Akan tetapi, situasi langsung berubah dalam sekejab saat anak buah Edward yang jumlahnya lebih banyak daripada anak buahnya Mario, dengan tampilan garang, serta dilengkapi dengan senjata di tangan masing-masing.Hal tersebut membuat nyali Mario dan anak buahnya seketika menciut. Posisi mereka menjadi tidak aman. Terdesak. Diibaratkan masuk kandang macan. Namun ternyata Edward tidak menyuruh para anak buahnya untuk membereskan Mario, ia malah mengajaknya ke sebuah ruangan karena ada hal yang hendak dia bicarakan. Tidak mau berakhir konyol, Mario pun terpaksa menuruti ajakan Edward. Kini, di sebuah ruangan, Edward duduk di kursi sambil menghisap rokok, asap seketika mengepul keluar dari dalam mulutnya. Sedangkan Mario berdiri di hadapan Edward dengan posisi membelakangi pria itu seraya berkacak pinggang. Tak lupa, ia memasang ekspresi wajah masam. "Duduk lah, bro ... karena kita perlu bicara empat mata," titah Edward sembari menunjuk kursi yang ada di depanya yang dibatasi oleh
Hidup Mario memang tidak pernah kekurangan yang namanya perempuan di sisinya yang akan senantiasa menghangatkan ranjangnya setiap malam kapan pun ia mau, juga hasratnya yang selalu bisa ia salurkan, serta bebas memilih wanita mana saja yang ingin dia ajak tidur bersama. Namun kini ia mulai bisa berkomitmen sejak bertemu dengan kekasihnya yang sekarang dan sudah menjadi tunanganya pula. Disaat ia sudah mulai bisa berkomitmen, sudah menjalin hubungan yang lebih serius, tiba-tiba ... ia mendapat kabar jika wanita yang dulu pernah menghabiskan satu malam denganya sedang hamil? Dan ia adalah Ayah dari bayi yang sedang dikandungnya itu? Seingatnya ia selalu membawa dan memakai kondom ketika ia bercinta dengan wanita mana pun. Namun ia juga tidak terlalu yakin jika tidak pernah kecolongan, sepertinya ia pernah bercinta tanpa menggunakan kondom karena waktu itu hasratnya sedang menggebu-gebu, sudah tidak bisa ditahan lagi, makanya ia nekat melakukan hal itu. Padahal, ia dan wan
Selagi Mario terdiam sedang memutuskan, Edward menunggu dengan kembali menikmati sebatang rokok dan minuman yang terhidang di atas meja. Hal tersebut membuatnya merasa sangat puas. Setelah mondar mandir beberapa saat, Mario tiba-tiba menghentikan langkah, lalu matanya tertutup seraya berkacak pinggang. Kala menyadari jika ia sudah tidak bisa berkutik, buntu, ia pun memaki. Akhirnya, setelah terdiam beberapa saat, Mario membuka mata. Namun tiba-tiba sebuah ide terlintas di benaknya yang membuat terbit senyum samar di bibir pria itu. Kemudian, rahangnya mengeras seiring ia berpikir sejenak. Baik lah. Ia akan menurut dengan Edward terlebih dahulu karena saat ini memang itu yang harus ia lakukan. Selebihnya ... ia akan berusaha supaya tidak dalam kendali pria sialan itu sepenuhnya setelah ini.Terdiam sebentar, lantas ia balik badan menghadap Edward. Mario menatap Edward untuk beberapa saat. "Oke!" Jawab Mario tegas pada akhirnya. Dia kemudian menambahkan. "Aku akan memilih
Sementara itu, terduduk di kursi, ekspresi wajah Aditama tengah memancarkan aura kemarahan hebat, juga aura istimewa yang dimilikinya yang tampak begitu mengerikan mendadak keluar. Ia baru saja mendengar percakapan antara Haryadi dan Bastian melalui alat penyadap.Selagi Aditama terdiam dengan amarah yang membara menguasai dirinya, Ricard yang duduk di samping tuan mudanya angkat suara. "Selain itu Tuan Muda. Anak buah saya melaporkan jika Mario mendatangi klab malam milik Edward dan membuat kekacauan di sana. Tujuan mereka melakukan hal itu adalah untuk membalas apa yang telah Edward lakukan pada klab malam mikik Mario sebelumnya." Ricard menghentikan kalimat sejenak. Mendengar itu, Aditama menoleh dengan kedua alis tertaut dan berujar, "Lanjutkan." "Akan tetapi, Tuan Muda. Setelah Mario keluar dari ruangan Edward, sehabis mereka berdua berbincang di dalam, dia memang keluar dengan kondisi marah, tapi dia tidak melanjutkan apa yang sebelumnya dia lakukan pada klab malam itu,
Kala teringat perkataan Robert, Laksana Gandara merasa semakin yakin jika Arumi ada hubunganya dengan Robert dan Andika. Dengan Arumi tinggal di kompleks perumahan Paradise yang notabene adalah bisnis milik Robert dan Andika, bukan sebuah kebetulan belaka, melainkan disengaja. Tiba-tiba Laksana Gandara mendengus dingin, ekspresi wajahnya mendadak berubah. Merasa para musuhnya itu sedang merencanakan sesuatu kepada keluarganya. Ia lalu kembali menatap Panji dengan serius, "Selidiki lagi kenapa bisa wanita iblis itu tinggal di perumahan itu, Panji dan apa kah benar jika dia memiliki hubungan dengan Robert ... Andika? Selidiki pula ... apakah dia sedang merencanakan sesuatu kepada keluargaku atau tidak!" Ucap Laksana Gandara tegas. Kemudian, ia menggeleng. "Aku tidak mau kebahagiaan yang baru aku rasakan ini, harus lenyap begitu saja dengan rencana yang sedang mereka persiapkan." Mendengar hal itu, Panji segera mengangguk patuh. **"Aku membawa kabar penting, Kak Arumi." kata Edwi
Melihat kedatangan anak serta menantu ke rumah, Sophia langsung merasa senang. Pun segera menyambut mereka berdua di ruang tamu. Namun tiba-tiba ia mengernyitkan dahi saat melihat para pelayan sedang membawakan koper berserta tas milik Aditama dan Vania. Bertanya-tanya, mengamati hal tersebut untuk beberapa saat sebelum kemudian menatap Aditama lagi. "Kenapa kamu membawa koper-koper dan tas-tas segala, Tam?" tanya Sophia.Aditama tersenyum. "Kejutan, Ma. Kami membawa koper, juga tas karena mulai sekarang aku dan dan Vania akan pindah untuk tinggal di sini." Jawab Aditama setelah terdiam sebentar. Dia kemudian menambahkan. "Bersama Mama dan Papa." Sontak, Sophia tersentak kaget. Apa!? Ia pun tercengang. Mencerna dalam sepersekian detik ucapan Aditama, lalu berujar, "Ka ... kamu serius, Nak? Kamu dan istrimu akan tinggal di sini?" ulang Sophia, hendak memastikan ia tidak salah dengar. Mendengar hal itu, Aditama mengangguk yang dibenarkan oleh Vania setelahnya. Selama sesaat,
Sebenarnya Laksana Gandara dan Sophia yang paling menginginkan Aditama dan Vania tinggal bersama mereka.Selain karena Laksana Gandara ingin menebus kesalahan, berharap rasa sayang dan memiliki antar anggota keluarga satu sama lain kembali tumbuh, juga demi kembali menyatukan hubungan yang sempat renggang. Laksana Gandara merasa Robert dan Andika sedang merencanakan sesuatu kepada keluarganya. Mereka berdua telah mengirimkan sinyal peperangan. Ia tahu sekali tabiat mereka berdua itu seperti apa, juga akan melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Termasuk ... menyeret Aditama dan Vania sekali pun! Apalagi dengan kondisinya yang baru sembuh, Vania sedang mengandung, itu akan memudahkan bagi mereka berdua menyerang keluarganya. Di sisi lain, berpisah dengan anak dan istri selama lima tahun, hidup dalam penyesalan, serta terus-menerus mengatai diri sendiri bodoh, membuat Laksana Gandara memiliki trauma. Maka, ia tidak mau hal itu terjadi lagi. Cukup
Di saat ini, Laksana Gandara berujar. "Sebenarnya Papa sudah tidak ingin berurusan dengan Robert dan Andika lagi supaya hidup kita lebih tenang, Tam. Lelah Papa hidup dalam bayang-bayang mereka berdua terus." Di ujung kalimat, ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Aditama terdiam. Sengaja melakukan hal itu karena ingin membiarkan sang Ayah mengeluarkan segala keluh kesahnya terlebih dahulu. Setelah menatap lurus ke depan beberapa saat, Laksana Gandara beralih menatap Aditama lagi dan lanjut berkata. "Bisa saja kita lenyapkan data-data itu, Tam dan kita beritahu mereka jika kita sudah tidak memegang data-data itu lagi. Tapi hal itu sama sekali tidak menjamin. Di dunia mereka, cara-cara licik akan selalu digunakan. Apalagi dengan kondisi kita seperti saat ini, hal itu akan sangat berarti bagi kita." Tiba-tiba rahang Aditama mengeras, terlihat berpikir. Dia kemudian berkata, "Kata Papa ... data-data itu berisi tentang kejahatan Om Robert dan Om Andika di masa lalu?" Pertanyaan Ad