a few full moons laterKeluarga besar Arya dan Bramantyo, begitu antusias ingin berkunjung di Gunung Tangkupan Perahu tempat wisata terkenal di Jawa Barat, tempat wisata Legenda Sangkuriang. Arya lagi ada tugas di Bandung sekalian semua ikut liburan karena sekalian, weekend bersama keluarga tercinta. "Fino sakit, aku gak jadi ikut ya, Arya.''"Iya, baiklah next time kita ngumpul lagi. Semoga cepat sembuh, Fino. Mas.''''Aamiin.""Titip Sultan dan Mama saja ya.''"Hu um, beres, Mas."Semua sudah siap berangkat ada Sultan, Raka, Rania, Yusuf dan Senja anak bungsu Shelomitha dan Arya. Satu keluarga besar berkumpul mempersiapkan liburannya.Mobil disewa dan meluncur menuju lokasi tempat wisata, udara yang sejuk dan asri tentunya, serta banyak pohon tinggi menjulang. Membuat mereka takjub dengan pemandangannya, mereka langsung bergegas berjalan menuju area dimana rasa penasaran mereka akan cerita legenda Sangkuriang. Seorang anak yang mencintai Ibu kandungnya.Perjalanan hampir enam jam.
"Mas, aku hamil apa yang harus aku lakukan? Bagaimana jika, Mbak Mitha tahu kalau aku mengandung anakmu, Mas," ucap perempuan yang berada di dekapan pria bertubuh kekar itu."Gugurkan saja! Aku tidak mau, Mitha tahu tentang perselingkuhan kita, kau tahu betapa aku sangat mencintai kakakmu itu.""Mas, ini enggak adil buatku, ini anak kita, darah daging kita, Mas." Pekik wanita itu. Siska menahan gejolak emosi yang kian meledak kapan saja. "Ini kesalahan, Siska tolong mengertilah posisi ku adalah suami dari kakakmu." Bram seraya melepaskan dekapannya. "Akan aku siapkan beberapa uang, cukup diam dan gugurkan anak itu! Aku tidak mau berpisah dari Mitha.""Mas sungguh tega." Siska menangis histeris. "Selama ini, Mas hanya memanfaatkan aku, kau hanya menyalurkan hawa nafsumu ketika Mbak Mitha sedang nifas.""Kau pun tahu itu, bukannya dari awal kau yang menggodaku? Apa kau lupa di dunia ini hanya ada satu nama di hatiku yaitu Shelomitha." "Astaga, Mas sungguh tega."Bram melemparkan lem
Shelomitha terjaga dari tidurnya, kepalanya begitu berat, perlahan ia membuka mata melihat suaminya telah tidur di sampingnya. Semalam hampir jam satu malam Shelomitha baru bisa memejamkan mata. Saat itu pun suaminya belum juga pulang. Ia menatap sekilas wajah Bramantyo yang tertidur memeluk dirinya. Perlahan Shelomitha mengangkat tangan lalu menaruhnya ke atas guling. Shelomitha beringsut menuju kamar mandi. Selesai ia ke dapur membantu Simbok memotong sayuran, wortel juga kentang juga gubis. Menaruhnya di wadah yang bersih. Kali ini Bibi akan membuat sop request dari anak-anak. Simbok memasukkan sayuran ke dalam panci yang sudah mendidih, lalu memasukkan sayuran. Sedangkan Shelomitha menggoreng ayam juga bakwan jagung. Selesai Shelomitha mematikan kompor, lalu seperti biasa berjalan menuju kamar Raka dan Rania membantunya mengenakan seragam. Selesai Shelomitha naik ke kamar atas menemui suaminya yang masih tertidur. "Mas, bangun ini sudah siang lo."Bramantyo menggeliat, mengucek
Mbok Darmi beserta Raka ke rumah sakit. Mbok Darmi begitu cemas karena sejak kecil ia belum pernah melihat, Shelomitha seperti ini. Ia takut kalau terjadi apa-apa dengannya. Sang Ibu menitipkan ke pada dirinya, Simbok lalu masuk ke ruangan dimana Shelomitha di rawat. Simbok melihat keadaan Shelomitha yang masih down. Pandangannya kosong hanya air mata yang mengalir di pelupuk kedua netranya."Non, Mitha ...."DiamHening "Non, Mitha ...." Mbok Darmi memegang tangannya. Shelomitha mengusap air mata, lalu menoleh ke arah Mbok Darmi. "Iya, Mbok.""Non, apapun masalahnya ingatlah ada, Allah juga, Den Raka juga Non Rania yang masih membutuhkan, Non. Mbok enggak harus tahu masalahnya tapi tolong, Non. Sabar, Iklas masih ada Gusti Allah yang ada membantu kita." Nasehatnya. "Mbok, aku butuh pelukan, Mbok Darmi.""Sini ...!" Simbok Darmi memeluk Shelomitha yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.Arya dan Dewi juga Raka hanya memperhatikan, Arya semakin yakin ada sesuatu antara kakakny
Shelomitha dibantu Dewi memasuki kamar baru, tepat di samping kamar mereka dulu. Shelomitha duduk di sisi ranjang berusaha merebahkan tubuhnya. Putri membantu menumpuk bantal biar agak tinggi, ia lalu membaringkan tubuh Shelomitha degan pelan. Shelomitha memandangi langit-langit yang bercat putih di atas, sesaat ia berusaha memejamkan mata, namun rasanya mata ia enggan terpejam. "Istirahatlah, Tha. Kau butuh menenangakan diri." Dewi seraya menarik selimut menutupi tubuh Shelomitha. Shelomitha mengangguk pelan. "Iya kau benar. Terima kasih buat semuanya, Dew."Dewi tersenyum lembut. "Apa sih yang enggak buat kamu." Dewi membetulkan selimut karena masih terlihat kaki Dewi. Shelomitha menoleh ke arah jendela terlihat pepohonan meliuk-liuk. Alunan suara itu masih terdengar indah tatkala angin meniupnya dengan kencang dari balik jendela. Ada buih gelombang rindu menyeruak dalam kabut tipis, air mata tak terasa menggenang lagi di pelupuk mata Shelomitha. "Dew ...."Dewi menarik napas be
Rembulan bersinar di waktu malam, bulan mengantung separuh diatas sana hanya terdengar suara bising pabrik dan suara lalu lalang kendaraan. Mitha duduk dibalkon atas, ia memandang bintang, berharap jika menjadi sinar untuk kedua buah hatinya. Shelomitha meneguk teh hangat buatan Simbok, berharap jika sakitnya akan sedikit menghilang. Penghinaan Bramantyo masih sangat membekas di hati.Serendah itukah cinta dan ketulusan Shelomitha di matanya? Ah, betapa bodohnya Shelomitha yang percaya begitu saja dengan omong kosong cinta! Ya empat tahun dia bermain skandal dengan adiknya. Shelomitha menangkupkan jaket di badan, angin berhembus begitu kencang hingga membuat Shelomitha menggigil kedinginan. Shelomitha beranjak bangkit berjalan menutup pintu balkon lalu masuk ke kamar, ia berbaring di atas ranjang king size, rasa ngantuk menyerang mungkin karena pengaruh obat yang ia minum. Sementara Bramantyo masih di kantor ia sibuk dengan tugasnya, selesai mengerjakan file ia beranjak pulang. Bram
Bu Wulan melihat Shelomitha bersedih, Ia tak sengaja melihat Shelomitha mengusap air mata. Yang sebenarnya Arya sudah menceritakan perselingkuhannya Bramantyo dengan Siska. Bu Wulan merasa sangat sedih melihat luka yang disembunyikan oleh menantunya. Apa kurangnya Shelomitha hingga Bramantyo putranya menyakiti wanita sebaik Shelomitha. "Arya, sebenarnya ada apa dengan, Mitha?" tanya Bu Wulan pada Arya saat itu. "Memangnya kenapa, Ma?" Arya seolah pura-pura tak tahu, seraya menatap ke arah ponsel miliknya."Jangan bohong sama, Mama. Mama kenal, Mitha sudah lama, jadi tahu kalau Mitha itu lagi ada masalah serius." "Sebenarnya, Mas Bram selingkuh, Ma." Pelan Arya menjelaskan takut jika mamanya shok. "A ... apa!" "Ma ... bangun, Ma. Mama ... bangun Ma." Pekik Arya meraih tubuh Mamanya. Simbok, juga Arya memberikan minyak kayu putih pada hidung, leher, tengkuk, juga perut Bu Wulan, Simbok memijit-mijit tangan Bu Wulan. Hingga menit berikutnya wanita paruh baya itu siuman. "Arya, tol
Mungkin inilah cobaan untuk Shelomitha, Allah mungkin sedang rindu akan air matanya. Air mata yang entah kapan terakir kali menetes, karwna selama ini ia selalu bahagia. Berbeda saat ini hatinya penuh dengan air mata di mana rumah tangga Shelomitha sedang diuji, haruskah ia bertahan apakah justru harus melepaskannya? Mobil terparkir di halaman sekolah Raka, Shelomitha mengantar anaknya sampai depan kelas. Ia lalu bergabung dengan ibu-ibu wali murid, ada, Bu Sari juga Bu Ani yang setia mengantar anaknya, yang lainnya sibuk kerja mencari tambahan nafkah untuk sang suami."Jeng, Mitha, pangkling aku kirain siapa tambah cantik saja," sapa Bu Sari"Iya Bu, do'ain ya? biar istikomah terus bisa seperti ini," jawab Shelomitha pada Bu Sari"Iya, Jeng Mitha, tenang saja pasti kita dukung terus kok!""Makasih ya, Bu."Shelomitha masih bersama ibu-ibu mengobrol, lumayan kali ini Shelomitha bisa sedikit menghilangkan penat di dalam dada. Shelomitha pamit duluan untuk pulang, ia pulang sambil memb