Kadang hidup seperti cakrawala dibasahi hujan dan dikeringkan oleh sinar matahari. Tapi apapun yang memberi warna hidup adalah senyum terindahnya, begitulah ungkapan perasaan Shelomitha pada sang hati yang merindukannya. Shelomitha berada di rumah baru di kota Bali yang sangat jauh dari kota surabaya.Orang baru, suasana baru, semoga saja Raka juga Rania betah tinggal disini, Butik yang dirintisnya tiga bulan yang lalu melaju sangat pesat, dengan bantuan saudara rekan kerjanya Ana. Membuat cabang di Surabaya dan Bali. Shelomitha dengan cepat bisa meraih keuntungan. Rumah yang sederhana yang Shelomitha tempati mungkin akan menjadi tempat yang baru, tempat yang bisa membuatnya nyaman dan bahagia, saat sedang sendiriRaka menghampiri dan duduk di sebelah Shelomitha. "Bunda!" "Iya sayang, gimana selama beberapa bulan disini, Raka betah tidak?" tanya Shelomitha pada Raka, sesungguhnya ia sangat cemas akan keadaan kedua putra-putrinya. "Alhamdulillah, Bunda, Raka betah kok," jawab raka
"Kenapa?''"Karena aku tak mau menyakiti seorang wanita, Ma.""Lo, bukannya kamu sukanya sama, Mitha. Mama sudah merestui hubungan kalian lo." "Mama lupa, Mama yang mati-matian menjodohkan, Arya dengan Amanda, lagian Arya sudah janji Mama, janji sama Manda sama saja janji sama Allah." "Hmm iya maafin Mama. Mama memang egois, mama pikir, Masmu Bram masih menyukai, Mitha. Nyatanya tahu sendiri kan?" "Meskipun aku harus menderita ngak papa, Ma. Asal Arya ngak menyakiti hati wanita, itu prinsip, Kecuali, jika, Manda sendiri yang memintanya membatalkan pernikahan kami." "Fiko kamu memang anak Mama yang berhati baik, Mama bangga sama kamu." Tanpa mereka sadari ada yang mendengarkan ucapan Arya dari balik pintu. Menjelaskan apa? Menjelaskan bahwa Arya tak mau menikah dengannya? Semuanya sudah selesai. Amanda tak akan sanngup bermain api jika tidak pernikahan itu tak akan bahagia satu sama lain. Yang sangat Amanda sukai akan dipertatuhkan, jika pernikahan ini akan berlanjut apakah Amand
Menjadi seorang yang bermanfaat bagi orang lain bukanlah perkara mudah, banyak hal yang akan kita persiapkan untuk bekal menjalaninya. Salah satunya adalah belajar bagaimana memahami, menerima, masalah yang akan kita berikan solusi dan memilih cara yang tepat untuk mengatasinya. Arya menikmati perjalanan menuju kota Nganjuk di mana Pak Ferdi orang tua Shelomitha tinggal, Arya berharap bisa menemukan titik terang, di mana tempat tinggal Shelomitha sekarang berada. Setelah perjalanan lebih dari dua jam akhirnya mobil Arya sudah terparkir di halaman depan rumah Pak Ferdi Ayahnya Shelomitha. Arya dan Mang Usep turun dan masuk ke dalam rumah besar itu."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam, Eh nak, Arya. Ayo silahkan masuk."Pak Ferdi mempersilahkan Arya masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu. "Injih, Pak.""Ada apa, Nak. Shelomitha baik-baik saja kan?"Deg. Arya merasa sulit untuk menelan ludah, padahal dia kesini ingin mencari keberadaan Shelomitha."Iya, Pak. Emm sebenarnya saya senga
Keadaan Siska di rumah sakit, semakin hari semakin membaik. Siska sudah mulai bisa berbicara dan tersenyum. Amar tak tega melihat Siska yang sedikit depresi, Amar tahu jika Siska sudah tidak mempunyai saudara lagi. Amar yang sedari tadi memperhatikan di depan pintu kini berjalan mendekati Siska. "Siska, gimana keadaanmu sekarang sudah membaik kah?" tanya dokter Amar pada Siska."Siska baik, dokter Amar. Terima kasih sudah menolong dan merawatku selama ini," jawab Siska pada dokter Amar.Amar mengangguk pelan. "Iya.""Maaf, dokter merepotkan.""Tak apa. Aku yakin kamu bisa berubah Siska, bukannya dulu kita juga sering bermain bersama, itu artinya kamu juga sahabatku sama seperti, Mitha." Amar menginggatkan masa indah waktu itu bersama Shelomitha."Dokter Amar, Siska minta maaf karena telah menjebak Dokter Amar, padahal Mbak Mitha sudah mau menerima Anda. Semua salahku, Siska mohon ampun." Siska menangis di hadapan Amar. "Semua sudah terjadi dan sudah takdir-Nya, Siska. Sudahlah jan
Shelomitha sibuk dengan pekerjaan, seharian berkutat dengan laptop membuatnya sampai lupa untuk makan. Namun merevisi pekerjaan tinggal sedikit lagi, Shelomitha berusaha menyelesaikan tugasnya. Selesai ia berjalan di warung sebelah dan membeli nasi di dekat Butik. Kali ini Shelomitha ingin sekali makan masakan nasi padang. Pramusaji datang membawakan seporsi nasi padang dengan ayam goreng juga teh manis sudah berada di depannya. Makanan yang sangat menggugah selera, Shelomitha tersenyum berdo'a dan memulai makan. "Mbak Mitha, lagi makan siang kah?" tanya lelaki yang berada di depan Shelomitha."Iya, Mas Bima. Mas Bima juga makan di sini?" tanya Shelomitha pada Bima yang tak lain adalah tetangga sebelah rumahnya."Iya. Bagaimana kabar, Raka juga Rania, Mbak Mitha."Shelomitha tersenyum dan mengangguk. "Alhamdulillah baik, Mas Bima." Shelomitha kembali makan. "Mas Bima kerja di mana?""Aku mengajar, Mbak.""Ohya. Bagus dong."Bima tersenyum ke arah Shelomitha. Selesai makan Shelomit
Shelomitha menatap pantai dari kejauhan, Ia memandang ombak-ombak kecil yang berlarian ke pinggiran pantai. Buih-buih kecil menyebar searah mata angin. Berserakan bebas lepas kemana pun mereka akan pergi. Deru ombak, menyiratkan satu nyanyian dengan keindahan tersendiri.Anak-anak kecil asik bercengkrama dengan ombak. Terdengar tawa ceria mereka yang membuat semangat Shelomitha untuk kembali bangkit.Shelomitha memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Matanya nanar menatap gulungan-gulungan ombak yang saling berkejaran kencang, namun pecah menghantam karang.Shelomitha melihat bocah kecil berlari kesana sini. Ada yang bermain layang-layang, membuat bangunan dari pasir, itulah anak-anak pantai. Tapi tidak dengan Rania juga Raka ia tetap berada dalam posisinya bermain di dalam rumah.Apakah hati mereka bahagia? Shelomitha pun tak tahu apa yang dirasakan oleh kedua anaknya. Shelomitha mencoba berbicara pelan kepada kedua anaknya."Raka, Rania sini, Nak." "Iya, Bunda." "Mau ikut
"Saya sudah menjodohkan, Bima dengan gadis pilihan saya dan masih gadis tentunya." Shelomitha tak menjawab. "Raka bawa adikmu, masuk, Nak.""Iya, Bunda.""Mama, keterlaluan. Apa pantas ngomong begitu, Ma. Malu." "Kamu ini ya, Bima.""Sudah ayo kita pulang, Ma.""Mama ngak suka ya, Bima.""Tenang, Ibu. Dan maaf, saya tidak pernah mengganggu putra, Ibu. Sepertinya Ibu salah sasaran. permisi." Shelomitha pergi lalu Mang Kardi menutup pintu gerbang. Wanita paruh baya itu, menggeleng pelan. "Mama keterlaluan, malu-maluin saja.""Dih malu kenapa, Mama ngak suka saja ya kamu bergaul sama dia, janda pula, banyak gadis lain yang cantik, Bima.""Sudahlah. Keterlaluan, Mama." Bima melangkah pergi meninggalkan, Mamanya sendirian. Shelomitha hanya tersenyum, menginggat ucapan wanita oaruh baya itu. Hatinya sedikit tidak enak karena perkataan wanita tadi. Tapi bukankah benar ia hanya seorang janda, seorang janda anak dua siapa juga yang mau? "Bunda, jangan sedih gitu.""Enggak, Bunda baik-b
Siska menyiapkan sarapan pagi, di apartemen Amar, memasak ayam geprek untuk dokter Amar. Selesai memasak Siska memanggil Amar dan mengajak untuk sarapan pagi. Selesai makan Siska memberanikan diri untuk bicara."Dokter Amar, hari ini Siska akan pindah saja?" "Pindah kemana? Memang kamu ada tempat tinggal," jawab Ammar pada Siska."Siska tidak tahu, Dokter Amar, bisakah Anda mencarikan pekerjaan untukku." "Apartemen sebelah ini punyaku Siska, kalau kamu tidak nyaman tinggal disini pindahlah di sebelah, untuk pekerjaan nanti saya akan carikan, apa kamu menjaga putri saya Zahra saja, nanti aku akan membayarmu," ucap Amar pada Siska."Boleh dokter Amar, biar aku menjaga Zahra saja." "Baiklah nanti sepulang kerja, aku akan mengajakmu ke rumahku, sekarang aku berangkat kerja dulu." Pamit Amar pada Siska."Terima kasih buat semuanya, dokter. Meskipun Anda tahu, saya bukan perempuan baik-baik, tapi Anda masih mau menolongku." "Sama-sama Siska."Siska merapikan tempat makan lalu mencuci p