"KAKAK kok nggak pernah cerita kalau udah punya pacar?" tanya Riri saat keduanya sudah berada di mobil Verga yang sampai beberapa hari lalu, mobil itu juga yang digunakan Verga sebagai alat transportasi menjemput Riri tadi pagi. "Nggak pernah ngenalin juga."
Verga tersenyum masam. "Kalaupun gue cerita, emangnya lo mau denger cerita gue, Ri?"
"Bukannya gue pendengar yang baik, ya, selama ini?"
Verga menghela napas kasar. "Gue mau cerita, tapi gue bingung mau mulai dari mana."
"Ya udahlah, nggak apa-apa, penting sekarang gue udah tahu, kan? Terus, nggak ada rencana buat ngenalin dia ke gue gitu, Kak?"
Verga tersenyum tipis. "Ada rencana, tapi sampai sekarang aja gue nggak bisa ngehubungi dia."
"Lho, kok bisa?" Riri terkejut, matanya melebar menatap Verga yang sibuk dengan jalan raya.
"Sebenernya, gue kayak loss contact sama dia sebulan yang lalu. Gue pulang
"ADA apa, Ma?" Raffa menjauh dari sekelompok orang yang sudah menunggu di ruang rapat, bahkan Ethan tampak melotot padanya. "Raffa mau meeting bentar lagi, kalau Mama mau ngomong sesuatu, nanti aja, nunggu Raffa selesai meeting ini dulu.""Eh, eh ... jangan ditutup dulu!"Raffa yang hendak menggeser ikon merah di layar ponselnya langsung urung. Walaupun Rosa ibu yang cerewet, banyak menuntut, dan lain-lain, tapi Raffa tetap sayang padanya."Kamu udah jadi pesan cincin?"Raffa menghela napas kasar. "Udah, tapi entah benar atau nggak ukurannya. Riri nggak mau diajak pergi milih cincin.""Paksa dia dong, Raffa! Kalau nanti ukurannya salah gimana? Kamu mau terlihat malu-maluin di depan semua tamu undangan pertunangan kalian nanti?"Raffa menghela napas kasar. Dalam hati, dia membenarkan ucapan ibunya. Kalau sampai cincin itu kekecilan atau kegedean buat Riri,
TUBUHNYA terasa panas dan gerah, dia pun kesulitan bergerak, rasanya sesak. Riri tahu, tiduran di siang hari dengan selimut memang akan menimbulkan gejala gerah bukan main, tetapi yang lainnya tidak. Dia tidak pernah merasakan gejala-gejala lainnya sebelum ini.Ia merasa ruang geraknya terbatas. Dengan mata setengah terbuka, jemarinya pun lantas bergerak mengecek keadaan. Ada sesuatu di depannya, seperti kulit manusia, tapi keras dan kuat. Tangannya turun ke bawah, menyentuh bagian lainnya dan Riri seperti menemukan roti sobek seorang pria dalam sentuhan jemarinya."Gue lagi ngimpi apa, ya?""Engh."Suara lenguhan sukses membuat mata Riri terbelalak, Raffa tidur di sampingnya, dan melihat bagaimana bagian atas pria itu yang terpampang di depan matanya membuat Riri sadar kalau Raffa tak mengenakan atasannya sekarang."Raffa!" teriaknya sekeras-kerasnya.Raffa membuka mata,
"KEMARIN, lo pesen cincinnya sama siapa?" tanya Riri sewaktu mereka sampai di toko perhiasan yang didatangi Raffa kemarin."Sekretaris gue," jawab Raffa singkat."Oh!" Riri mengangguk-angguk mengerti, dia pikir, Raffa membawa salah satu kenalan perempuannya atau selingkuhannya mungkin, tapi ternyata, hanya sekretaris. "Hm," gumamnya.Tiba-tiba saja pikiran bahwa Raffa ada affair dengan sekretarisnya membuat Riri terusik."Kenapa?" Dahi pria itu mengernyit."Yakin cuma sekretaris?"Pertanyaan itu disambut dengan helaan napas kasar. Raffa memejamkan mata. Dia tidak berniat menyembunyikan keberengsekannya, Riri berhak tahu, walau lebih baik perempuan itu tidak tahu, tapi mereka akan
RAFFA mengernyitkan dahi, tatapannya mengikuti kepergian Verga yang masuk ke restoran Nayla. "Apa yang dia rencanain, sih? Jangan usilin hubungan gue kenapa? Gue usilin balik hubungan lo, baru tahu rasa!"Raffa menghela napas kasar. Dia ikut bangkit dan lantas mengikuti kepergian Verga. Daripada terjadi apa-apa dengan Riri dan Verga, lebih baik, Raffa melihatnya sendiri."Gue kira, lo nggak mau ikut masuk." Senyuman miring pria itu sungguh mengganggu."Gue nggak mau lo macam-macam sama calon tunangan gue," dengkusnya seraya menyejajarkan langkah mereka."Riri ada di sini?" Verga memandang lurus. "Kebetulan banget, gue jadi bisa ngenalin dia sama pacar gue sebelum putus."Raffa mengerling. Kelihatannya memang pria yang baik, tapi aslinya bukan. Mana m
"LO beneran udah belok, ya, Raf?"Pertanyaan itu sejak tadi membuat Raffa bergidik, walau ia tak membalas apa pun, tapi tetap saja membayangkan dia menyukai Verga membuatnya merasa ngeri."Kalau lo udah belok, pertunangannya kita batalin aja. Gue nggak mau tunangan sama cowok-"Raffa menginjak rem tanpa berpikir dua kali. Tidak peduli di belakangnya ada mobil yang siap mencium bokong mobilnya dan mengantarkan mereka pada malaikat maut, yang Raffa pedulikan hanya kalimat wanita di sampingnya ini."Ngomong sekali lagi, gue perkosa lo di sini.""Eh, eh ...." Riri mangap-mangap mendengar ucapan Raffa. "Abisnya, lo sama Kak Verga deket amat, gue sampai curiga sama kalian berdua."Bunyi klakson mobil di belakang sana membuat Raffa segera membelokan mobilnya ke pelataran parkir sebuah mal."Lo curiga apa cemburu? Lo takut gue ada main sama laki s
PERTUNANGAN Riri dan Raffa dihadiri banyak orang. Kebanyakan dari mereka adalah tamu August juga teman-teman arisan Alin dan Rosa. Sedangkan Arya tidak mengundang banyak relasi bisnisnya, tapi tetap saja, mereka sudah hadir, lantaran Raffa yang kabarnya baru menjadi direktur utama tengah bertunangan. Mereka pasti penasaran, wanita seperti apa yang dipilih playboy satu itu untuk menjadi pendampingnya.Ethan, Nayla, dan Evan datang dengan pakaian seragam. Mereka duduk di salah satu meja dan memperhatikan pasangan baru yang sedang saling tatap dan bertukar cincin di atas panggung.Damian datang bersama kekasihnya. Mereka sedang mencicip minuman di seberang, walau mungkin hanya Damian saja, karena kekasihnya sibuk mengomel sejak tadi.Sedangkan Verga berdiri sendirian dalam gelap. Tubuh tingginya menyender tembok. Matanya mengawasi sepasang kekasih yang tengah bertukar cincin di atas podium.Verga
RAFFA tidak tahu hasilnya akan separah ini. Dia pikir, meminum sedikit saja alkohol takkan membuat Riri jatuh mabuk dan tidak bisa membawa tubuhnya untuk berdiri. Raffa tidak memikirkan sampai sejauh ini, karena jelas-jelas di malam pertemuan pertama mereka, Riri terlihat sanggup meminum alkohol bersamanya.Alhasil, Raffa membawa Riri ke salah satu kamar di hotel. Tidak peduli nanti Rosa maupun August akan mencincangnya, atau Arya dan Arlin yang langsung membunuhnya, sekarang Raffa perlu mengamankan Riri dari dunia.Raffa tidak mau Riri terlihat oleh rekan-rekan bisnis August dalam keadaan mabuk dan meracau tidak jelas."Gue itu masih muda, tapi gue udah berbakat sejak kecil, Om!"Raffa tersenyum tipis. Riri pasti masih terpikir soal kata-kata Husein.Orang itu ... Raffa baru ingat kalau Dara adalah perempuan yang pernah mau dijodohkan dengannya. Sosok yang Raffa nilai bisa men
RIRI hanya mendengar kabar dari Nayla jika di malam pertunangannya, dia nyaris tidur dengan Raffa. Riri ingat jelas, dia meminum sedikit alkohol malam itu, tapi entah mengapa dia bisa mabuk dan lepas kendali.Riri masih bisa mengingatnya samar-samar. Saat ia menggoda Raffa dan mengajak laki-laki itu bercinta.Pipi perempuan itu memerah dan ia langsung menundukkan kepala. Lebih lagi, Raffa kini ada di sebelahnya."Kenapa?" Raffa menoleh, dia melihat Riri menunduk sambil geleng-geleng kepala. "Jadi ke restoran Nayla, nggak?"Riri mengangguk dan Raffa dibuat kesal, lantaran Riri yang biasanya banyak omong, kini irit sekali bicaranya."Lo kenapa, sih, Ri? Sariawan?" tanyanya geram.Riri menggeleng."Terus kenapa dari tadi diam aja? Ngomong apa, kek, sepi banget hidup gue kalau lo diam terus kayak gitu."Riri terbatuk-batuk mendengar b