Share

Bab 8 - Apartemen Baru

Mendengar hal tersebut, Vania terbelalak.

"Apa?!" pekiknya seraya menatap sang suami untuk beberapa saat. "K-kamu mendapatkan apartemen untuk tempat tinggal kita?!”

Aditama mengangguk seraya tersenyum.

Vania terbengong, mencerna perkataan sang suami. "Bagimana mungkin kamu bisa mendapatkan apartemen?" tanyanya setelah terdiam sesaat.

"Dari kenalanku yang telah melunasi biaya operasi Ibuku juga, Van. Kebetulan, apartemennya tidak ditinggali dan disewakan kepadaku dengan harga yang murah," jelas Aditama.

"Lalu, bagimana caranya kita akan membayarnya, Tam? Gaji kamu itu kecil, Tam. Pasti tidak akan cukup!"

"Kamu tidak perlu memikirkan hal itu, Van. Biar aku yang memikirkannya. Untuk sekarang yang terpenting adalah kita sudah mendapatkan tempat tinggal."

Vania terdiam, tidak tahu harus berkata apa lagi.

Di detik berikutnya, kepalanya mendadak terasa nyut-nyutan.

Rasa-rasanya, dia masih belum bisa mempercayai apa yang dikatakan oleh suaminya itu.

Namun tiba-tiba Vania tersadar dan menatap Joseph dengan perasaan bersalah.

“Ma…maafkan kami, Pak Joseph. Karena perbuatan kami…”

“Oh tidak apa-apa Nona Vania. Ini sudah menjadi kewajiban kami.”

Joseph Hugo langsung memotong perkataan Vania dengan cepat, dan sesekali menatap Aditama yang juga menatapnya.

Bagimana mungkin Joseph bisa menyalahkan istri dari tuan mudanya!?

“Van, kamu bisa tunggu aku di lobby? Aku perlu membuat pelaporan kepada pihak hotel atas kekacauan ini. Bukankah begitu, Pak Joseph?”

Joseph terkejut dan buru-buru ia mengangguk cepat setelah ditanya Aditama.

“Hah? Ba… baiklah. Jangan lama-lama!” ucap Vania gelagapan dan langsung keluar dari ruangan itu.

Walau agak kaget bagimana bisa suaminya mengerti SOP semacam itu, tapi percuma juga menanyakannya pada suaminya itu.

Setelah memastikan Vania telah keluar, Joseph Hugo segera membungkukkan tubuhnya pada Aditama dengan hormat.

"Maafkan saya atas kejadian yang tidak mengenakan tadi, Tuan. Saya berjanji, hal seperti itu, tidak akan terjadi lagi ke depannya!"

Melihat hal itu, Aditama mengerutkan kening.

Mencerna dalam sepersekian detik, lalu berkata. "Bagimana Anda langsung bisa mengenali saya tadi kalau saya itu adalah pewaris keluarga Gandara?" tanya Aditama dengan alis bertaut.

"Panji telah mengirimkan e-mail kepada saya, Tuan. Dia memberitahu semua unit bisnis yang dikelola oleh Gandara Group dan hotel ini adalah milik keluarga Gandara!" jawab Joseph Hugo.

"Maka dari itu, saya langsung bisa mengenali Anda saat pertama kali melihat Anda. Demikian…"

Mendengar penjelasan tersebut, Aditama mengangguk paham.

"Kedepannya, saya tidak mau terulang lagi! Hampir anda membocorkan identitas saya!" kata Aditama dengan tegas.

Mendengar hal itu, Joseph Hugo mengerjap, jadi gelagapan tak karuan sebelum akhirnya buru-buru menguasai diri.

"Maafkan saya, Tuan. Saya tidak bisa mengontrol diri saya tadi saat melihat Tuan Aditama hendak diusir dari hotel ini. Padahal Tuan adalah pemilik hotel ini. Bagimana mungkin saya berani mengusir Anda? Sekali lagi maafkan saya, Tuan --"

Belum selesai Joseph Hugo menyelesaikan kalimatnya, Aditama sudah mengangkat tangannya, menyuruh Joseph Hugo untuk berhenti bicara.

Melihat hal itu, Joseph Hugo menurut.

Detik berikutnya, Aditama mengeraskan rahang dan berkata. "Tadi itu adalah yang terakhir, Pak Joseph. Saya tidak mau kejadian seperti tadi sampai terjadi lagi!" ujar Aditama, memperingati Joseph Hugo dengan nada dingin seraya menunjuk wajahnya. Dia kemudian menambahkan. "Anda mengerti?!"

Joseph Hugo mengerjap untuk yang kedua kali, mencerna dalam seperkian detik ucapan Aditama sebelum akhirnya mangguk-mangguk paham.

"B-baik, Tuan. Saya mengerti dan saya berjanji ... tidak akan sampai keceplosan seperti tadi lagi ..." Jawab Joseph Hugo dengan terbata.

Aditama mengangguk.

"Maaf jika saya lancang, Tuan ... Tapi, Tuan dan istri Tuan akan pulang naik apa?" tanya Joseph Hugo, mengganti topik.

"Naik taksi."

Joseph Hugo tersentak, keningnya berkerut.

Taksi?

Seorang pewaris keluarga konglomerat mau menggunakan kendaraan umum?

"Kalau begitu ... bagimana jika Anda dan istri Anda pulang bersama saya saja?" Kata Joseph Hugo, bermaksud hendak memberi Aditama tumpangan.

Aditama mendengus dingin, melambaikan tangan. "Tidak perlu. Saya mau naik taksi saja. Saya lebih suka menggunakan kendaraan umum."

Setelah mengatakan hal itu, Aditama langsung berdiri dari kursinya, lantas beranjak dari ruangan itu.

Mendadak, muncul kekaguman pada sosok Aditama yang tidak mau menyentuh kemewahan sedikit pun.

Di lobby, Vania masih tidak mau menatap Aditama, ia masih kesal dengan suaminya.

Sebenarnya ada keinginan untuk meminta maaf karena sikapnya tadi yang sempat marah-marah kepada suaminya, akan tetapi, dia mengurungkan niatnya.

Mereka berdua lalu naik taksi dan taksi pun segera meluncur dari depan hotel menuju apartemen yang akan mereka berdua tinggali.

Tak butuh waktu lama bagi Aditama dan Vania untuk sampai di apartemen yang dituju.

Setelah membayar ongkos taksi, mereka berdua lalu melangkah masuk ke dalam lobby.

"Pak, Maaf! Pengemis dilarang masuk ke lingkungan ini!"

Comments (11)
goodnovel comment avatar
Agus Hikmat
cerita yang menginspirasi
goodnovel comment avatar
Sri Mamanya Gufran
sangat menarik dan di tunggu kelanjutanx
goodnovel comment avatar
ketut juliartawan
mantap sekali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status