung membulatkan kedua bola matanya.“Jadi ini yang membuat Mama memanggilku pulang dari Amerika? Hanya untuk menikahkanku dengan gadis yang tidak aku kenal?” ucap Michael dengan suara yang naik satu oktaf.“Jaga bicaramu, Nak!” Sang Mama mengingatkan putranya.“Maaf, Ma, tapi aku sudah bertemu dengan gadis pilihanku sendiri. Mama tenang saja, kali ini Mama pasti setuju dengan pilihanku.”Cindy menghentakan kakinya karena ia begitu kesal kepada Michael yang bukannya mengajak dirinya malah mengajak Alvin. Cindy menatap dua punggung tegak yang perlahan menjauh dari. Ia pun teringat pada seseorang yang beberapa hari yang lalu telah Ia perintahkan untuk menjebak Fitri. "Jangan sampai orang itu buka mulut jika suatu saat nanti bertemu dengan Pak Alvin. Aku harus secepatnya mencegahnya,'' gumam Cindy kemudian ia meraih tas kecilnya dan memasukkan handphone serta dompet yang berada di laci meja kerjanya. Cindy berjalan keluar kantor menuju tempat di mana ia akan bertemu pria yang ia suruh untuk menculik Fitri. Dan menjual Fitri kepada seorang germo yang terkenal di kota. Cindy juga ingin tahu siapa yang membeli Fitri saat malam itu. Cindy begitu yakin jika yang membeli Fitri itu adalah laki-laki hidung belang dan juga tua. Iya pun terkekeh geli saat membayangkan Fitri Tengah digagai oleh seorang pria hidung belang dan usianya sudah renta.Mobil yang dikendarai oleh Cindy
"Jangan sentuh aku!" teriak Fitri tepat di hadapan Michael. Fitri menatap Michael dengan tatapan yang tajam dan penuh kekecewaan. “Apa tujuanmu membohongiku, Michael? Kenapa kamu menyamar sebagai Mamat?” tanyanya, suaranya bergetar karena emosi yang bercampur antara marah dan sedih. Michael menghela nafas, matanya tidak bisa menatap langsung ke dalam mata Fitri. “Fitri, aku… aku hanya ingin dekat denganmu. Aku tahu ini salah, tapi aku tidak bisa menahan perasaanku,” jawab Michael dengan suara yang rendah. Fitri menggigit bibirnya, berusaha keras untuk tetap tenang. “Perasaanmu tidak bisa menjadi alasan untuk membohongi seseorang, Michael. Kamu telah melukai aku,” ucapnya, air mata mulai jatuh dari matanya. "Kamu tega! apa yang sudah kamu lakukan padaku semalam? memaksaku untuk menuruti nafsumu! kamu tega melakukan semua itu padaku merenggut kesucian yang selama ini aku jaga, bahkan suamiku sendiri Mas Damar belum pernah menyentuhku!" pekik Fitri dengan suara yang naik satu oktaf b
Keesokan harinya Fitri sudah mulai masuk ke kantor lagi. Meskipun Fitri merasa malu jika ia bertemu dengan pria yang sudah merenggut kesuciannya. akan tetapi jika Fitri tidak bekerja dari mana ia akan merasakan uang untuk bertahan hidup. setidaknya sikap suaminya sudah mulai melembut meskipun kadang masih suka membentak akan tetapi tidak seperti yang sebelumnya. "Mas, Aku berangkat kantor dulu ya," pamit Fitri pada Damar sambil mencium punggung tangan suaminya. "Berangkatlah! ingat pulangnya jangan terlalu malam, jika tidak ada lemburan cepatlah pulang!" ucap Damar menasehati istrinya. Fitri pun berangkat dengan menggunakan bus metromini angkutan kota seperti biasa. Uang yang Ia punya hanya cukup untuk membayar angkutan umum saja. Setibanya Fitri di kantor, ia merasa aneh pada semua Karyawan OB ataupun Satpam yang memperhatikannya dari Saat Fitri memasuki Luki kantor hingga akan memasuki sebuah lift menuju lantai di mana ruangannya berada. "Ada apa dengan mereka?" guma
Semua mata tertuju pada pria paruh baya yang telapak tangannya berlumuran darah, Michael dan Alvin begitu terkejut dengan kehadiran Ronald. Papa! Om Ronald! pekik Michael dan Alvin bersamaan. Namun saat Michael dan Alvin ingin membantu Ronal d untuk membawanya ke rumah sakit karena di telapak tangan pria paruh baya itu terdapat beberapa pecahan beli yang menancap. "Papa, Papa tidak apa-apa?" tanya Michael khawatir dan hendak memeriksa telapak tangan Ronald, namun alangkah terkejutnya Ronald menepis tangan putranya sebelum mendarat di lengannya. "Jangan sentuh aku!" Ronald menatap tajam pada Michael yang memasang raut wajah bingung. Di saat Ronald ingin menampar wajah sang putra tidak disangka Mona datang menghampirinya. wanita paruh baya itu menjerit mengetahui suaminya terluka. Papa! "Mike, Papa kamu kenapa?" tanya Mona yang menatap tajam ke arah putranya. Saat Mona ingin mencari beberapa satpam namun ia mengedarkan pandangannya akan tetapi Michael dan Alvin segera m
"Kau ini kenapa Bro?" tanya Alvin yang baru saja tiba di kamar Michael menginap. Alvin melihat Michael hanya diam dan tanpa menoleh sedikitpun padanya yang sudah berdiri di sampingnya. "Kau ini kenapa sih? ditanyain diam saja! Ada apa denganmu?" berondong Alvin pada saudara sepupunya yang terlihat begitu mengenaskan penampilannya. Alvin berjalan melewati Michael yang masih diam tanpa kata ia memilih merupakan dirinya di atas kasur berukuran king size. Alvin terlonjak kaget saat mendengar apa yang dikatakan Michael Jika ia ingin diantarkan ke rumah Fitri. Antarkan Aku ke rumah Fitri!" ucap Michael tanpa menoleh pada Alvin yang tengah terbaring hingga bibirnya membentuk huruf O. "Tumben bener kamu ingin ke rumah Fitri? Dia sama sepertimu semalam tidak pulang," "Aku tahu!" Kali ini Alvin langsung bangun dari posisinya rebahan. ia duduk di dekat Michael yang tengah memejamkan matanya sambil memijat pelipisnya. Alvin heran bahkan ia sampai mengerutkan keningnya karena Mi
Keesokan harinya Fitri bangun lebih awal. Ia perlahan turun dari ranjang kemudian segera memakai pakaian yang sudah koyak di bagian pundaknya. Ia kemudian mengambil sebuah jas yang terletak di sebuah kursi di kamar itu, kemudian Fitri segera meninggalkan kamar yang sudah membuat hidupnya hancur karena seorang pria yang telah tega memaksanya untuk menuruti semua keinginan. Fitri yang sudah berjalan di lorong hotel, namun ia teringat, jika ia tidak memiliki uang sepeser pun untuk ongkos naik ojek, jadi iya kembali lagi ke dalam kamar dan mencari dompet pria yang sudah merenggut kehormatannya. Kedua bola matanya membulat sempurna saat melihat sebuah dompet yang tergeletak di atas nakas, terlihat dari desainnya sudah jelas dompet itu bukan dompet sembarangan melainkan dompet yang harganya ratusan juta. Tangan Fitri bergetar saat meraih dompet itu ia membuka isi dompet itu dan ingin mengambil pecahan uang lima puluh ribu untuk ongkos pulang naik ojek. Tapi Fitri begitu terkejut saa