Suara Di Bilik Iparku (24)
(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Pov Akbar**
Sial!
Entah dengan apa aku mengungkapkannya. Kini, jabatanku resmi di turunkan oleh bos, dari yang semula adalah meneger keuangan kini hanya berganti sebagai staf biasa. Menjengkelkan!
Bos bilang, katanya ini semua karena perbuatan burukku yang bisa saja mencemari nama baik perusahaan jika aku masih terus menduduki jabatan itu. Persetan sengan nama baik, seharusnya ia tidak boleh memperlakukanku seenaknya sendiri seperti ini. Lagi pula, bukankah semua masalahku ini adalah masalah pribadiku, apa bos dan perusahaan patut mencampurinya?
Dan lagi, kenapa harus Anisa yang menjadi penggantiku? Apa tidak ada orang lain yang bisa menduduki jabatanku itu? Ah, betapa sialnya aku sekarang.
Seharusnya aku bisa merengkuh indahnya cinta bersama Hanum dan Anisa secara bersamaan, tapi semua hancur begitu Anisa tahu tentang perbuatan buruk
Suara Di Bilik Iparku (25)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Pov Akbar II**"Pak! Mas! Kalian dengar nggak sih aku ucap salam!" ucapku sedikit membentak kedua orang yang tengah asik pada gawainya masing-masing itu.Sudah beberapa hari semenjak hubunganku dengan Hanum terbongkar mereka terlihat sangat menjaga jarak denganku, terlebih setelah ibu meninggal. Menatapku saja rasanya enggan, apalagi berbicara jika tidak ada hal yang penting.Sebenarnya apa maunya mereka? Bukankah setiap manusia itu pantas mempunyai kesalahan?Memang kuakui aku salah dan berdosa dengan telah melakukan hal itu dengan Hanum, tapi kami saling sayang. Apa perasaan pantas disalahkan? Kami berhak bahagia, bukan?Ah, aku memang tak paham dengan jalan pikiran mereka yang mendiamkanku itu.Mas Agus mendongak kearahku setelah aku berkata sedikit kasar kepadanya dan bapak. Raut marah terlihat jelas di wajahnya. Sepertin
Suara Di Bilik Iparku (26)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Pov Akbar III**Tubuhku masih membeku begitu melihat mobil Bara terparkir di depan kontrakan Hanum. Bagaimana bisa, dia tahu letak kontrakan Hanum? Apa selama ini mereka masih berhubungan, atau hanya Bara diam-diam mencari tahu sendiri dimana istrinya itu berada?Dengan dada berdegup kencang aku berjalan pelan ke arah kontrakan Hanum yang sengaja aku pilihkan untuknya. Tempatnya tak terlalu besar, tapi terlihat cukup nyaman jika hanya dihuni oleh satu orang.Hanum memintaku untuk menemaninya selama proses perceraiannya dengan Bara belum selesai, karena ia merasa bahwa hanya aku lah yang bisa membuatnya nyaman saat keadaan tengah tak berpihak dengannya.Aku dengar kabar, dua hari pasca kejadian naas malam itu Bara langsung mengajukan perceraian ke kantor urusan agama. Entah kabar itu benar atau tidak, tapi Hanum pun juga bercerita seperti itu kepadaku.Syukurlah
Suara Di Bilik Iparku (27)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Aku muak dengan tingkah Mas Akbar yang berbuat seenaknya sendiri. Bahkan ia tak segan memukul rahang Oki keras saat pertengkaran keduanya tengah berlangsung di kantin. Apa Mas Akbar sama sekali tidak bisa berkaca, bahwa perbuatannya sendiri lebih licik dan rendah dari apa yang telah dilakukan Oki? Bahkan Oki hanya simpati dan ingin berbuat baik padaku.Kutinggalkan dua orang yang masih berseteru itu, lalu melangkah menjauh hendak kembali ke ruangan. Baru hari pertama kerja saja sudah seperti ini. Menyebalkan, bukan?Bahkan ada begitu banyak pasang mata yang mengawasiku dan juga Oki serta Mas Akbar yang sedang terlibat perseteruan. Sebenarnya Mas Akbar tidak perlu bersikap searogan ini karena selain kami sedang di kantor, ia juga harusnya bisa mawas diri atas perbuatan yang telah ia lakukan."Anisa, tunggu ...." teriak Oki ketika aku mulai berjalan menjauh da
Suara Di Bilik Iparku (28)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Iya, pasti akan aku temani. Lalu setelah masa iddahmu selesai, aku akan segera melamarmu."Perkataan Oki terdengar jelas di telingaku, membuatku seketika membeku dengan degup jantung yang tak beraturan. Entah apa yang ia ucapkan, aku tak paham dengan isi kepalanya."Hahaha ... Prank!" Tawa Oki menggelegar ketika aku masih terdiam setelah ia berbicara demikian padaku.Aku mendengus kesal, lalu membuka pintu ruanganku dan masuk ke dalamnya. Bukan aku kesal karena perkataannya ternyata hanya sandiwara, melainkan aku kesal karena ia berhasil membuat jantungku tak aman."Tapi, Nis. Kalau kamu nganggep itu tadi serius juga nggak apa-apa," tuturnya lagi ketika aku telah mendudukkan tubuhku di kursi dan siap menandatangani berkasnya.Sekilas aku meliriknya tajam, lalu gegas membubuhkan tanda tangan di atas berkas yang ia bawa. "Nggak usah becanda, nan
Suara Di Bilik Iparku (29)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Pak, tolong lajunya dipercepat, ya. Tapi kita puter balik, ke arah Perumahan Cendana di sana," ucapku seketika pada sopir taksi yang kukendarai sesaat setelah menerima pesan dari Wulan.Aku harus memastikan dengan mata kepalaku sendiri bahwa Mas Akbar dan Hanum tengah di grebek warga lagi. Apa mereka belum kapok dengan kejadian yang bahkan belum genap satu bulan ini?Bukan aku ingin prihatin, tapi justru aku ingin tertawa dan memberi selamat pada mereka yang telah mendapat kehormatan dari warga dalam kurun waktu sebulan dua kali.Gegas kuketik beberapa kata dan kukirim pada Wulan. Alu berharap, Wulan bisa melaksanakan perintahku dengan baik karena ini menyangkut tentang proses perceraianku nanti.Dadaku berdegup kencang, saat mobil yang kukendarai sebentar lagi akan sampai di tempat yang telah kutunjukkan sebelumnya. Kulihat dari balik jendela mobil, perumah
Suara Di Bilik Iparku (30)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Huuu huuu huuu""Dasar murahan.""Pelakor!"Berbagai teriakan dan amukan warga dilontarkan pada Hanum dan Mas Akbar yang telah digelandang oleh beberapa warga sekitar untuk menuju ke kantor polisi. Aku hanya bisa diam dan mengikuti mereka yang telah dibawa lebih dulu menggunakan mobil salah satu warga sini.Masih kudengar beberapa cacian warga mengenai Mas Akbar dan Hanum, karena mereka merasa dibohongi dengan pernyataan pernikahan mereka padahal semua itu hanya kebohongan semata. Bahkan mereka masih berstatus sah sebagai suami dan istri orang lain.Entah, terbuat dari apa hatinya sehingga mampu berbohong pada orang-orang. Apa mereka sungguh sudah tidak bisa menahan nafsunya jika harus menunggu sampai perceraian mereka masing-masing selesai?"Mbak, maaf. Aku nggak ngira kalau orang di dalem itu suamimu," tutur seorang wanita yang tadi kutemui sebelum
Suara Di Bilik Iparku (31)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Kami semua berjalan beriringan keluar dari kantor polisi saat Mas Akbar dan Hanum telah menandatangani surat perjanjian yang dibuat oleh Bara. Hanum terlihat lesu, aku yakin selain malu ia pasti juga resah karena setelah bercerai tidak akan mendapatkan harta gono-gini."Mbak, gimana?" ucap Bara lagi ketika aku belum sempat menjawab perkataannya beberapa saat yang lalu.Aku meliriknya sekilas, entah bercanda atau serius tapi aku kurang suka dengan sikapnya karena aku tahu, Bara pun tidak jauh berbeda dengan Mas Akbar yang suka bersikap arogan dan kasar kepada istrinya. Mana mungkin aku jatuh untuk kedua kalinya dalam lubang yang sama?Tapi, jika dilihat dari perhatian Bara akhir-akhir ini membuatku sedikit ragu dengan sikapnya yang sama arogannya dengan Mas Akbar karena ia terlihat sangat manis dan baik jika kepadaku. Ah, entahlah aku belum terlalu ingin memikirkan hal ini
Suara Di Bilik Iparku (32)**Ah, tidak mungkin, dan kalau bisa jangan sampai aku hamil saat ini.Memang, kehamilan ini sudah aku nanti selama dua tahun belakangan ini. Namun, jika melihat keadaan sekarang, apakah aku masih harus bahagia jika memang benar-benar hamil? Sedang orang yang sedang menanti kehamilan ini pun kini sudah berpindah hati.Seketika hatiku nyeri, dua hari lagi aku akan mengajukan perceraian dengan bantuan Oki. Namun, kenapa sekarang aku seperti merasakan tanda-tanda kehamilan? Bagaimana ini?"Nis, sudah mau berangkat kerja?"Seketika tubuhku terlonjak ketika kulihat ibu telah berdiri di ambang pintu dan mengajakku berbicara. Sudah sejak kapan ibu di sana? Kenapa ia tak mengetuk pintu dulu."Ibu sudah mengetuk pintunya berulangkali, tapi kamu nggak denger. Kamu kenapa?" tanya ibu saat aku masih terdiam di sisi ranjang, ia seperti tahu apa yang tengah aku pikirkan.Aku lantas kembali menutup