Share

Bab 7

Penulis: Jingga Amelia
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-15 05:50:45

Suara Di Bilik Iparku (7)

(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)

**

Minta maaf katanya? Mudah sekali ia bicara tanpa memikirkan perasaanku yang telah dilukainya dengan perselingkuhan yang ia lakukan dengan ipar sendiri. Jika semudah itu ia mengucapkan maaf, maka seharusnya pula aku mempersulit keadaannya.

"Dek, aku minta maaf," ucap Mas Akbar lagi ketika aku tak kunjung menjawab perkataannya.

Aku melepas tangannya, lalu mundur selangkah darinya.

"Kenapa? Kamu takut kalau orang tuamu tahu tentang perbuatanmu itu? Maaf, sayangnya teleponku sudah terhubung," jawabku dengan menunjukkan layar ponsel yang sudah terhubung ke nomor ibu mertuaku.

Dia boleh berbuat salah dan juga menyakiti hatiku, tapi dia lupa kalau setiap orang punya batas kesabaran dan rasa dendam masing-masing. Aku tak dendam, hanya ingin dia merasakan sakit seperti apa yang aku rasakan.

"Hallo," ucap seseorang di seberang sana membuat kedua netra Mas Akbar melebar.

Ia lantas berdiri dan berusaha merebut ponselku, tapi secepat kilat aku lantas menjauhkannya dari Mas Akbar.

"Hallo, Bu. Apa kabar?"

"Baik, Nak. Kalian apa kabar? Tumben telepon Ibu, ada apa? Kalian baik-baik saja, kan?" tutur ibu dari seberang.

Mas Akbar terlihat marah, mungkin ia berfikir bahwa aku tak menghargai permintaan maafnya. Tapi apa peduliku? Saat ia sendiri saja tak menghargaiku sebagai seorang istri.

"Em, tidak, Bu. Anisa hanya kangen, sama mau mengabarkan sesuatu," ungkapku dengan terus melihat ke arah Mas Akbar.

Aku ingin lihat, seberapa takut ia jika kabar ini kusampaikan pada orang tuanya. Terlebih ibunya punya riwayat jantung. Seharusnya ia tak macam-macam, apalagi selingkuh dengan istri adiknya sendiri. Dasar menjijikkan!

"Ya, katakan saja. Ada apa?"

"Jadi begini, Bu. Mas Akbar dan Hanum kedapatan ...."

Tutt tutt tutt

"Astaghfirullah ...." Aku memekik saat tanganku ditangkis oleh Mas Akbar hingga ponselku terjatuh dan sambungan telepon terputus.

Kedua netraku lantas menatapnya tajam, ia sudah benar-benar keterlaluan. Tak hanya menyakitiku secara fisik dengan tamparannya beberapa saat yang lalu, melainkan juga hatiku yang berulang kali ia porak-porandakan.

"Lancang kamu, ya!" hardik Mas Akbar dengan mengepalkan tangannya.

Dulu, aku memang seorang istri yang sangat penurut, lemah lembut dan sangat menyayanginya beserta semua keluarganya. Tapi dua tahun pernikahan ini, kerap kudapatkan sikap acuh darinya. Bahkan lebih parahnya setelah ia ketahuan tengah berselingkuh dengan iparnya sendiri. Aku sudah muak, rasa di hatiku sudah mulai terkikis karena sikapnya.

"Kenapa? Mau menamparku? Atau mau memukulku? Silahkan! Apa belum puas kamu menyakiti hatiku dengan menuduri istri adikmu sendiri? Selama ini aku sudah sabar dengan semua sikap acuhmu, tapi apa aku harus terus menerus bersabar? Terlebih saat semua kebusukanmu terbongkar, kamu malah dengan beringasnya menghancurkan rumah dan bahkan menamparku. Lalu, kamu mau apa lagi? Silahkan kalau mau menamparku lagi? Sekalian aku buat bukti ke kantor polisi!" cecarku panjang lebar membuatnya membisu seketika.

"Apa ini yang kudapatkan atas semua baktiku padamu selama ini?" Lagi, aku memarahinya tanpa ampun.

Bukan perihal tentang perselingkuhan ini saja, tapi sikapnya yang arogan membuatku sangat tak ingin lagi bersikap sabar terhadapnya. Sudah cukup penindasan yang ia lakukan padaku, sudah saatnya aku bangkit.

"Ini bukan Anisa yang aku kenal," jawabnya singkat dengan tetap menatapku marah.

Aku tak lantas takut dengan tatapannya yang terlihat garang itu, justru hal itu semakin membuatku berani untuk terus melawan penindasan ini. 

"Sama! Ini juga bukan Mas Akbar yang kukenal, di mana dengan rendahnya ia berani meniduri istri dari adiknya sendiri. Dasar murahan!" bentakku, lalu aku beranjak menjauh darinya. Masuk ke dalam kamar dan membanting pintunya kasar.

Bahuku terguncang, dadaku terasa sangat sesak setelah dengan susah payah aku menahan tangis sejak tadi. Wanita mana yang kuat jika suaminya berbuat demikian kepadanya? Sekuat-kuatnya wanita, pasti ia akan menangis pula bukan jika disakiti sedalam ini?

Kutumpahkan segala rasa di dalam hatiku hingga air mataku tak keluar lagi dari kedua mataku. Hatiku perih, terlebih saat mengingat ketika Mas Agus mendobrak pintu kamar Hanum dan mendapati mereka tengah memadu kasih.

"Ya Tuhan ... Apa salahku, sehingga suamiku bersikap demikian padaku," gumamku lirih dengan perasaan yang telah benar-benar hancur.

Aku bangkit setelah beberapa saat terbaring di atas ranjang dengan air mata yang telah membasahinya. Kupandangi diriku sendiri di depan cermin.

Usiaku masih terbilang muda, hanya berjarak sekitar dua tahun dari Hanum. Badanku juga masih bagus seperti Hanum karena kami sama-sama belum menikah. Lalu, kenapa Mas Akbar memilih berselingkuh dengannya? Apa kurangku? Seharusnya ia membicarakan hal ini baik-baik, bukan? Tidak lantas dengan gampangnya berselingkuh dan lebih parahnya tidur dengan wanita lain.

Tunggu, sepertinya ada hal yang harus aku urus terlebih dahulu. Jangan-jangan selama ini Mas Akbar pun juga mengirimi Hanum uang? Karena tidak menutup kemungkinan ia juga akan mengirim uang pada selingkuhannya itu.

Gegas aku mengambil buku rekening milik Mas Akbar dan juga surat kuasa yang telah ia buatkan untukku jika sewaktu-waktu rekeningnya bermasalah dan harus melibatkanku. Syukurlah, seakan Tuhan juga merestuiku ketika perbuatan buruk Mas Akbar terbongkar.

Kubuka kenop pintu kamar, suasana rumah masih sama berantakannya dengan tadi. Sedangkan si pembuat onar tak kulihat keberadaannya. Mungkin ia tengah menerung meratapi kesalahannya, atau bahkan mungkin ia hanya pura-pura merasa bersalah. Entah.

"Mau kemana?" bentak Mas Akbar ketika aku akan melangkah keluar rumah.

Aku menghentikan langkahku, lalu berbalik menatapnya yang sepertinya baru saja selesai mandi. Rambutnya masih basah, bajunya pun kulihat sudah berbeda.

Hatiku berdesir, ketika lagi-lagi ia keluar dari kamar yang pernah ditinggali oleh Hanum. 

"Itu baju siapa?" tanyaku karena sebelumnya aku tak pernah melihat baju itu di almarinya.

Ia menatap baju yang ia kenakan, lalu tersenyum miring.

"Tentu dari kekasihku, dia sangat perhatian dengan membelikanku baju dan parfum yang selalu membuatku merasa dekat dengannya."

Biad*p! Ingin rasanya aku memenggal kepalanya sekarang juga!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suara Di Bilik Iparku   Bab 28

    Aku dan Kekasih SuamikuPart 28Satu tahun kemudian ...."Sarapannya sudah siap, Mas," ucapku pada Mas Chandra ketika aku baru saja menyiapkan dua lembar roti tawar dengan selai kacang di atasnya, juga susu hangat di samping piringnya."Iya, sebentar," jawabnya dari kamar.Aku tersenyum tipis, lalu melanjutkan menyiapkan sayuran yang hendak kumasak untuk makan siang. Namun, sebelum itu aku mengelus lembut perutku yang mulai menyembul.Ya, tepat bulan ini usia kandunganku sudah memasuki bulan ke tujuh, rencananya sepulang dari kantor Mas Chandra akan mengantarkanku pergi ke dokter untuk kontrol bulanan.Tak berselang lama, Mas Chandra menghampiriku dengan melingkarkan tangannya di perut buncitku. Dia menciumi pipiku brutal hingga aku meletakkan pisau yang kugunakan untuk mengupas bawang."Ini masih pagi, Mas," ledekku, membuatnya terkekeh kecil lalu melepaskanku."Kamu cantik banget hari ini," ujarnya.Aku mendengus, lalu mundur darinya. "Jadi aku cantiknya hari ini saja?"Dia tak han

  • Suara Di Bilik Iparku   Bab 27

    Aku dan Kekasih Suamiku (27)“Kamu sudah tahu kalau Lusi kecelakaan?” tanya ibu ketika aku baru saja pulang bekerja.Aku memicingkan mata, “dari mana Ibu tahu?”Wanita yang telah melahirkanku itu tersenyum, lalu berjalan mendekat ke arahku. “Apa kamu pikir gara-gara Ibu tidak perna bertanya padamu mengenai masalahmu lantas Ibu tidak tahu?”Sampai ibu berkata demikian pun aku masih belum paham mengenai apa yang beliau maksud. Memang selama ini aku sangat jarang sekali menceritakan masalah pribadiku pada ibu maupun bapak karena aku takut jika apa yang kuceritakan akan menganggu pikirannya.“Bu ….”“Sayang … selama ini Ibu dan Bapak hanya diam, tapi diamnya kami bukan karena tidak perduli melainkan kami memilih mengawasimu seperti sebelumnya,” kata ibu lagi memotong pembicaraanku.“Selama ini Ibu pun kesana kemari mencari informasi tentangmu dan semua yang berhubungan denganmu. Semua itu kulakukan karena semata-mata kami tidak ingin ada yang menyakiti hatimu, Nak.”Kedua mataku berkaca-k

  • Suara Di Bilik Iparku   Bab 26

    Aku dan Kekasih Suamiku (26).Untuk beberapa saat kedua orang yang baru saja kubongkar rahasianya itu terdiam, terlebih dihadapan Lusi. Mana mungkin mereka akan mengakui kebobrokan masalalunya di hadapan anaknya?"Pa, Ma. Kenapa diam? Katakan apa yang sebenarnya terjadi."Aku tersenyum kecut, melihat orang yang hendak menghancurkan rumah tanggaku nyatanya justru akan hancur dengan sendirinya. Mungkin ini yang dinamakan 'karma'."Pak Akbar, Bu Hanum. Kenapa? Lebih baik jujur, bukan?""Lancang kamu!" bentak perempuan yang duduk di atas kursi roda itu.Bukan aku ingin menjadi wanita yang jahat, hanya saja mereka sudah lebih dulu menjahatiku. Mungkin dulu ibuku diam, dan menerima semuanya. Namun, aku tak terima. Mereka harus mendapatkan sanki atas apa yang sudah dilakukannya.Kulihat Pak Akbar menarik rambutnya kasar, lalu menatapku dan Lusi secara bergantian. Bisa kulihat jelas bahwa dia tengah tertekan dengan keadaan saat ini.

  • Suara Di Bilik Iparku   Bab 25

    Aku dan Kekasih Suamiku (25).“Dari mana kamu yakin bahwa orang tuaku lah yang telah membuat hidup mamamu menjadi seperti ini? Dan juga, bagaimana kamu bisa yakin bahwa orang tuaku pula telah merebut semua milik mamamu?” tanyaku ketika telah duduk berhadapan dengan Lusi di meja nomor 8.Dia tampak santai, raut tenang tergambar jelas di wajahnya. Semua ini terlihat berbanding terbalik dengan apa yang biasa dia tunjukkan padaku. Jika biasanya dia selalu saja terlihat menjengkelkan tapi kali ini dia terlihat jauh lebih tenang.“Kamu tau hanya dari ucapan mamamu, kan?”“Mana mungkin aku bisa mempercayai orang lain, sedang aku yakin Mama tidak akan pernah berbohong kepadaku,” tandasnya begitu percaya dengan mamanya.Memang, kuakui bahwa di dunia ini tidak ada orang yang patut kita percayai selain perempuan yang telah melahirkan kita. Namun, bukankah seharusnya kitak boleh menelan kebenaran itu secara mentah-me

  • Suara Di Bilik Iparku   Bab 24

    Aku dan Kekasih Suamiku (24).Aku masih tertegun setelah mendengar penuturan Mas Chandra mengenai alasannya mengenai foto itu. Rasanya kini untuk percaya dengannya terlihat sangat lah sulit, karena aku pernah dikecewakan olehnya."Hanan, kamu percaya, kan?" ucapnya lagi ketika aku masih terdiam.Jika dilihat dari gerak-gerik dan mimik wajahnya, dia terlihat seperti benar-benar tidak berbohong. Namun, bukankah tidak seharusnya aku percaya begitu saja dengannya?"Terserah, sekarang kamu kamu percaya atau tidak denganmu. Namun, yang pasti aku telah mengatakan semua kejujuran ini padamu."Hatiku bimbang, sejujurnya aku sangat ingin percaya padanya. Aku juga tidak ingin rumah tanggaku hancur hanya karena wanita seperti Lusi."Baik, aku percaya. Tapi jangan memaksaku untuk bersikap baik seperti dulu lagi," tuturku setelah beberapa saat memikirkan mengenai hal ini.Mas Chandra tersenyum, sepertinya dia memang menunggu jawaban ini dar

  • Suara Di Bilik Iparku   Bab 23

    Aku dan Kekasih Suamiku (23).Pak Akbar masih menatapku heran, ketika dengan sengaja aku mengatakan tentang hubungan saudara antara diriku dan juga Lusi. Hatiku sudah terlanjur panas, terlebih setelah aku mengetahui semua kebenaran yang terjadi antara mama, papa dan juga Pak Akbar."Apa maksud kamu?"Aku memutar bola mata malas, lalu berdiri dan berjalan sedikit menjauh darinya. Bagaimana bisa, aku berbaik hati pada orang yang telah berbuat buruk pada mamaku. Bahkan dia juga tidak berniat mengakuiku sebagai anaknya."Tentunya Anda ingat bukan dengan Anisa dan Oki Wijaya? Sudah lah, aku lelah dengan sandiwara ini, Pak. Lebih baik, jika Anda dan istri Anda masih memiliki dendam pada kedua orang tuaku, jangan bawa-bawa aku dan Mas Chandra. Setidaknya aku hanya ingin rumah tanggaku ini baik-baik saja. Terlepas bahwa ternyata Anda adalah ayah kandungku, itu sudah bukan menjadi prioritasku lagi karena bagiku ayahku cuma satu, yaitu Papa Oki Wijaya."

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status